Bolehkah? Bolehkah aku menyimpan rasa sebelum menghalalkanmu? Bolehkah aku melukis kenangan bersamamu? -ilewaing-
•••
"Benar di sini?"
Kedua pasangan itu belum beranjak keluar dari dalam mobil. Mereka memarkirkan mobil tepat di depan rumah sederhana yang bertuliskan 'Yayasan Peduli Kasih' Salah satu rumah panti asuhan yang terdapat di daerah itu. Ziran kembali bertanya memastikan pada Afra mengenai tempat tujuan mereka saat ini.
Afra menatap Ziran sebentar, mengangguk sebagai jawaban. Segera dia memgambil belanjaannya dan ingin turun dari mobil. Belum sempat membuka pintu, kantung bonekanya di tahan oleh Ziran.
"Aku ikut!"
Semua barang Afra di ambil alih Ziran dan turun lebih dulu. "Hais, orang itu semaunya sekali." Dia turun, turut berlari kecil mensejajarkan langkah dengan Ziran. Bersama mereka memasuki pintu pagar kayu rumah tersebut dalam keheningan.
Ceklek, citt ....
Pintu rumah lebih dulu terbuka dari dalam sebelum diketuk.
"Alamak jang. Amboi ... Terkejut saya!" Dinda Syakaria, gadis asli dari Malaysia Kuala Lumpur, menjadi satu-satunya orang berhati baik yang mau membantu mengurusi anak Panti. Dia tinggal di panti sekaligus bekerja di salah satu perusahaan cukup maju. Gaji yang dia peroleh cukup untuk biaya hidupnya dan semua anak Yatim Piatu itu. "Eh, awak ternyata jadi datang? Saya kira awak sibuk lagi, tak ada kabar."
"Assalamualaikum Din, maaf sudah buat kamu kaget. Gak sibuk lah, kan sudah janji sama anak-anak untuk sempatkan datang hari ini."
Mereka sudah sangat lama mengenal sejak Afra masih duduk di bangku SMA kelas akhir. Umur Afra sekarang 23 tahun dan Dinda 27 tahun. Afra sering datang ke panti sekedar bermain bersama anak-anak atau menghibur mereka. Awalnya mereka susah berkomunikasi karena perbedaan bahasa, lama-kelamaan mulai terbiasa. Dan terkadang mereka bertukar bahasa, dan paling parahnya malah berbahasa seperti bahasa campur aduk (Malaysia-Imdonesia/Indonesia-Malaysia).
"Waalaikumsalam. Beruntung awak datang hari ini. Risa dan Riski dari tadi cari awak, budak tuh selalu tanya awak di mana? Lama tak datang. Merajuk pula tuh, tak nak makan." Dinda memijat lelah keningnya, pusing. Afra tahu, membujuk anak makan itu sangat susah dan butuh kesabaran tinggi.
"Astagfirullah, mereka di mana? Mak Ijah ada?" Afra selalu menjadi hal yang di tunggu-tunggu datang, apalagi dua anak kembar yang bernama Risa dan Rizki, paling senang dengannya.
"Ada kat dalam. Eh, masuklah dulu, tak eloklah cakep kat luar rumah nih. Ets, tapi nanti dulu!" Seketika arah mata Dinda menusuk tajam orang di belakang Afra, lelaki yang sejak tadi diam dan hanya menyimak. Ziran yang ditatap begitu langsung tersenyum kaku. "Siapa pula yang awak bawa, nih? Pacar awak yeh?"
Afra melirik ke belakang, tersenyum kecil menatap wajah kebingungan Ziran. Ziran pasti tidak paham bahasa malaysia. "Dia ... Tunanganku, Din."
"Amboi ... dah nak kahwin rupanya. Taniyah!" Dinda tersenyum senang dan memberi selamat dengan pertungan mereka. Dinda mendekat dan memeluk Afra erat, seperti seorang kakak yang senang saat mendengar adiknya ingin menikah.
Ziran hanya mampu mendesah frustasi mendengar bahasa yang tidak biasa dia dengar, namun dia sedikit paham.
"Kenalkan, nama saya Dinda. Nama awak siapa?" Dinda mengajak Ziran berkenalan.
