"Cih ... sejak kapan dia di sana," pikir orang pertama sambil berusaha menghindari serangan Rudi.
Rudi mengayunkan ranting beku di tangannya ke arah tubuh orang pertama dengan kecepatan tinggi.
Orang pertama berusaha menangkis serangan itu menggunakan pedangnya. Akan tetapi, serangan Rudi terlalu kuat hingga membuatnya terpental ke belakang setelah terkena tebasan itu.
Orang pertama berhasil menangkis tebasan itu dengan cukup baik. Walaupun ia harus terlempar jauh ke belakang.
Saat orang pertama ingin melesat ke arah Rudi, ia mulai merasakan sakit di pinggangnya.
Saat melihat ke pinggang, orang pertama mendapati bahwa pinggangnya telah membeku karena berkontak langsung dengan ranting beku yang Rudi gunakan.
"Apa-apaan kemampuan bocah itu?" pikir orang pertama sambil menahan sakit.
Di sisi lain, Akito sedang bertarung sengit melawan dua orang lainnya.
"Siapa mereka sebenarnya?" pikir orang kedua sambil berusaha menghindari serangan-serangan mematikan yang Akito lancarkan.
Akito menyerang orang kedua dengan mengayunkan ranting kayu berlapis force yang ia pegang. Tapi, orang kedua berhasil menghindarinya dengan sangat baik.
Akito kemudian melanjutkan serangannya dengan pukulan tangan kiri.
Orang kedua tidak sanggup menahan pukulan Akito dengan baik, hingga membuatnya terpental jauh ke belakang.
Melihat temannya terpukul, orang ketiga langsung melesat maju, berusaha menyerang Akito dari belakang.
Akito diam seolah tidak perduli.
"Mati kau, bocah!" pikir orang ketiga sambil bersiap menyerang Akito dari belakang.
Sebelum pukulan orang ketiga mendarat di kepala Akito. Tiba-tiba ...
Boom!
Rudi datang dan menghantam kepala orang ketiga hingga membuatnya terpental ke belakang.
"Terimakasih," ucap Akito tanpa melihat ke arahku.
"Bukan masalah besar," balasku.
Aku dan Akito bisa mengalahkan ketiga orang itu dengan mudah.
Aku kemudian berjalan santai ke arah orang pertama.
Saat sudah berada tepat di depan orang pertama yang sedang tersungkur di tanah, aku bertanya padanya. "Apa kau bagian dari kelompok Hendri?"
"Memangnya kenapa?" jawab orang pertama.
"Di mana markas kalian?" tanyaku lagi.
"Haaahahahahahaha! Apa kau berniat menantang kami?" tanya balik orang pertama.
"Bukankah sudah kukatakan dari awal? Kami adalah kelompok penantang," jawabku sambil memberikan tatapan tajam.
"Kalau begitu, silakan nikmati hidangan utamanya," balas orang pertama sambil mengangkat kedua tangannya, seolah ingin mempersembahkan pertunjukkan akbar.
Aku pun melihat sekeliling.
Untuk sesaat, aku bergidik merinding karena melihat ada banyak pasang mata yang mengawasi kami dari kejauhan.
"Aku benar-benar tidak menyadari keberadaan mereka!" gumamku dalam hati.
"Ternyata, kita sudah di awasi sejak awal," kata Akito sambil mendekat ke sampingku.
"Haaahahahahahahaha! Mereka adalah para eksekutif kelompok Hendri. Kalian sudah tamat!" seru orang pertama sambil tersenyum puas.
"Rudi!" Kata Akito pelan, memintaku bersiap.
"Aku tau," sahutku.
Beberapa orang yang bersembunyi dibalik pepohonan, mulai menampakkan diri satu per satu.
"Beraninya kalian membuat onar di wilayahku," ucap pria yang berdiri di tengah-tengah 12 orang lainnya.
"Siapa kau?" tanyaku pada pria itu.
"Aku adalah pemimpin kelompok ini. Namaku Hendri. Bukankah kalian datang untuk menantangku?" tanya Hendri, sang pemimpin kelompok sambil menatapku tajam.
"Jadi, kau adalah sang pemimpin kelompok? Menarik! Sungguh menarik! Memang seperti inilah yang kumau. Bertarung melawan orang lemah sangat membosankan ... kalau begitu, ayo kita mulai pestanya," ucapku sambil tersenyum puas.
Aku dan Akito pun mulai terlibat bentrokan langsung dengan Hendri dan 12 eksekutifnya.
