Pergi

Meski kata talak pasti terucap. Tapi tetap rasanya sakit mendengar kata talak dari mulut mas Deni. Aku sudah membersamainya empat tahun lebih tapi justru malah pernikahan ini kandas begitu saja. Ya Allah, sesak sekali dada ini. Kuatkan aku ya Allah. Demi Lula aku harus kuat dan berjuang untuk masa depan Lula.

Saat ini aku hanya akan fokus membesarkan Lula dan dia harus jadi orang yang sukses.

Setelah mendengar kata talak dari mas Deni aku pamit pada mas Deni. Sekarang aku tidak bisa lagi menyentuh tangannya karena dia sudah bukan mahram ku lagi.

Aku menggandeng koper dan Lula mengikuti ku. Aku mendengar mereka tertawa. Aku akan buktikan pada mereka aku bisa sukses di atas kakiku sendiri.

"Hati-hati! Kalo udah jadi gelandangan jangan datang kesini minta sumbangan!" teriak mas Deni dan di sambut tawa yang lainnya.

Aku sudah ada di luar dan tak memperdulikan ucapan mas Deni. Aku menunggu taksi yang sudah ku pesan. Tujuanku saat ini adalah rumah kedua orangtuaku. Orangtuaku sudah meninggal karena kecelakaan kereta dua tahun yang lalu dan sekarang aku hanya punya Lula. Padahal aku pikir mas Deni adalah pria yang bisa menjaga dan melindungi ku dan seseorang yang aku miliki setelah Lula, tapi nyatanya dia malah mencampakkan ku dan memberi luka yang begitu besar.

Tak lama taksi yang ku tunggu akhirnya datang, pak supir membantu memasukkan koper ke dalam mobil. Setelah selesai dia kembali ke balik kemudi dan melajukan mobilnya. Aku menatap rumah mas Deni. Rumah minimalis berlantai dua, sudah tiga tahun lebih aku tinggal di rumah itu dan kini aku harus pergi meninggalkan rumah yang sudah melindungi ku dari panasnya terik matahari dan dinginnya saat hujan turun.

Aku menghela nafas berat, seperti ada beban yang menghimpit dadaku. Ya Allah kuatkan aku, bantu aku untuk bangkit dan jangan biarkan aku rapuh dan lemah. Aku harus kuat demi putriku, Alula.

Sekitar empat puluh lima menit mobil sampai di halaman rumah kedua orangtuaku. Pak supir kembali membantu mengeluarkan koper-koper ku.

"Terima kasih pak!"

"Sama-sama mbak!"

Supir taksi itu pun pamit. Aku menatap rumah yang akan aku tempati sekarang, mudah-mudahan Lula betah tinggal di sini. Awalnya rumah ini di kontrakan, tapi sudah sebulan ini rumah ini kosong dan ternyata aku yang menempati rumah ini sekarang.

Aku mengajak Lula masuk, setelah membuka kunci dan membuka pintu kami masuk. Rumahnya berdebu, Lula langsung batuk-batuk.

"Sayang, tunggu di luar dulu ya. Bunda bersihin kamar dulu!" Lula mengangguk dan duduk di bangku luar sambil bermain dengan bonekanya dia memang anak yang penurut dan tidak nakal.

Aku lebih dulu membersihkan kamar, agar Lula bisa bermain di kamar dan aku akan membersihkan tempat lainnya. Ku tatap atap, sepertinya banyak yang bocor apa lagi pas kena tempat tidur.

Sepertinya aku harus merubah posisi tempat tidur agar tidak terkena yang bocor. Aku berusaha sendiri menggeser ranjang, meski berat dan membuat ku ngos-ngosan. Tapi dengan usahaku akhirnya posisi ranjang itu berubah, kepala ranjang menghadap jendela agar tidak terkena bocor kalo hujan.

Di rumah ini ada tiga kamar dan kamar ini kamar yang paling besar, makanya ranjangnya pun besar. Kamar ini dulu bekas orang tuaku. Sedangkan dua kamar lainnya kecil bekas kamarku dan adikku yang juga meninggal karena kecelakaan itu.

"Bunda!" tiba-tiba putriku memanggil dia sudah berdiri di ambang pintu kamar.

"Iya sayang kenapa nak?" Aku menghampirinya dan mengusap kepalanya.

"Lapar bunda!"

Astaghfirullah.. Aku lupa kalo Lula belum sarapan aku juga belum sarapan.

"Ya udah kita cari sarapan yuk!" Lula mengangguk antusias.

Aku menunda membereskan rumah, aku keluar mencari sarapan. Keadaannya sudah berbeda, dulu tukang nasi uduk melewati tiga rumah dari rumahku. Bu Tati yang jualan nasi uduk dan bermacam-macam Makanan untuk sarapan, tapi sekarang tempat itu jadi tempat potocopy.

Sudah banyak perubahan, tetangganya pun baru semua sepertinya. Aku berjalan sekitar seratus meter dari rumah sambil menggendong putriku. Tak jauh aku lihat ada warung nasi, aku bergegas ke sana. Tempatnya ujung dan ternyata pinggir jalan, aku harus menyebrang untuk ke sana.

Selesai sarapan di warung, aku dan Lula kembali pulang. Tak lupa aku membeli untuk makan siang, kalo untuk makan malam nanti aku akan beli sembako untuk keperluan sehari-hari, nanti malam aku akan masak telur saja.

Untung saja aku masih punya tabungan, dan besok aku akan menjual emas-emas ku. Aku sudah memikirkan usaha apa yang akan aku geluti. Yang pasti tidak meninggalkan rumah dan Lula, aku tak mungkin mencari kerja karena jika kerja aku harus meninggalkan Lula dan aku tak akan mungkin tega meninggalkannya. Makanya aku akan buat usaha yang tidak meninggalkan rumah, selain itu aku juga masih jualan online yang biasa aku lakukan.

Mudah-mudahan usaha ku lancar dan berkembang. Aamiin ya Allah!

Selesai membereskan rumah, aku menghampiri putriku ternyata dia sudah terlelap mungkin dia bosan hingga mengantuk. Aku membenarkan posisi tidurnya agar lebih nyaman. Untung saja aku sudah mengganti sprei dan sudah membersihkan kamar itu.

Aku mengecup kening Lula. "Bunda akan berjuang untuk kamu sayang! Sekarang kamu adalah prioritas bunda!"

Aku membaringkan tubuhku di samping Lula, karena aku pun merasa sangat lelah setelah membersihkan rumah dan tak terasa aku terlelap menyusul putriku ke alam mimpi.

bersambung..

Terpopuler

Comments

Sunarti

Sunarti

mg ada jln menuju kebahagiaan mu

2022-12-06

0

Rahayu Ayu

Rahayu Ayu

Lanjut thor

2022-03-31

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!