"Muhammad Ziran, panggil saja Ziran." Syukur dia pernah nonton kartun malaysia Upin-Upin, jadi bisalah dia membiasakan diri dengan gadis bernama Dinda itu. Suasana mulai mencair, terlihat dari senyuman Dinda yang terbit untuk Ziran. Afra pun ikut tersenyum.
"Alamak sampai lupa pula, marilah masuk. Awak harus kenalkan calon awak tuh kek Mak Ijah, seronok sangatlah dia tuh."
Tiba di ruang tamu, Afra dan Ziran baru hendak ingin duduk di kursi kayu terhenti karena anak-anak panti yang melihat kedatangan sosok yang di tunggunya. Mereka. langsung menyerbu Afra, memprebutkan Afra, memeluk, mencium, bertanya, bahkan meminta hadiah padanya.
Afra di kroyok!
Mau tak mau Dinda dan Ziran turut membantu menenangkan anak-anak yang berebut menanyai afra ini itu dan meminta hadiah tidak sabaran. Ziran menggeleng kagum melihat kesabaran gadis itu membendung keantusiasan anak-anak, tidak ada lelah dan pusing melihat kegaduhan itu. Dia menjawab penuh kelembutan dan kasih sayang yang sama, tidak dibeda-bedakan.
Setelah selesai mengurusi anak-anak yang mulai tenang dan sibuk dengan hadiah masing-masing. Mata Afra mencari keberadaan dua sosok anak kembar yang belum dijumpainya di manapun. Posisi Afra sekarang sedang berdiri dengan lutut karena tadi anak-anak minta di cium setelah menerima hadiah. Namun, saat merasakan tarikan kecil di Jilbabnya Afra menoleh ke belakang. Dan di target di temukan. Dua anak kembar, Risa dan Rizki sedang menatapnya cemberut.
"Kakak terlambat." Risa menggembungkan pipinya dan memalingkan wajah, tidak menatap Afra.
"Alah, maafkan kakak datang terlambat, kakak salah. Janji deh, lain kali kakak akan tepat waktu." Afra berusaha membujuk.
Sekarang gantian Rizki yang memalingkan wajah ke arah berlawanan dengan Risa. "Ulang tahun kami sudah dirayakan dan kakak tidak datang. Rizki ngambek ah, gak mau bicara. Kamu aja Risa." Rizki mendorong pelan bahu kakaknya, menyuruhnya memarahi Afra karena melawatkan janji yang akan datang sebelum acara di mulai.
"Nggak mau, aku juga ngambek gak mau bicara."
Mereka berdua beradu mulut karena tak ada yang mau memarahi Afra atas kesalahannya. Ziran yang dari tadi memperhatikan akhirnya turun ikut campur tangan. Pelan-pelan dia meraih salah satu pundak dua anak kembar itu dan menyamakan tingginya. Risa dan Rizki menatap kesal pada laki-laki tinggi di depannya, mungkin tatapannya lebih bermaksud seperti 'Sok kenal sekali anda.'
Ziran melakukan pendekatan. "Oh, jadi kalian lagi ulang tahun hari ini?" dua anak itu serempak menjawab dengan anggukan kepala. "Dan masalahnya Karena kak Afra gak datang tepat waktu ke acara kalian, jadinya kalian marah?" Lagi-lagi anak kembar itu mengangguk.
"Hm ... gitu, yah." Ziran menjeda kalimatnya sebentar. "jadi ... Sekarang kalian mau kasih hukuman apa ke Kak Afranya?" Ziran bertanya serius pada dua bocah usia 8 tahun itu.
Risa dan Rizki berpikir.
Ziran menyempatkan waktu untuk tersenyum manis pada Afra di sampingnya, tapi Lelaki itu malah mendapat pelototan tajam dari Afra.
Apa-apaan ini! Afra kira Ziran akan menyelamatkannya, tapi malah mencoba menjadi penghasut supaya dia mendapatkan hukuman.
"Awas saja kalau ... " Ucapan Afra berhenti saat mendengar suara girang Risa yang telah selesai berpikir.
"Aha! Kita main petak umpet saja. Sebagai hukumannya kak Afa yang jaga, kita semua sembunyi. Kalau kak Afa nemuin Risa atau Rizki yang pertama, kami bakalan maafin kak Afa, deh."