Di sisi lain, berita tentang pertarungan kelompok Rudi melawan kelompok Hendri di hutan barat sudah sampai ke telinga anggota kelompok Gary.
Di markasnya, salah satu bawahan Gary melapor pada Gary.
"Gawat, Bos!" ucap salah seorang anggota kelompok Gary.
"Ada apa?" tanya Gary, sang pemimpin kelompok.
"Kelompok Hendri sedang diserang!" jawab si bawahan.
"Diserang? Kelompok mana yang melakukannya?" tanya Gary, sang pemimpin kelompok.
"Entahlah, Bos. Menurut informasi, kelompok mereka diserang dua bocah yang identitasnya tidak diketahui," jawab si bawahan.
"Benarkah? Apa laporan itu tidak salah?" tanya sang pemimpin.
"Saya sudah mengkonfirmasinya langsung, Bos!" jawab bawahan itu lagi.
"Lalu, bagaimana dengan keadaanya saat ini?" tanya sang pemimpin.
"Kedua bocah itu sanggup mengimbangi kekuatan Hendri berserta seluruh eksekutifnya," jawab si bawahan.
"Apa? Siapa mereka sebenarnya? Apa mereka anggota kelompok kelas atas?" tanya sang pemimpin kelompok.
"Kami masih berusaha mencari identitas mereka. Mungkin saja, mereka adalah rekrutan baru kelompok besar. Tapi bisa juga, mereka tidak memiliki hubungan dengan kelompok mana pun," jawab si bawahan.
"Aku tidak menyangka kalau Hendri dan kelompokknya bisa kesulitan menghadapi 2 bocah rookie," kata sang pemimpin.
"Lalu, bagaimana, Bos? Apa kita akan membiarkannya begitu saja?" tanya si bawahan.
"Ada banyak kemungkinan yang bisa terjadi. Tetap awasi dan cari tau lebih jauh tentang identitas kedua bocah itu. Jika memang memungkinkan, kita harus memanfaatkan situasi ini. Ini adalah peluang emas untuk menyingkirkan kelompok Hendri dari peta persaingan," jawab sang pemimpin.
Gary berniat mengawasi lebih jalannya pertarungan sedikit lebih lama untuk memastikan kondisi. Jika memang memungkinkan, ia dan kelompoknya akan terjun ke medan perang untuk mengambil keuntungan.
Di pusat kota Berlin, orang-orang sedang dihebohkan dengan berita pertarungan di wilayah hutan barat.
"Apa kau sudah dengar? Kelompok Hendri sedang bertarung di wilayah hutan barat."
"Ya, aku sudah dengar. Kira-kira, siapa yang berani menyerang mereka secara langsung?"
"Entahlah. Aku tidak tau tentang kebenarannya. Tapi yang pasti, pertarungan mereka hampir membuat hutan dan gunung di sana musnah."
"Apa kau serius? Memangnya manusia bisa melakukan itu?"
"Tentu saja! Bagi orang-orang terkuat di dunia, mengubah peta dunia bukanlah hal yang sulit. Apa kau lupa tentang apa yang pernah terjadi beberapa tahun lalu? Negara Finland sampai hilang dari peta akibat pertempuran 2 Kaisar dan kelompoknya!"
"Hmm ... benar juga. Semoga para tentara bisa melindungi kota agar pertarungan mereka tidak berdampak sampai ke sini."
"Kuharap juga begitu."
Penduduk ibukota dilanda kepanikan setelah mendengar berita tentang pertarungan dua kelompok di wilayah hutan barat. Ada yang takut, semangat, sedih, sampai bahagia mendengar berita tersebut.
Di pusat markas militer ibukota, Jendral Besar Roland mendapat laporan tentang pertempuran yang terjadi di wilayah perbatasan barat ibukota.
"Bagaimana kondisinya?" tanya Jendral Besar Roland pada bawahannya.
"Kami sudah mengirim tim pengintai, Pak! Tapi, sampai saat ini, belum ada respon apapun dari mereka," jawab si bawahan.
"Lalu, bagaimana dengan dampaknya?" tanya sang jendral besar.
"Dampak kerusakan masih jauh dari perbatasan kota. Hanya saja ...." jawab si bawahan.
"Hanya saja?" tanya sang jendral besar.
"Hanya saja, puing-puing pohon, batu, debu, dan tekanan udara, cukup mengkhawatirkan karena bisa saja sampai ke wilayah perbatasan. Saat ini, pasukan yang berjaga di perbatasan berusaha sebaik mungkin untuk menghalau puing-puing memasuki kota," jawab si bawahan.
