Itukah persyaratan untuk mencintaimu? Jika memang itu caranya, akan ku kabulkan hanya untukmu! -ilewaing-
•••
"Nak? Bagaimana?"
Afra tersentak kaget karena usapan ringan Abinya pada bahu kanannya. Daud menatap putrinya meminta jawaban, tapi tidak ada satu katapun yang Afra ucapakan sebagai jawaban atas lamaran itu.
Ziran menatap lamat-lamat pada Afra. Dia tau, hal seperti ini tidak mudah di putuskan begitu saja. Menikah itu soal masa depan dan menyatukan dua manusia bukan hal yang main-main. Sulit! Siapa saja tidak mampu beradabtasi cepat setelah statusnya berubah. Prosesnya sangat panjang sehingga keseimbangan antara dua pasangan bisa stabil.
"Semua terserah padamu saja, Abi akan tetap mendukung. Tapi Abi sarankan, pikirkan baik-baik hal ini, nak. Kamu pasti tidak mau menyesalkan di akhir, kan?" Perkataan Abi membuat perasaan gadis itu semakin lesu. Pikiran dan hatinya berkecamuk memperdebatkan pilihan apa yang harus dia pilih. Dia butuh waktu berpikir!
Ziran adalah laki-laki yang baik. Dia bisa merasakan itu dari aura hangat dan bersahabat darinya. Sering terseyum membuat mata hangat itu menyipit dengan lesung di pipi kirinya semakin nampak, dan juga semakin tampan. Yang paling dia sukai adalah manik coklat terang itu, hangat dan menenangkan dipandang. Kulitnya tidak seputih orang korea, warna kulitnya sangat khas orang indonesia sawo matang. Afra mengira tingginya sekitar 180 cm atau mungkin bisa lebih lagi, di bandingkan dengan Afra yang hanya memiliki tinggi 160 cm yah, cukup ideal. Bentuk tumbuhnya ... ah, sudahlah Afra tidak mau berpikir terlalu jauh lebih dalam, intinya tubuh itu terlihat profesional.
Afra kembali diam. Semua orang menunggu, harap-harap cemas. Terutama Ziran, berada di posisinya tidak bisa di katakan baik. Wajahnya tegang namun dia berusaha tetap tenang, menanti kata "Iya, aku mau" Dan menyiapkan diri untuk jawaban "maaf, aku tidak bisa." dari Arfa, gadis yang dia lamar beberapa waktu lalu. Setiap lelaki pasti punya kegugupan, apalagi di hadapkan untuk meminta seorang gadis pada orang tuanya itu bukan hal mudah! Butuh keberanian dan mental baja. Syukur kalau lamaran itu di terima, tapi jika di tolak? Entah, bagaimana kabar hati lelaki?
"Bismillah. Aku menerima lamaran ini." Perkataan menyakinkan dari Afra membuat semua orang terkena serangan jantung. Mereka menatap antara takjub dan tidak percaya. Hasil dari kesabaran menunggu berbuah manis.
"Alhamdulillah." Syukur mereka semua.
Terlihat Ziran tengah bernapas lega dan sangat bersyukur. Dia di terima! Nikmat tuhan mana lagi yang dia dustakan!
Semua turut tersenyum penuh suka cita. Irana, saking senangnya memeluk putri kesayangnya lalu berbisik pelan. "Umi bahagia sekali, sayang. Semoga kamu juga selalu bahagia. Umi percaya dialah orang yang tepat untukmu, nak."
"Aminn, Umi." Rasanya tak rela melepaskan sesuatu yang telah lama kita miliki. Itulah orang tuanya. Namun Afra tak mau egois demi mempertahankan kebebasanya, orang tuanya yang berkorban. Dia sudah banyak menyusahkan dari lahir, sekarang waktunya balas budi. Uminya juga terlihat sangat menyukai Calon menantunya. Dia percaya "pilihan orang tua tak pernah salah"
Afra megalihkan atensi pada calon suaminya, Ziran.
"Tapi ... " Jeda yang cukup pajang membuat semua mata memandang was-was pada Afra. kesenangan yang baru tercipta beberapa detik lalu harus di renggut paksa moment ini. Tampak semuanya tengang, menduga-duga apa yang akan gadis itu katakan?
