Selepas shalat subuh, aku langsung bersiap untuk ke pasar agar mendapatkan sayuran yang segar dan bagus karena usahaku ini membutuhkan itu. Aku akan membuka usaha catering, semoga usaha ku lancar dan kebetulan di daerah sini belum ada yang buka usaha catering.
Untuk hari pertama aku hanya akan membuat sedikit masakan untuk tester. Untuk dibagikan pada para tetangga dan Bu RT. Untung saja Lula sudah bangun jadi dia bisa ikut ke pasar bersama ku. Meskipun dia belum bangun aku akan membangunkannya karena tak mungkin tega aku meninggalkannya sendirian.
Aku menaiki angkot menuju pasar, cuma sekali naik angkot untuk sampai pasar. Masih pagi pun sudah terlihat sangat ramai, aku menggendong Lula agar tidak terpisah dengan ku. Apa lagi melihat kerumunan yang berdesak-desakan aku tak tega membiarkan putriku berdesakan.
Andai saja ada yang menjaga Lula di rumah aku lebih memilih agar Lula di rumah saja dan tak perlu membawanya ke pasar.
"Bunda!"
"Iya sayang! Kenapa nak?" tanyaku khawatir.
"Bau nda!" Aku tersenyum karena memang kebetulan aku lewat tukang ikan dan ayam.
"Sebentar ya sayang, nanti kita pergi dari sini setelah bunda beli ayam!" Lula mengangguk menurut. Ya Allah kasian putriku.
Maafin bunda ya nak! Udah bawa kamu hidup susah seperti ini! Hati ini terasa sakit dan sesak melihat keadaan putriku sekarang, harusnya dia di rumah masih tidur di kasur empuknya.
Aku kesulitan membawa belanjaan karena sambil menggendong Lula. Tapi jika aku melepaskan Lula, aku takut terpisah dengannya, tidak sengaja atau terlepas dari genggaman. Lebih baik aku kerepotan dari pada kehilangan anakku, permata hidupku.
"Sayang, lapar gak?" Lula mengangguk.
Aku membawanya ke tukang bubur ayam yang ada di depan pasar pinggir jalan. Aku menurunkan Lula dan mendudukkannya di samping ku.
"Mang buburnya satu ya. Tapi banyakin ya mang, makan disini!" ucapku.
"Baik mba!" jawab tukang bubur ayam.
Aku menunggu sambil mengajak ngobrol Lula, dia yang lebih banyak bercerita dia terlihat senang di ajak ke pasar, meski tadi sempat mengeluh karena bau. Aku bahagia jika anakku bahagia.
Tak lama pesananku jadi. Aku langsung menyuapi Lula dia makan begitu lahap. Aku tersenyum melihat putriku makan dengan lahap.
Saat sedang asyik menyuapi Lula, tak sengaja aku mendengar suara yang tak asing, ya itu suara mas Deni. Jangan sampai mas Deni melihat ku di sini. Dia pasti akan menghinaku habis-habisan dan akan mengataiku gelandangan jika melihat ku disini. Aku tak perduli dia mengataiku, yang aku takutkan dia mengambil Lula dariku.
Aku menundukkan kepalaku agar mas Deni tidak melihatku yang sedang dalam mobil menunggu pesanan buburnya. Tak selang berapa lama, Lula mengatakan kenyang. Aku bernafas lega aku segera membayar buburnya dan bergegas pergi sebelum mas Deni melihatku.
"Mbak, ini buburnya masih banyak. Apa gak di bungkus saja?!" tanya tukang bubur.
"Gak usah pak!" jawabku pelan agar mas Deni tidak mendengar suara ku.
Tapi sepertinya dia mendengar ku. Ku lihat dia celingak-celinguk seperti mencari seseorang. Aku segera menggendong Lula di depan, karena aku menggunakan gendongan di depan agar aku bisa mengobrol dengannya juga. Setelah selesai aku segera mengangkat belanjaan ku dan segera pergi namun langkahku di halangi oleh seseorang dan ternyata mas Deni dan selingkuhannya Lisa.
Dia tertawa melihat ku. "Benarkan kataku. Dia bakal jadi gelandangan jika pergi dari rumahku, dia bisa apa tanpaku? Sekarang lihat dia jadi gelandangan di jalan, apa kamu mengemis di lampu merah dan menggunakan anakmu agar orang kasian padamu?!" tanya mas Deni sambil tertawa mengejek.
Tanganku sudah mengepal, andai saja aku tak menggendong Lula dan tak membawa belanjaan, ingin sekali ku tampar mulutnya itu.
"Iya mas, lihat dia semakin belangsak hidup tanpa kamu!" tambah Lisa dan kembali mereka menertawakan ku serta meremehkan ku.
Aku malu saat orang-orang menatap ke arahku dan saling berbisik.
Aku menatap tajam mas Deni dengan dada yang naik turun karena menahan emosi.
"Sebaiknya kamu urusin hidupmu dan selingkuhanmu itu. Bukankah kita tak punya hubungan apa-apa lagi. Untuk apa kamu mengurusi hidupku, apa kamu belum bisa move on dari ku mas hingga harus mengurusi hidupku?!" ucapku lantang sambil menatap tajam mas Deni.
Dan ku lihat orang-orang kembali berbisik-bisik, entah apa yang mereka bicarakan. Lalu aku menatap tajam Lisa.
"Dan kamu pelakor. Urus saja hidupmu, terima kasih sudah menghancurkan rumah tanggaku. Selamat menikmati bekasku!!" Aku kembali berkata lantang dan ku lihat wajah mereka memerah menahan malu.
Aku tersenyum sinis, melihat mereka langsung berlalu ke mobil, setelah menerima pesanannya dia melajukan mobilnya. Saat melewati ku mas Deni menatap tajam ke arahku dengan tatapan penuh kebencian. Aku hanya membalasnya dengan tersenyum miring.
Kau mau mencoba mempermalukan ku mas. Tapi ternyata malah kamu yang malu mas. Aku tersenyum bahagia. Ku lihat putriku sedari tadi diam saja melihat pertengkaran aku dan ayahnya dan anehnya Lula sama sekali tak menyapa mas Deni. Bukankah setidaknya Lula memanggil mas Deni ayah. Tapi kenapa Lula diam saja? Kenapa dengan putriku? Dia seperti tidak mengenali mas Deni, ayahnya. Ya meski selama ini mas Deni acuh dan tidak perhatian pada Lula tapi aku selalu mengajari Lula untuk menghormati ayahnya, meski ayahnya tak pernah perduli.
Ya Allah ada apa dengan putriku? Tidak mungkin dia paham masalah ku dengan mas Deni! Dia masih terlalu kecil untuk mengerti masalahku.
Semoga tidak ada apa-apa dengan Lula, putriku! Dia hanya menatap ku dengan tatapan polosnya, dia seolah tidak mengenal mas Deni, ayahnya. Astaghfirullah.. ada apa ini?
bersambung..
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 55 Episodes
Comments
Yati Syahira
nyar akan terhiana pd waktunya deni dan lakor
2024-05-20
0
Sunarti
biarkan aja klg Deni menghina mu abaikan
2022-12-06
0
Rahayu Ayu
Up
2022-03-31
3