Setelah sarapan Mala kembali mengantar pamannya kedalam kamar. Saat kendak keluar tiba-tiba pamannya memanggilnya. "Mala, setelah hak wali paman berakhir, Mala boleh pergi jika Mala ingin hidup mandiri, paman tidak tega melihat Mala dijadikan pembantu dirumah ini, kamu bisa tinggal dirumah lamamu, kamu juga tidak perlu bekerja untuk membiayai sekokahmu nak."
Mala hanya menggeleng pelan mendengar perkataan pamannya yang begitu membuatnya sedih. "Tidak paman, Mala akan tetap disini merawat paman, Mala akan tetap bekerja untuk kebutuhan hidup kita, peninggalan orangtua Mala biarlah paman yang mengurusnya." Tolak Mala yang tidak tega meninggalkan pamannya, sebenarnya dia bisa saja pergi dengan membawa warisan kedua orangtuanya, tapi Mala tetaplah Mala gadis yang begitu baik hati, dia tidak akan mampu meninggalkan pamannya dalam keadaan seperti ini.
"Jangan terlalu paman fikirkan, kita bisa menggunakan peninggalan ayah dan ibu untuk paman berobat, Mala ingin melihat paman sehat lagi."
" Tapi nak.."
Mala memotong kalimat pamannya. "Mala hanya ingin paman sembuh, hanya paman yang Mala punya sekarang." Mala menatap jam tangananya. "Mala sudah terlambat, Mala pergi dulu." Pamit Mala kepada pamannya, lalu gadis berambut panjang itu keluar dari kamar.
Melihat Mala keluar kedua sepupunya segera berdiri dan mengekori Mala. "Lo bakal berbagi sama kita kan, apa warisannya banyak?"Ucap Sofyan to the point, Mala tidak menjawabnya, dia sibuk memasukan bekal kedalam tasnya. "Jangan pelit sama saudara, ingat disini lo cuma numpang, kedua orangtua gue yang udah ngasih lo makan secara cuma-cuma, anggap aja lo lagi bayar uang makan sama uang sewa selama lo tinggal disini."Imbuh Rani dengan tidak tau malunya.
"Aku berangkat." Pamit Mala tanpa menanggapi ocehan kedua sepupunya.
Pletak, sebuah mangkok kecil mendarat dibagian belakang kepala Mala, gadis itu memegangi kepalanya dan menoleh kearah sipelempar mangkok.
"Apa yang kamu lihat, itu hukaman untuk orang yang sombong dan pelit seperti kamu." Ucap bi Ningsing seraya melototi Mala.
Mala menghela nafas, mencoba menahan amarahnya, dia hanya menggeleng lalu keluar dari rumah itu sambil terus memegang kepalanya yang masih terasa sakit.
**
Mala mengayuh sepeda tuanya menuju tempat kerjanya, sepeda yang sudah menemaninya sejak dia duduk di bangku SMA, Mala membeli sepeda itu dari hasil tabungannya selama dia menjajakan kue milik orang lain sebelum dia berangkat sekolah. Untung yang tak seberapa itu dia kumpulkan dan dia gunakan untuk membeli sepeda bekas miliknya itu.
Sesampainya di Art Life Mala segera mengganti bajunya, dia terus berdoa semoga hari ini tidak bertemu dengan atasannya yang galak itu.
Namun sepertinya doa Mala belum terkabul, dia berpapasan dengan Arthur dan juga Rafli saat dia hendak membersihkan ruangan lain. Mala menundukan kepalanya sopan saat mereka berpapasan, dia membuang nafas lega saat Arthur hanya melewatinya saja.
"Hey kamu."Ucap Arthur dengan suara beratnya. "Kau tuli, aku memanggilmu."
Mala berbalik, dia menunjuk dirinya sendiri dengan telunjuknya. "Saya."
" Iya kamu, dasar bodoh, ikut keruanganku!"
Dengan wajah murung Mala mengikuti Arthur kedalam ruangannya. Arthur duduk dikursi kebesarannya, dia menatap tajam nan mengintimidasi ke arah Mala. "Kau kenal dengan kembaranku?"Tanya Arthur yang hanya dijawab anggukan oleh Mala. "Apa kemarin dia menemuimu." Lagi lagi Mala hanya menjawabnya dengan anggukan. "Apa kamu bisu?" Maki Arthur yang geram dengan Mala.
" Apa yang dia bicarakan padamu." Tanya Arhur lagi.
"Jawab." Bentak Arthur yang tidak sabar menunggu jawaban Mala.
"Tuan Rey menyuruh saya untuk kembali bekerja, katanya tuan Arthur yang menyuruhnya." Ucap Mala jujur.
