Author POV.
Tak terasa hubungan terlarang Herman dan Nana sudah berjalan lima bulan tanpa diketahui orang-orang. Hendra dan Nana begitu cerdik mencari waktu kesempatan untuk mereka bisa berduaan tanpa membuat tetangga dan keluarga mereka mencurigai. Apalagi intensitas mereka bertemu paling sering di rumah Nana.
Di desa, kebanyakan orang-orang tidak akan keluar pada malam hari dan memilih berdiam diri di rumah menonton televisi. Masyarakat sini akan terlelap paling lama jam 11 malam dan jalanan akan terlihat sepi. Bahkan para orang yang membangun usaha wiraswasta akan tutup pada jam 11 ataupun 12 malam.
Jika Nana dan Herman ada kesempatan, mereka akan melakukan perbuatan 'itu' setelah menunggu anak-anak Nana tertidur. Yani tak pernah menaruh rasa curiga di mana biasa suaminya tidur. Yang Yani tahu, jika Herman tak tidur di rumah, dia akan meminta izin untuk bermalam di rumah saudaranya, temannya, atau rumah orangtuanya yang berada di sebelah rumah.
Selama belasan tahun ia berumah tangga dengan Herman, ia sudah tahu bagaimana sifat suaminya. Herman tak pernah neko-neko selama Yani mengenalnya apalagi sampai selingkuh. Yani begitu percaya terhadap suaminya. Dalam pikiran Yani, disini jarang adanya pelakor. Mau merebut suami orang tapi pekerjaan suami disini hanya modal pas-pasan tak seperti di kota. Kebanyakan pekerjaan laki-laki disini adalah bertani atau membuka usaha wiraswasta. Pelakor disini pun harus berpikir ulang untuk merebut suami orang jika ingin hidupnya lebih baik seperti di kota.
Kembali ke Nana dan Herman, pernikahan yang katanya bertujuan memberikan nafkah batin kepada Nana, kini keduanya sudah mulai makin intens kedekatannya. Jika tidak ada kesempatan pada malam hari, Herman akan datang ke rumah Nana pada jam siang atau sore hari hanya untuk sekedar mampir dan mengobrol dengan wanita yang sudah ia anggap sebagai istri keduanya, walaupun di rumah masih ada anak-anak Nana.
Sebelum menikahi Nana, Herman sempat merasa ragu waktu itu. Yang dipikirkannya adalah apakah Nana mau menerimanya? Tidak akan ketahuan kah hubungan mereka? Dan apakah Yani menuntut cerai darinya setelah semuanya terbongkar?
Sebagai orang yang tak paham mendalami ilmu agama, Herman tidak tahu kalau hukum menikahi istri yang masih bersuami adalah haram hukumnya. Pernikahan kedua mereka masih tidak sah karena keduanya tak tahu soal hukum Poliandri. Bahkan Herman dan Nana sepakat untuk tak memberitahu status Nana kepada Pak penghulu dan para saksi. Dengan memberikan bukti palsu status Nana kepada mereka, akhirnya pernikahan mereka disetujui oleh Pak penghulu tanpa mengetahui identitas Nana sebenarnya. Kecuali status Herman yang sudah jujur akan tentang statusnya yang sudah menikah.
Alasan Herman melakukan tindakan pemalsuan status Nana karena ia meyakini jika Pak penghulu pasti tak akan setuju menikahkan Nana karena dia masih berstatus suami orang. Pasti akan mendapat menuai pro dan kontra jika Pak penghulu dan saksi mengetahui hal itu. Maka dari itu Herman sudah menyiapkan semuanya supaya pernikahan keduanya dengan Nana berjalan dengan lancar hingga memalsukan status Nana yang sebenarnya.
Entah apa yang merasuki Herman hingga laki-laki itu berbuat nekad seperti itu. Padahal ia tidak cinta kepada Nana, tapi bisa melakukan tindakan seperti supaya bisa menikahi Nana. Namun dalam benak Herman, ini seperti sebuah tantangan untuknya karena ia akan menikahi seorang wanita yang masih berstatus suami orang. Di kampung sini, tidak ada orang yang melakukan tindakan ekstrim seperti itu. Hanya poligami saja yang ada disini dan diperbolehkan.
\=\=\=
Herman datang ke rumah Nana selepas Maghrib. Laki-laki itu langsung masuk ke rumah wanita yang sudah dianggap istri keduanya lalu berjalan ke ruang keluarga dengan santai seperti rumah Nana ini sudah biasa ia masuki.
"Wah wah! Ada acara apa ini?" tegur Herman melihat Nana dan anak-anaknya makan bakso di lantai.
