Syunggg....
Sepatu terbang melewati di depan Sisil yang lagi duduk di teras. Sisil mengikuti arah sepatu itu hingga jatuh kemana. Lalu dia menoleh ke adiknya.
Sebenarnya sepatu itu jaraknya tidak dekat alias jauh dari depan mata Sisil. Cuman kalau dilihat agak gimana gitu...
“Dek!” bentak kakaknya.
Putri cuek saja langsung ngeloyor ke dalam. Dengan muka kesal, Sisil mengikuti.
“Kamu tuh ya, sepatu main lempar-lempar aja! Gak sopan banget sih kamu jadi anak!”
“Iiihhh...! Apaan sih? Kayak Kakak kena aja. Lemparnya juga jauh kok!" Putri melempar tas sekolahnya serampangan.
“Loh! Anak ini...!” Sisil keki.
“Ngapain sih Kakak ke sini-sini mulu! Punya rumah juga.”
“Ya, suka-suka Kakak dong! Bla bla bla...” Sisil terus bicara.
Putri nggak menanggapi. Dia lebih mementingkan untuk memanggil pembantunya.
"Bi..."
"Iya, Non..." Orang itu datang tergopoh-gopoh.
"Ambilin Putri minum dong... Putri haus nih!" Putri melempar tubuhnya ke sofa.
“Iiihhh...! Anak ini! Kakaknya lagi ngomong juga!” Sisil bertambah keki.
“Nggak usah, Bi. Biarin aja dia ambil sendiri,” lanjutnya ke pembantu mereka.
“Yeee....,’” sewot Putri.
“Yee, yee, yee... Anak gadis malas banget! Lihat aja nanti, Kakak aduin ke Mas Bobi.”
“Aduin aja!"
“Wah, kamu nantang ya? Ya udah, tunggu nanti Mas Bobi datang ya.”
“.....” Putri melotot.
Kemudian orang yang ditakutkan Putri datang. Namun karena ada hal penting yang mau dibahas mereka. Sisil jadi mengurungkan niat untuk mengadu.
Lalu di ruang keluarga, orang tua mereka menyerahkan berkas salinan wasiat di depan anak bontot mereka, dan mengajak bicara.
“Apa?!” kaget Putri berdiri, setelah paham apa yang dijelaskan kakak-kakaknya.
Sesuai dugaan orang tua mereka, anak itu loading-nya lama. Jadi tadi sehabis orang tuanya bicara, kakak-kakaknya bantu menjelaskan.
“Iya, jadi begitu Dek." Bobi meyakini lagi.
Lekas Putri berlari kencang hingga gak perduli kakinya ke pentok anak tangga saat menuju kamarnya yang berada di atas. Semua langsung pada berdiri. Tapi tidak sedikit pun yang berniat ingin mengejar. Biarlah anak itu sendiri dulu Nanti sudah tenang baru dirayu.
Tidak lama terdengar suara tangisan mengisi seantero rumah.
“HUHUHU.... HUHUHU..."
Mereka saling lihat-lihatan. Hati mereka jadi nelangsa. Namun karena memikirkan masa depan Putri. Mereka jadi mencoba untuk tidak terusik atas apa yang disedihkan Putri. Namun jauh dari pikiran mereka. Sebenarnya Putri menangis bukan karena hal itu saja. Cuman karena pas bagian Putri nangis lebih keras. Jadi selain itu mereka tidak dengar.
“HUHUHU... Oppa... Aku mau ditunangin, Oppa... Terus mau dinikahin juga, Oppa. HUHUHU....”
“Aku sedih Oppa... HUHUHU...”
“Aku nggak rela, Oppa... Pasti nanti kita jadi berpisah. HUHUHU...”
“Saranghae, Oppa... Pokoknya nanti nggak ada yang bisa memisahkan kita. HUHUHU...”
Poster EXO, NCT, BTS, dan boyband-boyband lain dari negeri ginseng. Terpajang ramai di dinding kamar Putri. Bukan hanya itu saja, mug, selimut, sprei, sarung bantal, boneka. Pokoknya merchandise yang berbau KPOP ada di situ. Bisa dibilang kamar Putri penuh wajah tampan, alias wajah sebening bayi. Seperti ABG zaman now. Artis Korea harga mati bagi Putri!
**********
Mobil penyapu jalan hilir mudik di runway. Sehari bisa 3 kali landasan itu dibersihkan. Apa lagi ini habis hujan Landasan pacu harus bebas dari genangan air. Karena sangat berbahaya bisa terjadi insiden bagi pesawat yang mau mendarat.