Ziran langsung tertawa merdu mendengar penuturan bocah perempuan itu. Lebih tepatnya menertawai nasib Afra yang menjadi korban karena hasutannya mengusulkan hukuman kepada Tunangannya. Lihat, wajah Afra berubah horor, tatapan matanya lapar ingin memangsa Ziran yang puas menertawainya. Ujung mata Ziran berair saking senangnya.
"Kau benar-benar mencari masalah tuan Ziran!" Sinisnya semakin menajamkan mata.
"Maafkan Aku." Permintaan maaf Ziran yang di buat-buat menyesal, menambah berkali lipat kekesalan seorang Afraza Humairah.
"Nonono! Kak laki-laki tinggi ini juga harus berjaga bersama kak Afa. Aku yakin, yang membuat kak Afa terlambat ke ulang tahun kita, karena kakak ini. Jadi, dia juga harus di hukum!"
Risa memikirkan perkataan adiknya. "Benar juga. Kakak juga di hukum!"
Kini gantian Afra yang tertawa membahana membalas tawa merdu Ziran tadi. Lebih menggelegar sampai dia bangkit berputar, meloncat-loncat memegangi perutnya yang sangat geli. RASAKAN!
Ziran bermuka flat, wajahnya terlihat kasihan. Dia balas menatap sayu kepada anak lelaki di depannya yang ternyata lebih licik darinya. Kenapa jadi dia yang kena imbasnya?
"Pfft ... Hahah, gimana, hahah, rasakan! Hahah ...." Ejek Afra menari-narikan indah jari telunjuknya di depan wajah Ziran dengan tawa tak bisa di tahan. Jurus terakhir, Afra memeletkan lidahnya, membuat wajahnya jelek, dan itu membuat Dinda yang dari tadi menonton ikut tertawa. Ziran diam menerima itu semua, sementara otaknya tengah berpikir licik untuk membalas Afra.
"Udah ayo cepat kak! Kita main di taman belakang rumah. Ayo Ayo!" Risa menarik tangan Afra dan Rizki menarik tangan Ziran, mengikuti mereka kebelakang rumah. Sebelum keluar rumah Rizki berteriak ke arah anak-anak lain yang tengah bermain.
"Hei! Ayo main petak umpet. Kalian semua sembunyi nanti kakak-kakak ini yang nyari kita. Cepatan!"
Intruksi komandan kecil tidak perlu di ulang dua kali. Semua prajurinya langsung berlari melaksanakan tugas tanpa komentar. Semuanya sudah pergi keluar rumah.
Dinda melihat Mak Ijah yang baru keluar dari kamar setelah melaksanakan sholat menatap bingung pada Afra dan juga seorang pemuda, tengah di tarik ramai-ramai oleh anak-anak.
"Ada apa? Neng Afa datang sama siapa? Dan, loh. Kok mereka di tarik gitu sama anak-anak kebelakang rumah?" tanya Mak Ijah pada Dinda.
"Tak ade apa-apa lah, Mak Ijah. Main seronok-seronok, jeh. Mari kita tengoklah." Dinda rasa menjelaskan siapa Ziran pada Mak Ijah bukanlah tugasnya. Biar nanti Afra yang cerita.
***
"Nanti kakak-kakak mengahadap pohon, tutup mata dan hitung sampai 10. Setelah kami teriak SIAP, kakak berdua boleh cari kami semua. Terus kalau ketemu salah seorang dari kami, kakak balik lagi ke pohon, pegang pohonnya terus teriak seperti ini, " Reno, Mati!" Gitu kak, paham tidak?"
Ajudan yang di tunjuk oleh komandan Rizki, bernama Reno. Anak berambut gribo dan matanya sipit begitu semangat membara menjelaskan aturan main. Oh, tidak. Mereka berdua seperti kucing pencari ikan!
"Paham kan, calon istriku?"
"Seharusnya aku yang nanya gitu. Paham kan, calon suamiku?"
Keduanya balik menggombal satu sama lain dan senyum licik keduanya terbit. "Kita harus kompak, yah!" Ziran mengedipkan sebelah mata.
"Siap! Kita habisi mereka semua!" Afra balik mengedipkan satu mata.
"Nah, gitu dong. Makin seru, nih! Cepat kak ke pohon tutup matanya, jangan lupa hitung yah!"
Tak perlu di teriaki dua kali oleh Risa. Afra dan Ziran segera ke pohon, berdiri berhadap-hadapan, menaruh dua telapak tangan ke wajah masing-masing dan menyadarkan kening di pohon tersebut.