"Aku punya permintaan pada kak, Ziran. Apa kakak mau memenuhinya?"
Afra menatap Ziran, pemilik manik coklat sehangat mentari pagi. Sejak awal dia sudah terpesona dalam kelembutan mata itu, begitu nyaman dipandang. Lagi-lagi dia harus mengendalikan diri membuyarkan lamunannya mengagumi mata indah itu.
"Katakan! Aku tak mungkin pulang dengan tangan kosong, Humairah." Ucap Ziran menatap lurus ke arah mata Afra.
Afra tau ini gila, tapi untuk mengetahui seberapa besar kesungguhan lelaki di depannya, dia harus mengujinya. Dia mengambil langkah ini setelah beberapa kali pertimbangan dalam otaknya. "Baiklah kalau begitu."
"Aku tidak minta banyak, cukup 2 permintaan. Pertama aku mau surah An-Nisa sebagai mahar pernikahan. Dan yang kedua, hapalan 30 juz Al-Quran setelah kita menikah. Itu saja, apa kakak sanggup?"
Afra melihat jelas senyum rupawan Ziran yang menatapnya intens beberapa saat. Dan perkataan mantap Ziran menjawab semuanya, membuat kini dia telah sah menjadi menyandang status "Calon Istrinya."
Orang tua sepasang manusia itu sedari tadi menyimak, tentu saja sangat terkejut dengan pengajuan syarat gadis itu. Dan tak kalah terkagumnya mendengar jawaban sang lelaki.
"InsyaAllah, aku sanggup. Aku juga sudah memutuskan waktu dan tanggal pernikahan kita, tepatnya satu bulan lagi. Dua hari sebelum pernikahan, aku akan datang membawa hapalan surah An-Nisa dan ku dengarkan untukmu."
Perkataan mantap dan penuh kewibaaan itu membawa ketenangan tersendiri bagi Afra. Benar kata Uminya, lelaki ini sangat pemberani. Ziran bahkan tidak berpikir lama atau satu menit pun tak cukup menjawabnya penuh keyakinan bahwa dia bisa. Jangan-jangan Ziran adalah seorang Hafiz Quran? Dan jangan-jangan dia telah hapal 30 juz Alquran itu? Bisa jadi, kan? Ah, tapi itu sudah tidak penting. Rasanya permintaannya tidak salah, jika benar dugaannya bukankah berarti calon suaminya itu orang yang Sholeh?
"Alhamdulillah, aku akan sangat menantikan itu."
Masih ada rasa sedih pada batinnya mengenai Hobinya yang akan terancam hilang itu. Tapi semua ini di lakukan untuk kebahagian orang tuanya, terutama untuk Uminya, Irana. "Dan satu bulan lagi. I must say goodbye for my freedom," Lirihnya sangat-sangat pelan, mungkin hanya berupa gerakan bibir.
"Hais, ternyata Kak Afa di sini? Tadi Rian cariin di kamar loh, mau pinjam hp buat main Game gak ada. Hmp ... " Celoteh panjang anak umur 6 tahun tiba di ruang tamu dengan wajah super kesalnya. Bibirnya mengerucut dengan Kedua kakinya di sentak ke lantai. Anak itu bersedekap tangan di dada langsung memalingkan wajahnya ke kiri dengan muka di tekuk, merajuk.
Afra langsung bangkit dari duduknya dan berjalan cepat ke arah anak itu dengan tawa gelinya. Namanya Arian, adik kecilnya yang lucu dan sangat suka merajuk. Umi dan Abinya memperhatikan juga ikut terkekeh kecil. Sedangkan Ziran dan keluarganya memperhatikan serius drama yang anak kecil itu perbuat.
"Hehe, Rian ngambek lagi sama kak Afa, nih ceritanya?" Cubitan pelan di daratkan Afra di hidung mungil Rian, juga mencubit pipi cabi anak itu yang memerah karena kesal. Anak ini mulai lagi manjanya. Rian suka sekali di bujuk oleh Afra kalau sedang kesal seperti sekarang.
