Mendengar ucapan Liana, Ratih hanya tersenyum. Ia sadar kalau sebenarnya putrinya hanyalah korban semata dalam pernikahannya yang tiba-tiba.
"Ayo, jangan banyak bicara. Nanti kesiangan ke kantornya," ucap Ratih, pada anaknya yang terlihat cemberut karena tak mau memanggil suaminya untuk sarapan.
Dalam hati, Ratih merasa kasihan pada sang anak, karena harus menikah dengan orang yang tidak dikenalnya. Jangankan cinta mungkin rasa suka saja tak ada.
Saat ini Ratih harus mengesampingkan rasa sakit dan malu karena putrinya menikah tanpa restu dan kehadirannya di acara pernikahan Liana.
Saat ini yang terpenting memberikan dukungan kepada Liana, karena bagaimanapun juga putrinya itu pasti merasakan sakit seperti yang dialaminya.
Didalam kamar, Liana berdiri mematung kala melihat Rendy yang sedang duduk melamun, entah apa yang sedang dipikirkan Rendy saat ini?
"Ehem!" Liana berdehem, agar suaminya itu menyadari keberadaannya.
Seketika lamunan, Rendy buyar begitu saja kala ia mendengar suara Liana. Rendy menoleh kearah, Liana! tak ada senyuman diwajahnya hanya ada raut wajah yang kusut seperti pakaian yang belum disetrika.
"Ayo, kita sarapan bersama," ucap, Liana dengan sedikit mengulas senyum, terpaksa.
"Aku tidak berani," jawab, Rendy singkat.
"Oh, jadi Tuan Rendy Adijaya Syaputra yang tadinya memaksa saya untuk menikah dengannya sekarang nyalinya menciut didepan orang tua sang mempelai wanita? dasar pengecut." Setelah selesai dengan ucapannya, Liana segera keluar dari kamarnya!
Dimeja makan, Ayah dan ibunya Liana sudah menunggu anak dan menantunya untuk sarapan bersama.
Tak lama Liana muncul seorang diri tanpa adanya sang suami.
"Mana, suamimu?" tanya Ratih.
Liana hanya diam ia tak tahu harus berkata apa. Tiba-tiba datang sosok Rendy yang membuat senyum Liana mengembang. Setidaknya laki-laki itu tidak sepengecut yang ia bayangkan.
"Selamat pagi, Ayah, ibu," ucap Rendy.
Herdiawan segera mempersilahkan menantunya untuk bergabung bersama mereka, sedangkan Liana sudah bergabung duluan.
Mereka makan dengan senyap dan tenang, karena keluarga, Herdiawan tidak suka ada suara saat sedang makan.
Setelah selesai sarapan, Rendy mulai bicara, ia tidak ingin Liana menyebutnya sebagai seorang pengecut.
"Ayah, Ibu ... saya minta maaf, karena ulah saya, keluarga ini harus menanggung malu. Sungguh semua ini tidak terpikirkan sebelumnya oleh saya," ucap Rendy dengan nada memelas.
"Semua sudah terjadi, Nak." Herdiawan mengusap lengan atas Rendy.
"Kalau, Ayah dan Ibu mengizinkan, saya ingin menggelar acara resepsi disini, dikeluarga ini," sambung Rendy.
Herdiawan menarik nafas panjang lalu membuangnya secara perlahan.
"Kita bicarakan soal ini, nanti saja. Sekarang ayah sudah telat berangkat kerja," ucap, Herdiawan lalu segera bergegas berangkat kerja.
Rendy masih terdiam ditempatnya sementara, Ratih langsung mencuci piring bekas mereka makan.
"Bu, aku berangkat ya!" ucap Liana seraya mengulurkan tangannya kepada sang ibu.
Ratih menghentikan aktivitasnya sesaat.
"Kamu mau kerja, Nak?"
"Iya, Bu," ucap Liana singkat, ia segera melangkah menuju luar rumah.
"Bu, saya pergi dulu mau nganterin, Liana," ucap Rendy tak lupa ia menyalami mertuanya itu dan segera menyusul Liana!
Setelah Rendy berada diluar rumah, ia segera menarik tangan Liana untuk masuk kedalam mobilnya, "Ayo, akan aku antar kamu ke kantor," ucap Rendy.
Liana hanya diam dan menuruti saja apa kata Rendy. Saat keduanya sudah berada di dalam mobil, Rendy melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang! dua puluh menit berlalu akhirnya mereka sampai di depan kantor tempat Liana bekerja, tapi Rendy tidak menghentikan mobilnya, malah ia melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi.
"Pak bos, kantor tempat saya bekerja sudah terlewati," seru Liana.