"Oke, kita mulai hitung yah!" Teriak Afra yang mendapat teriakan mantap dari anak-anak.
"1-2-3-4-5-6-7-8-9 ...10!" Kompak Afra dan Ziran berhitung.
"Sudah siap belum?!" Ziran bertanya memastikan.
"SIAPPPPP!" Sepasang manusia itu langsung melepaskan telapak tangan dari wajah, bertukar pandangan dan senyum penuh arti terbit dari keduaanya.
"Mari kita berperang. Siapkan sentaja!" Ziran membentuk jarinya seperti senjata.
"Baik kapten!" Afra mengikuti gaya Ziran dan berlagak seperti drama action di film-film yang pernah di tontonnya.
"Berpercar! Kopral Af ke selatan, saya akan ke utara." Setelah mendapat anggukan mantap Ziran. Afra mulai berlari membawa senjata bentukan jarinya ke sana kemari mencari target. Kaki Afra hendak melangkah saat menangkap sebuah bayangan di bawah matahari tengah berlari, namun terikan Ziran menghentikannya.
INNALLILLAHI!
"Afra, saya gak tau nama mereka semua? gimana caranya mematikan mereka?"
Iya juga! Kok, bisa lupa yah? Ziran kan, baru mengenal Risa dan Rizki saja. Yang lain? Aduh, sudah pasti tidak! Afra berpikir keras dengan otak pintarnya, beberapa detik berlalu otaknya langsung berdering tanda ide briliannya muncul.
AHA!
"Teriak saja! Gambarkan ciri-ciri mereka secara detail, aku akan menjawab cepat!" Afra sudah hapal semua ciri-ciri anak panti dan hanya itu solusinya.
"Siap, laksanakan kopral Af!"
Keduanya kembali melaksankan tugas. Afra sudah mendapat tiga orang lainnya, dan mematikan mereka. Di sisi lain, Ziran kembali berteriak keras, ini yang ke empat kalinya.
"Af. Yang ini cewek, rambutnya panjang, giginya ompong dua, matanya bulat, alisnya lurus, hidungnya agak pesek, dan pake baju putih!" Setelah berteriak. Ziran berlari ke pohon, sambil menunggu nama anak itu di tebak oleh Afra.
"Oh, itu Desi!"
"DESI, MATI!" Nafas Ziran ngos-ngosan menyentuh pohon. Istrahat sebentar, memilih bersandar di pohon. Tak lama, Afra juga telah kembali berjalan letih ke pohon dengan anak-anak yang telah gagal tadi mengikutinya di belakang. Dia menyandarkan tubuhnya ke pohon sama seperti Ziran.
"Capek, yah?" Ziran bertanya prihatin menatap bulir keringat Afra mengempul di dahinya.
"Seperti itulah ... "
Ziran mengeluarkan sapu tangan dari saku celana bahannya dan menyerahkannya ke calon istrinya. "Ini .... "
Afra menerima sapu tangan itu. "Terima kasih, kak." Sambil tersenyum. "Tinggal anak kembar itu lagi. Kira-kira mereka sembunyi di mana ya? susah di dapat" Afra melirik ke atas pohon dan berpikir.
"Ketua geng memang, gitu. Lama matinya."
Lelah menatap ke atas, Afra menyandarkan kepalanya lemah ke batang pohon. "Udah mau Asar, gimana dong, kak?"
"Kita selesaikan ini cepat, terus pulang. Kamu kelihatan lelah sekali."
Pasangan itu hendak berdiri namun, teriakan Dinda membuat mereka urungkan niat. "Hei, marilah masuk. Risa dan Rizki dah tertidur dari tadi kat dalam kamar!"
Pernyataan itu bagaikan lelah Afra yang ditimpa batal tidur. Ingin sekali tertidur, atau bahkan pinsan saat itu juga. Mereka dari tadi lelah mencari kedua bos itu, tapi anak kembar itu dengan liciknya tidur, dari tadi? Astaga mereka telah di bohongi.
"Pfft ... hehehe," Reno, ajudan Rizki menahan tawa, Ziran dan Afra menatap anak itu curiga.
"Oh, jadi kalian juga tau dan telah merencanakan ini?" Ziran mengintimidasi semua anak itu.