"Ya, Kakak sih di cariin gak ada. Rian kira kakak kemana? Kan, janjinya kak Afa hari ini bolehin Rian main game kalau sudah tidur siang." Rian kembali berceloteh panjang, membuatnya mendapat tambahan cubitan gemas dari Umi.
"Arian. Tadi Umi pinjam sebentar kakaknya, jadi bukan salah Kak Afa. Gak Apa-apa kan sayang?" Rian langsung merubah ekspresi kesalnya menjadi tersenyum lebar.
"Hehe, gak pa-pa kok Umi. Rian cuman kesal sedikit sama Kak Afa." Jawabnya lucu.
"Sedikit? Jadi masih marah, nih sama kakak? Yaudah, jatah main game Rian kakak batalkan saja." Afra balik pura-pura merajuk. Mata Rian membulat mendengat ancaman Kakaknya menjadi takut
"Eh, jangan dong, kak. Iya deh, gak ngambek lagi asal jatah main game Rian jangan di cabut ya, kak." Diam-diam Ziran tersenyum melihat interaksi kakak beradik itu. Apalagi saat melihat ekspesi Afra pura-pura marah pada adiknya, sangat manis. "Please..." Rian memohon dengan cepat mencium dua pipi Afra. Afra tersenyum penuh kemenangan. Rian hanya suka bermanja dan merajuk pada kakaknya itu. Umi dan Abinya tidak heran sama sekali Karena sedari kecinya Rian, Afra yang paling banyak mengurusinya.
"Oke. Tapi Rian harus nurut sama kakak, yah? Setelah urusan kakak selesai Rian boleh deh, main game. " Rian bersorak senang penuh semangat, mengangguk patuh.
"Yaudah kita semua duduk dekat Abi, yuk! Umi mau kenalin kakak baru sama kamu, Rian. Ayo, nak."
Semua heboh saat melihat Rian sangat cepat akrab dengan Ziran. Apalagi saat Rian mengajak Ziran "Mabar" FreeFire. Betapa lucunya wajah Rian mengetahui Ziran sangat Pro memainkan Game itu dan sudah mencapai Rank paling tinggi yaitu Grand Master. Mereka seperti saudara kembar. Lihat betapa hangatnya Ziran memperlakukan Rian. Afra sempat berpikir jauh, bagaimana mereka setelah menikah nanti? Setelah memiliki anak, Ziran pasti juga berlaku sedemikian rupa pada anak mereka, seperti yang dia lakukan pada Rian. Dia membayangkan keluarga kecil sederhana dan bahagia.
Astagfurullah ... Afra jangan terlalu berpikir jauh!
"Afra? Boleh aku meminta satu hal padamu?" Lamunannya buyar seketika saat mendengar suara Ziran yang bertanya padanya. Dia mengangkat pandangan kepada Ziran yang tengah memangku Rian dengan nyaman.
Terlihat Rian yang tengah asik memainkan ponsel Ziran yang baru di pinjamkannya.
"Iya, kak. Apa itu?" Rasanya tidak adil jika menolak. Dia sudah memberi 2 permintaan dan semuanya di sanggupi tanpa beban oleh Ziran. Dan ini hanya satu. Dia tidak boleh egois!
Semua orang menunggu hal yang ingin Ziran minta pada Afra, kecuali Rian. Anak itu terlalu fokus pada game di ponsel. Afra kembali fokus pada Ziran.
"Mari bertunangan! Sekarang, di hari ini!"
Afra melotot kaget, tak bisa menyembunyikan keterkejutannya. Ya Rabb, kenapa secepat ini? Jatungnya tidak bisa di kondisikan, debarannya terlalu liar untuk bisa ditenangkan. Dia ... Dia ... Rasa ingin mati!
"Aku ..."
"Harus mau, Afra. aku memaksa."
-To Be Continue-
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 57 Episodes
Comments
RatuKuyang 👻 ig @zariya_zaya
ya allah klo q jd afra udh pingsan dluan😂😉😉😉😉
2020-07-17
0
SHIRLI
lanjut thorrr
semangat ya😁
2020-07-17
0
Dewi Anggraeni
semangat ya kak..
salam dari lba
2020-07-17
0