Rendy tersenyum kearah Liana, "saya tahu. Sekarang kamu ikuti saja kemana arah mobil ini membawa kita," ucap Rendy.
"Anda mau menculik saya? jangan macam-macam ya, kalo gak saya teriak nih," seru Liana sambil memukul lengan atas Rendy.
"Kita sudah menikah, kalaupun kamu teriak itu hanya buang buang tenaga saja. Lagipula saya tidak akan menculik istri saya sendiri kan? kita harus bicara dari hati ke hati biar bagaimanapun juga pernikahan kita ini karena terpaksa," jelas Rendy panjang lebar.
Mobil terus melaju Liana memperhatikan jalan yang mereka lalui tampak seperti menuju hutan, jarang sekali ada kendaraan yang lewat ke tempat itu.
"Kenapa kita menuju hutan?" tanya Liana.
Rendy hanya diam, ia segera memarkirkan mobilnya dan mengajak Liana duduk dibawah pohon besar.
Liana yang merasa curiga kepada, Rendy langsung berjaga-jaga. Sedangkan Rendy, hanya tersenyum melihat tingkah Liana.
Saat mereka berdua sudah duduk bersebelahan dibawah pohon itu. Hening tak ada suara dari keduanya hingga beberapa menit kemudian Liana mencoba memecah keheningan.
"Apa yang perlu kita bicarakan?"
"Liana, sebelum kita menikah, kamu memberiku syarat. sekarang aku mau dengar apa syaratnya?" tanya Rendy.
"Aku ingin pernikahan kita hanya sementara, dan selama pernikahan kita tak ada malam pertama, kedua dan seterusnya sampai kekasih anda kembali," jelas Liana. Mengingat ia hanyalah mempelai pengganti suatu saat kekasihnya Rendy akan kembali dan ia akan dibuang begitu saja.
"Dengar, Li. Dikeluargaku tidak ada yang namanya perceraian. Bisakah kita mencoba untuk saling mencintai? kamu lupakan pacarmu dan sudah pasti aku akan melupakan Jenny," ucap Rendy dengan nada lembut.
"Aku, belum punya pacar, pak bos. bahkan aku takut jatuh cinta meski kepada anda, suami saya sendiri," ucap Liana. Pandangannya lurus ke depan dengan tatapan kosong.
"Apa salahnya mencoba, Li?"
"Baiklah, tapi selama belum ada cinta diantara kita dan anda belum melupakan pacar anda dan karena saya belum pernah pacaran, anggap saja pernikahan ini tidak ada. anggap saja kita masih pacaran. Ingat orang pacaran hanya boleh pegangan tangan saja," jelas, Liana panjang lebar.
"Sudah menikah, masa pacaran?" protes Rendy.
"Kalau gak mau, yasudah. Anggap kita tidak pernah bertemu," ketus Liana.
"Ya, nggak gitu juga, Li." Rendy menelan salivanya dengan susah payah, "masa udah nikah, cuma pegang tangan," ucapannya dalam hati.
"Yaudah, iya. Aku setuju." Dengan kesal, Rendy menyetujui permintaan Liana.
Sebagai laki-laki normal, Rendy merasa tidak mungkin tidak meminta lebih jangankan sama istri sama pacar aja kalu dikasih mungkin udah melakukannya.
Liana tersenyum lebar kala mendengar persetujuan dari Rendy.
"Tapi ingat, Li. Kita pacaran hanya kita yang tahu. selebihnya, seperti keluarga, sodara, teman dan semua orang, biarkan mereka menganggap kita sebagai sepasang suami istri, dan satu lagi jika didepan umum bersikaplah seperti seorang istri," ucap, Rendy.
Liana terdiam sesaat mencoba mencerna apa arti dari ucapan, Rendy. Karena tak kunjung mengerti, akhirnya Liana mencoba bertanya, "maksudnya gimana?"
"Kamu suka nonton film romantis? ya, kira-kira seperti itulah," ucap Rendy.
"Itusih keuntungan buat Pak bos, tapi kerugian buat saya," saut Liana yang mulai mengerti dengan ucapan suaminya itu.
"Liana, maukah kau menjadi kekasihku?" ucap Rendy, yang sedang berdiri didepan Liana sambil menggenggam tangan istrinya itu.
"Apasih, Pak bos?" ketus Liana.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 246 Episodes
Comments
Joan Silvia
kpn up lg iya
2022-09-26
2
Lina Lina
hayo liana pagi2 kena tembak pak bos kan hehehehe 🤭🤭🤭
2022-09-11
1
Lina Lina
mode oneng on wkwkwkwk 😂😂😂
2022-09-11
0