"Nggak ada acara apa-apa. Anak-anak katanya mau makan bakso malam ini," jawab Nana.
"Sini makan bersama, Om." Dinda mengajak sopan kepada ayah sepupunya.
Herman duduk di sebelah Nana dan memperhatikan anak-anak Nana yang sedang makan, lalu beralih kepada Nana.
"Kamu nggak ikut makan juga?"
Nana menggeleng. "Nggak, perutku terasa melilit dari tadi sore."
Herman menyeringit tapi wajahnya menunjukkan rasa khawatir. "Tadi siang makan gak?" tanya Herman. Ia tahu Nana suka tak berselera saat makan. Kadang Nana melewatkan jam makan siang atau malamnya.
"Makan, tapi sedikit," jawan Nana lalu menyandarkan tubuhnya pada dinding.
Kemudian anak-anak Nana kecuali Dinda sudah menghabiskan makanannya, lalu membawa piring kotor mereka ke dapur.
"Kenapa makan sedikit?" tanya Herman.
"Perutku nggak mau menerima beberapa suapan nasi lagi pas makan. Lagipula aku nggak nafsu makan tadi siang karena perutku terasa tidak enak dari pagi."
"Tadi pagi sarapan tidak?"
"Cuma sarapan 3 kue lapis."
Herman menghembuskan napasnya. "Itu perut kamu kurang asupan makanan, Nan. Coba kamu atur pola makanmu dan usahakan jangan pernah terlewati jam makan supaya perutmu itu nggak melilit seperti ini," ucap Herman perhatian. Tanpa sadar, Dinda melirik ke arah mereka setelah mendengar penuturan Omnya yang begitu perhatian terhadap ibunya.
"Iya, tapi tetap saja nafsu makanku berkurang kalau mau makan. Seperti malam ini," keluh Nana.
"Paksa aja, Nin. Yang penting perut kamu sudah cukup terisi nutrisi."
Aras dan Nizam––kedua anak laki-laki Nana keluar dari dapur. "Mah, aku ke rumah nenek dulu ya," ucap Aras, anak kedua Nana.
"Aku juga, Mah," sahut Nizam.
Rumah orang tua Nana hanya terletak di sebelah rumah Nana. Anak-anak kadang suka main disana karena di rumah neneknya ada kedua sepupu Aras dan Nizam.
Nana hanya mengangguk mengizinkan hingga Aras dan Nizam keluar bermain ke rumah neneknya. Dinda yang baru menghabiskan makanannya, pergi ke dapur meletakkan piring kotor di westafel lalu minum. Kemudian, ia berjalan ke arah kamarnya untuk mengerjakan tugas sekolahnya.
"Katanya kamu mau bangun lantai dua di atas?" tanya Herman.
"Iya, tapi itu baru rencananya. Uang dari Bang Dana belum cukup untuk membeli kebutuhan material."
"Kenapa mau bangun lantai dua?"
"Buat kamar anak-anak di atas."
"Ohh." Herman mengangguk lalu melirik kamar Dinda yang tertutup tapi masih menyisakan sedikit cela.
Nana menyenderkan kepalanya di bahu Herman karena situasi mereka hanya berdua saja sambil menyaksikan tayangan televisi. Herman mengelus lembut tangan Nana.
"Masih melilit perutnya?" bisik Herman. Nana hanya mengangguk.
"Udah di kasih minyak kayu putih?" Nana menggeleng.
"Mau dioleskan perutnya?" tanya Herman perhatian.
"Jangan aneh-aneh! Ada anak-anak disini!" protes Nana sambil mencubit perut Herman.
"Dinda 'kan lagi di kamar. Dia nggak lihat kok."
"Tetap saja nggak boleh. Nanti kalo Dinda tiba-tiba keluar gimana?"
"Ya kita alasan aja kalau perutmu lagi sakit."
"Iya, tapi yang membuat dia berpikiran aneh kenapa harus kamu yang mengolesi minyak kayu putih di perutku!"
Herman hanya tertawa kecil sambil matanya menyaksikan tayangan televisi. Tanpa mereka sadari, ada seorang remaja yang memperhatikan intensitas keduanya dibalik pintu kamar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 38 Episodes
Comments
Rice Btamban
lanjut
2022-04-18
0
✰͜͡w⃠IDA💯♡⃝ 𝕬𝖋🦄
Kasihan si Yani kepercayaan nya pada sang suami di balas penghianat dengan orang terdekat nya 😥
Anaknya pun mulai curiga pada om nya
2022-04-11
0
Meiska azzalya
Dinda itu yg dengerin...
next Thor...
2022-04-05
0