Nafsu Mengalahkan Akal Sehat

Nana POV

Aku tak menyangka jika sekarang aku telah menjadi istri kedua dari suami sepupuku sendiri. Entahlah kemana akal sehatku berada hingga dengan bodohnya menerima pinangan Bang Herman, terlebih aku ini sudah bersuami.

Kami sengaja tidak memberitahu pihak keluarga kami tentang pernikahan kedua ini karena tentunya niat kami pasti di tolak dengan keras oleh mereka. Hanya Bang Muhlis saja yang dijadikan wali supaya pernikahan ini berjalan lancar di depan Pak penghulu. Itupun kami paksa supaya dia mau ikut dengan kami setelah diiming-imingi uang bayaran.

Sebelumnya aku sempat ragu untuk menikah dengan Bang Herman. Akan tetapi Bang Herman meyakinkanku jika ia hanya ingin membantu meringankan bebanku saja. Bahkan Bang Herman sudah mempersiapkan semua di kota dengan penghulu dan beberapa saksi di sana. Bang Herman bilang aku tak boleh memberitahu statusku yang masih bersuami terhadap pak penghulu dan para saksi. Aku menanyakannya tentang hal itu tapi Bang Herman hanya menjawab supaya pernikahan kami berjalan dengan lancar. Ia takut jika timbul perdebatan saat aku membongkar status pernikahanku.

Awal dari semua ini ialah saat aku yang intens berkirim pesan pada Bang Herman hingga kami saling curhat-curhatan tentang masalah kami. Intensitas pertemuan kami pun juga saling cerita dan berkeluh-kesah tentang hari-hari kami. Namun, aku tidak tahu jika pesan yang dikirim Bang Herman akan merambat ke hal-hal mesum. Bukannya menghindar tapi aku malah menanggapinya hingga membuat tubuhku merasa panas dingin akibat pembahasan kami itu.

Aku yang sudah ditinggal Bang Dana yang bekerja di Kalimantan hanya bisa menahan dan meratapi nasibku yang jauh dari suamiku. Ada yang bilang jika istri ataupun suami yang jarang mendapatkan nafkah batin dari pasangannya, akan mengalami pusing-pusing hingga stress. Entah itu benar adanya tapi aku mengalaminya selama jauh dari Bang Dana. Apalagi ditambah pekerjaan dan urusan ibu rumah tangga membuat kepalaku terasa ingin pecah dibuatnya.

Aku pun sempat menceritakan hal ini kepada Bang Herman ingin mencari tahu apakah dia ada solusi untuk menghadapi masalah yang kualami ini. Tentunya ia hanya memberi saran supaya aku rehat sejenak dan tak boleh memikirkan apapun. Akan tetapi itu tetap saja aku sering mengalami pusing dan stress yang berkepanjangan. Dan aku menceritakan itu semua pada Bang Herman. Namun, yang membuatku terkejut adalah ia mengajakku untuk menikah dengan tujuan hanya ingin memberikan nafkah batinnya padaku. Bang Herman tahu jika aku sudah lama tak mendapat nafkah batin dari Bang Dana. Maka hal itulah dia mengajakku untuk menikah.

Aku sempat menolak keras dan menganggap Bang Herman ini sudah gila. Bisa-bisanya dia mengajakku menikah disaat aku ini masih berstatus suami orang. Tunggu aku cerai dulu dengan Bang Dana baru aku bisa menikah dengan Bang Herman. Itu yang aku tahu jika istri ingin menikah lagi. Lagipula Bang Herman ini adalah suaminya Yani. Bisa perang dingin dengan Yani dan keluarganya jika aku menjadi istri keduanya Bang Herman. Apalagi apa kata tetangga jika aku menjadi istri kedua. Ibu-ibu disini 'kan mulutnya pada tajam-tajam.

Namun, entah kenapa gairahku ini semakin lama semakin mengalahkan akal sehatku hingga membuatku menerima ajakan Bang Herman untuk menikah. Ya benar, setelah aku memikirkan jangka panjang dan bujuk rayu terus-menerus dari Bang Herman, akhirnya aku terima pinangannya itu dan melakukan pernikahan kami secara sembunyi-sembunyi di kota. Seandainya jika Bang Dana tidak pergi jauh, aku tidak akan mengambil tindakan bodoh seperti ini hanya untuk memperoleh nafkah batin dari Bang Herman.