"Baiklah. Selama pertempuran mereka tidak menimbulkan kerusakan, kita tidak perlu terlibat langsung. Kerahkan penjagaan ketat ke wilayah perbatasan barat. Perintahkan mereka untuk menjaga wilayah itu sebaik mungkin. Jika situasi memburuk, perintahkan setiap pasukan yang berjaga untuk terjun dalam pertempuran itu," kata sang jendral besar.
"Baik, Pak!" sahut si bawahan.
Militer ibukota belum berniat ikut campur dalam pertempuran itu.
Di medan pertempuran hutan barat, rentetan ledakan kuat terus terdengar dari pusat pertempuran.
Pertarungan Rudi dan Akito melawan Hendri dan 12 eksekutifnya, menciptakan kehancuran besar di sana.
Hutan rata dengan tanah, bukit hancur tak berbentuk, sampai bangkai binatang berserakan karena terseret dalam pertempuran itu, membuat kondisi hutan barat menjadi tak karuan.
"Akito!" Aku berteriak kencang pada Akito, meminta Akito bersiap menghadapi badai serangan.
"Ya, aku mengerti," sahut Akito sambil melesat maju.
Saat ini, Akito sedang bertarung sengit melawan 3 eksekutif kelompok Hendri. Sedangkan, Rudi harus menghadapi Hendri dan 9 eksekutif lainnya.
Ice Lance!
Sambil terus bergerak, aku melesatkan 10 tombak es tajam ke arah 9 eksekutif di hadapanku.
Fire Wall!
Hendri menciptakan dinding api untuk menghalau serangan itu.
Boom!
Benturan kedua atribut itu menciptakan ledakan hebat dan menciptakan asap membumbung tinggi ke udara.
Aku pun melesat maju ke arah eksekutif pertama sambil mengayunkan pedang es di tanganku.
Eksekutif pertama menahan tebasan itu menggunakan tangan kosong yang diperkuat force.
Saat aku masih beradu serangan dengan eksekutif pertama, eksekutif kedua melesat cepat ke arahku dan memukulku dengan sangat keras.
Aku tidak bisa menghindari serangan itu dengan baik, hingga membuatku terkena pukulan telak dan terpental jauh ke belakang.
1 pohon, 3 pohon, 5 pohon hancur karena hantaman tubuhku.
Tubuhku terus melayang di udara membentur apapun yang kulewati, hingga akhirnya berhenti saat menghantam pohon ke 10.
"Ini sakit sekali!" Aku bangun sambil melemaskan badan yang sudah babak belur.
Tanpa berniat memberikan jeda, kesembilan eksekutif kelompok Hendri langsung menghujaniku dengan badai atribut mereka masing-masing.
Serangan atribut api, air, tanah, angin, petir, mengarah padaku seperti hujan badai.
"Mereka benar-benar berniat membunuhku," gumamku.
Aku pun mulai memejamkan mata dan berkonsentrasi mengalirkan force dan atributku ke dalam pedang es beku yang kubuat.
Nafasku mulai berubah seperti asap putih, tubuhku menguapkan asap dingin, dan pedang es yang kupegang mulai menguap karena suhu dingin ekstrim.
Di waktu yang seolah melambat, aku mulai membuka mata.
Pandanganku fokus menatap semua serangan yang mengarah padaku.
Satu, tiga, lima, aku sanggup melihat semua serangan itu dengan sangat jelas, seolah semua serangan itu bergerak di waktu yang melambat.
Dari mataku, muncul cahaya tipis berwarna biru. Pandanganku fokus menatap semua serangan yang mengarah kepadaku.
Bola mataku pun terus bergerak ke kiri dan ke kanan dengan sangat cepat untuk melihat semua serangan itu.
Aku kemudian menangkis, menebas, dan menghindari semua serangan yang mengarah kepadaku dengan sangat mudah.
Di mata orang normal, Rudi terlihat seperti sedang menari indah di bawah hujan serangan yang siap mengincar nyawanya.
"Huft ... huft ... ini benar-benar merepotkan," gumamku sambil berdiri sambil menatap tajam Hendri dari kejauhan.
Tubuh, nafas, dan pedang es milik Rudi terus menguapkan asap dingin, membuatnya tampak seperti iblis es yang sangat mengerikan.
Hendri tersenyum tipis sambil sedikit memiringkan kepala.
"Kau benar-benar bocah yang sangat menarik," kata Hendri padaku.
Pertempuran Rudi dan Akito melawan kelompok Hendri masih terus berlanjut.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 112 Episodes
Comments