Ken berdiri mengamati anak buahnya yang lagi di berinya tugas. Tiba-tiba teleponnya berdering. Usai ditengoknya, bapaknya.
“Iya, Pak?" sapanya.
“Mas, nanti pulang kerja ke rumah ya.”
“Ada apa?”
“Pokoknya ke rumah aja. Bapak dan Ibu mau bicara.”
Lalu belum sempat Ken bertanya lagi, sambungan sudah diputus oleh orang yang di sana.
Klik!
Ken mengerutkan kening. Orang tuanya mau bicara apa? Apa orang tuanya kena penyakit gawat? Atau, ada ketimpa musibah? Atau, kenapa?
Sesuai permintaan orang tuanya, sepulang kerja Ken ke sana. Saat tiba di sana, dan saat mau memarkirkan mobilnya, dia curi-curi pandang memperhatikan orang tuanya yang lagi duduk di teras. Orang tuanya terlihat baik-baik saja tidak tampak sakit. Jadi, apa lagi ada masalah?
Ken mematikan mesin lalu turun dari mobil. Selagi Ken berjalan ke teras, ibunya masuk ke dalam.
30 menit sebelum pria itu tiba. Ibunya sudah menyusun hidangan di meja. Hanya tinggal peralatan makan saja yang belum disiapkan. Anaknya sepulang kerja sudah di suruh ke sini, sudah tentu belum makan. Selain itu, agar anaknya ada energi sesudah mendengar apa yang nanti mau dibicarakan mereka. Takutnya, karena lapar anaknya jadi tambah senewen lagi. Haha...
“Sore, Pak.”
“Sore, Mas.”
“Ada apa nyuruh Ken datang? Apa Bapak, Ibu, lagi ada masalah?”
“Nanti saja kita bicara. Ibumu ada masakan kesukaanmu. Yuk, kita makan dulu."
Selang sesaat, mereka sudah duduk di meja makan. Ayam goreng, ikan bakar, udang goreng tepung, tempe goreng, balado terong, sayur asem, lalapan, sambel terasi, kerupuk udang. Luar biasa penuh di meja itu. Bukan maksud ingin menyogok anak mereka. Eh, memang iya sih! Namanya orang tua itu usaha.
Ken mengamati semua yang ada di meja. Ini semua makanan favoritnya. Tapi kenapa semuanya ada? Apa hari ini, hari istimewanya? Perasaan ulang tahunnya sudah lewat. Atau, gimana?
Saat dia mau angkat bicara, sudah dipotong oleh ibunya.
“Ibu tadi mau masak biasa aja. Tapi berhubung bahan masakannya semua adalah kesukaanmu. Ya sudah, jadi Ibu masakin aja.”
"Oo... "
Beberapa menit telah berlalu. Perut sudah kenyang, pikiran pun sudah cerah. Kini tiba saatnya mereka bicara. Namun sayang, pas bapaknya memulai bicara malah gelisah.
"Jadi begini, Mas... Mm..."
Ibunya sok ingin mengambil alih keadaan melihat suaminya begitu. Namun ternyata keberanian itu hanya berlaku diawal. Karena pas bicara sama saja kayak suaminya.
Mungkin karena anak mereka sudah matang, dan ditambah lagi dingin. Jadi orang tua itu pada tegang. Namun memang membicarakan hal itu gak gampang.
"Begini, Mas... Mm... Mm..."
Ken silih berganti memperhatikan tingkah pola orang tuanya. Dia mendesah, lalu saat ingin bicara. Rupanya bapaknya punya kekuatan untuk bicara. Ya! Diberanikan saja, sudah sejauh ini.
“Begini, Mas. Jadi Bapak dan Ibu beberapa hari lalu dapat surat... Bla bla bla...”
Ibunya meletakkan berkas di meja ditengah suaminya bicara.
“Bapak dan Ibu sudah beberapa kali ketemu orang tua anak itu. Mereka baik.”
Selesai sudah bapaknya bicara. Hasilnya? Suami istri itu saling pandang-pandangan. Karena anak mereka mukanya memerah, dan diam seribu bahasa.
Kemudian Ken berdiri, dan meraih berkas itu secara kasar. Lalu pergi dari sana.
“Mas...” Ibunya berusaha mengejar.
“Sudah... Biarin saja..." Suaminya menahan, meraih tangan istrinya
**********
BRAK!