"Kami hanya mengikuti perintah pak Bos, kak. Hehe, maaf yah kak." Reno menjawab bersalah.
"Sudahlah, semua sudah terjadi. lagian Kita sangat menikmatinya. Seperti kembali ke masa kecil dulu, kan." Afra menengahi.
Benar juga. Ziran seperti kembali bocah saat ini. Dan, yah. Dia menikmati waktu lebih dekatnya bersama Afra. Setidaknya waktu ini sangat berharga, kenangan kebersamaan mereka berdua sebelum menjadi keluarga.
Ziran tidak marah, hanya sedikit kesal dengan kecerdikan dua bos anak-anak ini. Kecil-kecil cabe rawit, pintar mengerjai orang dewasa.
Mereka semua kembali ke dalam rumah dan menemukan dua anak kembar itu sudah bangun dan sedang makan. Cengiran keduanya membuat dada Ziran bergemuruh ingin memberi pelajaran. Tapi Afra lebih dulu mengambil tindakan mengelus kepala sepasang anak kembar itu.
"Kakak pulang dulu, yah. Capek main petak umpetnya." Lembut suara Afra menyapa pendengaran Ziran. Huh, pintar sekali Afra menahan emosi lelahnya.
"Hehe, maaf yah kak Afa. Sebenarnya Risa gak bermaksud ngerjain kakak. Tapi karena rencana Anti Dinda dan Rizki aku juga ikut, deh."
Ya Allah. Ternyata biang keroknya Dinda! Telinga Ziran sudah keluar asap panas, matanya mencari liar sosok gadis malaysia itu.
"Anti Dinda juga ikut?" Afra masih melembutkan suranya, ikut melirik sekitar mencari Dinda.
"Iya. Anti Dinda yang ngajarin Rizki. Katanya, mau buat kakak-kakak lebih dekat lagi dan saling kenal gitu. Aku sebenarnya bingung, tapi nurut ajah. Rizki lihat, Kakak laki-laki itu juga suka sama kak Afa, jadi cepatan nikahnya yah."
Hm, jadi inti dari semua ini adalah, ingin mendekatkan mereka berdua?
"Aminn. Nah, kalau gini kak Ziran gak jadi marahnya. Niat kalian mulia sekali, doakan yah semoga kami cepat nikah dan punya anak cerdik seperti kalian ini." Asap panas tadi tiba-tiba di siram air dingin setelah mendengar penuturan Rizki polos itu. Tangannya mengacak gemas rambut anak itu. Dia juga harus berterima kasih pada Dinda.
Afra menajamkan mata memberi peringatan dini pada Ziran untuk tidak melampaui batas.
"Eh, hampir lupa. Hadiah kalian ada di kamar yah. Tadi sudah kakak titip sama Anti Dinda."
"Udah liat kak. Makasih banget boneka kembarnya, yah. Sayang akak!" Semuanya memeluk Afra sayang. Gadis itu hanya mampu tersenyum menyambut anak-anak lain yang ikut memeluknya. Ziran terkekeh kecil.
"Iya. Kakak juga sayang kalian semua. Udah yah." Pelukan terlepas. "Kami mau pamit dulu ke Mak ijah dan Anti Dinda sebelum pulang. Kapan-kapan kita main lagi, oke."
Semua mengangguk antusias.
"Undangannya di tunggu, yah. Cepatlah kahwin, awak jangan nak menjomlo terus." Dinda menyerobot masuk ke barisan dan memeluknya Afra erat. "Semoga engkau bahagia selalu. Saya terus doakan engkau kat sini. Ziran, aku titip dia, bahagiakan dia!"
"Aku berjanji. Akan selalu ku ingat pesanmu."
Mereka larut dalam bahagia yang tak terkira. Sebagai pria sejati, Ziran tak akan ingkar! Janjinya adalah membahagiakan Afra dunia dan Akhirat sudah di ukir cantik di dadanya.
-To Be Continue-
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 57 Episodes
Comments
linda lidiawatidewi
pas baca dialognya Dinda eh seketika suara kak Ros terngiang di telinga aku 😁
2021-04-17
1
.
yang ini nyicil bacanya ya,tapi udah aku like disetiap episodenya kok,semangat ya...
Aku tunggu feedbacknya..
2020-06-24
1
Lina agustin
semangat ya
2020-06-06
2