"Tak ada yang lain?"
Mala hanya menggelang.
"Ya sudah keluar sana, muak sekali melihat wanita bodoh sepertimu." Usir Arthur diselingi makian dan hinaan kepada Mala.
Dengan senang hati Mala meninggalkan kandang macan itu, dia juga enggan berlama-lama berada disana.
Mala kembali fokus dengan pekerjaanya yang begitu banyak dan tanpa dirasa matahari mulai begerak kebarat, Mala bergegas pulang dan pergi ketempat kerja selanjutnya, warung tenda milik orangtua Lala, sahabat baiknya.
Mala memarkirkan sepeda bututnya disebelah warung tenda yang baru saja dibuka itu. Si pemilik warung tenda menyambut ramah kedatangan Mala.
Mala kembali berkutat dengan pekerjaannya, mengantar pesanan di meja pelanggan, membereskan meja setelah pelanggannya pergi, dia juga bertugas mencuci piring-piring kotor dan semua itu Mala lakukan dengan senang hati. Tak pernah ada kesalahan yang Mala perbuat, sehingga kedua orang tua Lala terus mempekerjakan Mala hingga saat ini.
Saat pelanggan tengah sepi, Mala beristirahat dan duduk diatas kursi plastik, dia merenggangkan kedua tangannya yang kelelahan karena bekerja keras seharian.
"Lelah ya." Ucap Lala yang baru saja datang, dia memijat bahu Mala, hingga sipemilik bahu keenakan dibuatnya. Mala memegang punggung tangan sahabatnya, memberi tanda untuknya berhenti memijat.
"Kamu beneran nggak jadi dipecat?"Tanya Lala setelah dia duduk berhadapan dengan Mala.
"Hem."Jawab Mala singkat, senyum manis menggembang diwajah ayunya.
"Kok bisa?" Tanya Lala penasaran.
"Nggak tau." Ucap Mala seraya mengangkat kedua bahunya.
"Jangan-jangan bos kamu naksir lagi sama kamu."
"Amit-amit jabang bayi." Ucap Mala sembari mengetuk meja lalu mengetuk keningnya sendiri, sebagai tolak bala agar ucapan Lala tidak pernah terjadi.
Lala tertawa puas melihat sahabatnya. "Awas ketulah loh,hahaha."
Saking asiknya mereka bercanda, sampai-sampai tak menyadari ada pelanggan yang datang.
"La." Panggil pelanggan itu membuat kedua sahabat yang tengah terbahak menoleh bersamaan.
Mala terlonjak dari tempat duduknya, dia terkejut melihat Arthur dan Rafli berada di tempat kumuh seperti ini. "Tuan Arthur, sedang apa anda disini?" Tanya Mala gugup.
"Sudah kubilang jangan salah mengenali kami."
"Rey?"
"Maaf kupikir Tuan Arthur, aku belum terbiasa untuk membedakan kalian. Sedang apa kalian disini?" Tanya Mala kepada kedua orang yang selalu bersama itu.
"Aku mau makan, tidak tau kalau Rafli." Ucap Rey, dia melirik Rafli sekilas. "Dia mengikutiku terus." Imbuh Rey setengah berbisik.
Mala mempersilahkan Rey dan Rafli untuk duduk. Lala menyikut tangan Mala karena tak kunjung dikenalkan dengan kedua pria tampan dihadapannya.
"Dia temanmu?" Ucap Rey sebelum Mala sempat mengenalkan Lala.
Lala tersenyum, dia mengibaskan rambutnya dengan tangan kiri, sementara tangan kanannya terulur kedepan Rey. "Kenalin, adiknya Dipsy."Kelakar Lala saat memperkenalkan diri.
Rey tersenyum dan menjabat tangan Lala. "Senang bertemu denganmu Lala." Ucap Rey yang menangkap banyolan Lala. "Aku Rey, si bayi Matahari."Lanjut Rey tak mau kalah lucu dari Lala.
"Aku tidak menyangka kalau bayi mataharinya tumbuh setampan ini. Lalu siapa pria tampan yang hanya diam itu." Tunjuk Lala menggunakan sudut matanya.
" Ah dia, anggap saja dia penyedot debu Teletubies."Ucap Rey yang membuat mereka tertawa terbahak kecuali si penyedot debu tentunya.
BERSAMBUNG...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 148 Episodes
Comments
MommyAtha
nunu dong ya.. hahaha
2022-08-07
0
Erni Sari
🤣🤣 penyedot debu teletubies
2022-07-19
0
👑Gre_rr
nostalgila sama tulutubus ini mah 😆
semangat by author
2022-06-27
0