Ken melempar berkas serampangan sesampainya di rumah. Kemudian dia bolak-balik jalan di tempat dengan muka luar biasa suntuk!
Sepanjang jalan, karena harus fokus menyetir. Dia jadi harus menahan emosinya. Sekarang sudah tidak bisa dibendungnya lagi.
“Arghh...!” teriaknya kesal.
Pantas! Ibunya memasakan semua kesukaannya Tahunya, begini...
“Fiuh!”
Ken membuang nafas kasar, juga mengambil berkas itu secara kasar. Di bacanya lembar per lembar salinan wasiat itu. Tadi dia nggak begitu dengar apa yang dibicarakan bapaknya. Boro-boro mau menyimak secara seksama. Dengar kata, dia mau dijodohkan saja darahnya langsung naik ke ubun-ubun.
Setelah selesai membaca, dia merogoh selulernya di kantong celana. Menghubungi bapaknya.
“Iya, Mas?” sapa bapaknya di sana.
“Ini, kenapa baru diberi tahu sekarang? Kenapa tidak 3 tahun lalu?” tanya Ken to the point.
Bapaknya baru sadar rencana mereka ada yang cacat. Maka dari itu dia jadi menjawab tergagap-gagap.
"Oo... Itu, itu, itu..."
Karena ditanya mendadak otomatis bapak tua itu jadi nge-blank. Namun tidak lama dia bisa mengontrol diri.
“Bapak juga nggak tahu, Bapak juga baru sadar. Kalau begitu, nanti Bapak tanya ke pengacara dulu.”
Setelah sambungan terputus, bapaknya langsung menghubungi Arya.
“Ya!” tegur Adit alias bapak Ken, pas disana mengangkat telepon.
“Ya?”
“Rencana kita ada yang cacat!” Adit bicara panik.
“Cacat?” Arya mengerutkan dahi, karena dia merasa rencana mereka sudah sempurna.
“Iya, aku pun baru sadar. Tadi anakku ada nanya. Memang seharusnya 3 tahun lalu wasiat itu diungkapkan.”
“Oh iya, ya.” Arya akhirnya tersadar atas keteledoran mereka.
“Jadi gimana ini, Bro? Aduh... Pusing aku nih!”
“Tenang...”
Keheningan membentang sebentar di antara mereka. Bukan hanya Arya saja, bapak Ken pun turut mikir. Tentu karena dia yang punya hajat.
“Oh! Aku ada ide!” pekik Arya membuyarkan lamunan mereka.
“Gimana? Gimana? Gimana?” tanya Adit gak sabaran.
“Nanti pas pembacaan wasiat bilang saja, rumahku kerampokan, terus gak lama kebakaran. Jadi aku butuh waktu lama mencari surat itu.”
Nah! Inilah alasan Arya saat membacakan surat wasiat itu ada di eps 2. Jadi seharusnya pas nenek Ken dan Putri meninggal langsung diungkapkan. Namun mereka lebih fokus tentang waktu meninggal orang tua Murni dan Wati saja. Hingga lupa kalau habis pembacaan surat wasiat calon pasangan langsung ditunangkan. Karena itu di episode itu Arya membuat alasan sedemikian rupa, dan Ken sepet dengarnya.
“Wow! Keren idemu.”
“Eh, tapi, tapi, nggak usah dibilangin ke anakmu.”
“Kenapa?”
“Bilang saja, pengacara itu nggak mau bicara. Karena katanya nanti akan dijelaskan semuanya di sana. Soalnya takutnya nanti anakmu ada nanya lagi. Kita kan, nggak tahu apa rencana kita masih ada yang cacat atau nggak. Yahhh... Sekalian juga biar aku mempelajari lagi isi wasiat itu. Jadi pas nanti di sana, aku sudah siap jika ditanya-tanya lagi anakmu.”
“Oh iya, ya. Benar, benar, benar.”
\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=@.@\=\=\=\=\=\=\=\=\=
Gengs... Jangan lupa beri rating bintang 5, like & komen. Tinggalkan jejakmu ya...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 139 Episodes
Comments
cella_cuteee
hahahahaha.... ga ortu2 nya , ternyata putri jg smaa bikin ngakak nya 😂🤣🤣🤣🤣🤣
2021-03-04
1
Ulfaira Nur Ramadhani
oppa 😂😂😃
2020-09-11
0
Iklima kasi💕
😄😄😄😄😄
2020-09-02
0