Sempat kepikiran untuk menyusul ke Kalimantan dan tinggal dengan suamiku di sana. Akan tetapi aku memikirkan ketiga anakku dan juga orangtuaku disini. Jika aku membawa anak-anak, aku perlu memerlukan tempat tinggal yang layak untuk mereka disana.

Tempat tinggal Bang Dana di sana hanya sebuah petak kos-kosan saja. Bang Dana hanya menyewa satu kamar untuk tempat dirinya tinggal. Jika aku pergi ke sana, bagaimana nasib ketiga anakku yang harus berhimpitan saat tidur. Belum lagi-lagi barang-barang keperluan mereka yang membuat kamar kos Bang Dana begitu sempit. Kasihan anak-anak dan suamiku jika harus berhimpitan saat tidur.

Lalu bagaimana dengan orangtuaku. Aku tak apa-apa meninggalkan mereka disini, tapi tetap saja membuatku tak tega meninggalkannya. Walaupun ada adikku laki-laki Risky yang berusia 16 tahun, tetap saja aku masih tak tenang meninggalkan kedua orangtuaku. Cukup kakakku saja yang perempuan meninggalkan mereka karena dia harus ikut dengan suaminya merantau bekerja, sedangkan anak-anaknya dititipkan disini pada ibu dan bapak.

Bisa saja aku ikut menitipkan anak-anakku pada ibu dan bapak sama seperti kakakku. Namun, bukankah itu sama saja menambah beban mereka? Aku tidak ingin membuat ibu dan bapak kerepotan mengurusi cucu-cucunya, sedangkan orangtuanya sibuk mencari nafkah di pulau seberang. Umur mereka sudah terlihat tua harus mengurus banyak cucu-cucunya, walaupun aku yakin mereka sanggup. Akan tetapi apa kata orang-orang jika aku juga ikut menitipkan anak-anak pada orangtuaku.

Maka dari itulah aku memutuskan untuk memilih akal nafsuku daripada akal sehatku. Aku tidak tahu lagi bagaimana harus melampiaskan hasratku ini setelah ditinggal suami dan hanya Bang Hermanlah yang menawarkan bantuan untuk memberikan nafkah batinnya padaku. Urusan ketahuan atau hati, itu urusan belakangan. Yang terpenting aku dan Bang Herman bisa menikah secepatnya.

Saat sebelum waktu kami menikah pun, aku sempat mengutarakan keraguanku kepada Bang Herman, apakah pernikahan ini sah-sah saja? Apakah hukumnya boleh menikahkan wanita yang sudah bersuami? Namun, Bang Herman meyakinkan jika pernikahan ini bakalan sah-sah saja jika semua persiapan pernikahan sudah tersedia semuanya.

Aku yang tak tahu apa-apa hanya bisa mengikutinya saja tak bertanya lagi padanya. Aku hanya berdoa semoga jalan yang aku pilih ini tidak akan berimbas pada nasib burukku kedepannya.

...\=\=\=...

Pikiranku begitu tenang sekarang. Jiwaku begitu segar setelah aku menikah dengan Bang Herman. Kata Bang Herman, jika aku menginginkan nafkah batin lagi darinya, aku harus mengabarinya dan menentukan waktu yang pas agar kami bisa bebas melakukannya. Tentu saja ditempat yang aman saat melakukannya yaitu di rumahku pada malam hari saat anak-anak sudah terlelap.

Aku menjalani statusku yang mempunyai dua suami. Bang Dana yang menafkahiku secara lahir, sedangkan Bang Herman yang menafkahiku secara batin. Entah sampai kapan aku menjalani semuanya ini. Asal semuanya tidak terbongkar, semuanya akan baik-baik saja.

Namun, ada yang mengganjal di pikiranku tentang hal ini, yaitu bagaimana reaksi Bang Dana nanti jika aku sudah menikah lagi? Apakah Bang Dana juga sama sepertiku yang tak bisa menahan hasratnya? Apakah dia selingkuh disana?

Terpopuler

Comments

Sri Nurmaelana Sari

Sri Nurmaelana Sari

jangan di contoh itu kelakuan nya si nana sesat

2022-10-26

0

Rice Btamban

Rice Btamban

lanjutkan

2022-04-18

0

✰͜͡w⃠IDA💯♡⃝ 𝕬𝖋🦄

✰͜͡w⃠IDA💯♡⃝ 𝕬𝖋🦄

Ini mah namanya curhatan membawa petaka.
Dan napsu mengalahkan semuanya

2022-04-11

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!