Mala pulang kerumah dengan wajah berseri karena tidak jadi kehilangan pekerjaannya, dia bahkan sudah melupakan uang gajinya yang di rebut oleh Sofyan. Mala bersenandung lirih menaiki tangga menuju kamarnya, namun langkahnya terhenti saat bibinya memanggilnya.
" Dari mana saja kamu? kami semua kelaparan karena tidak ada makanan sama sekali."
Mala turun menghampiri bibinya yang berada dibawah tangga "Kan Mala sudah bilang, semua uang untuk kebutuhan kita diambil sama kak Sofyan, kenapa bibi tidak minta sama kak Sofyan saja untuk beli makanan."
" Kamu sekarang sudah berani ya melawan bibi, mentang-mentang kamu bisa mencari uang." Bi Ningsih murka mendengar jawaban keponakannya, dia berkacak pinggang dan matanya mendelik menatap Mala.
Mala malas meladeni bibinya, dia kembali menaiki tangga untuk kekamarnya. "Mau kemana kamu, bibi belum selesai bicara," teriak bi Ningsih tak terima Mala pergi begitu saja. "Mala cape, mau istirahat." Jawab Mala tanpa menoleh, dia segera masuk kedalam kamarnya.
Mala merebahkan tubuhnya dikasur yang ukurannya hanya pas untuk dirinya sendiri, kamar Mala sangat sempit, sehingga hanya muat untuk kasur kecil dan lemari plastik yang dia gunakan untuk menyimpan pakaiannya, padahal dirumah ini ada satu lagi kamar kosong, namun bibinya melarangnya untuk menempati kamar yang dijadikan kamar tamu tersebut.
Mala memejamkan matanya dan kembali memikirkan kuliahnya yang terputus. Dia harus kembali memutar otaknya agar secepatnya bisa kuliah lagi, tapi apa daya penghasilannya sebagai Cleaning Service saja kadang masih kurang untuk mencukupi kebutuhan mereka, sementara pendapatan dari membantu orang tua Lala berjualan dia gunakan untuk kebeutuhan sehari-harinya.
******
Rey kembali ke mobilnya setelah Mala pergi, wajahnya terlihat begitu bahagia, matanya berbinar sehingga menarik perhatian Rafli yang setia menunggunya didalam mobil.
" Anda terlihat bahagia sekali malam ini?" Tanya Rafli setelah Rey masuk kedalam mobil dan duduk disebelahnya.
" Oh ya." Jawab Rey dengan senyum mengembang diwajah tampannya. "Apa begitu kelihatan?"Imbuhnya lagi.
" Tentu saja, apa karena gadis itu?" Tebak Rafli tepat sasaran.
"Dia gadis yang sangat baik Raf, sepertinya aku tertarik padanya."
Rafli terkejut mendengar pengakuan dari Rey, dia menatap Rey tajam. "Jangan melakukan hal yang bisa membuat tuan Arthur murka, sadarlah dengan posisi anda, anda bahkan tidak tau siapa anda sebenarnya." Jawab Rafli monohok, Rey menarik senyumnya, wajahnya menjadi sendu mendengar perkataan Rafli yang benar adanya.
Rafli melajukan mobilnya dan mengantar Rey ke apartemen mewah milik Arthur. Semenjak menyadari penyakitnya, Arthur memilih hidup sendiri, dia keluar dari rumah utama keluarga Bagaskara, dia tidak ingin keluarganya tau mengenai penyakitnya.
" Terimakasih untuk hari ini Raf, kamu sudah bekerja keras." Ucap Rey setelah mereka sampai didepan apartemen.
" Sudah kewajiban saya. saya harap anda akan menepati janji anda kepada tuan Arthur."
Rey mengurungkan niatnya untuk keluar dari mobil, dia memiringkan tubuhnya dan mengahadap Rafli. "Aku tidak sejahat itu Raf, aku juga tau posisiku, kamu tidak perlu khawatir. Pulanglah sudah malam." Rey keluar dari mobil dan berjalan menuju apartemen, dari dalam mobil Rafli menatap kepergian Rey "Seandainya Arthur bisa sepertimu." Gumam Rafli dalam hatinya.
****
Pagi buta Mala sudah pergi kepasar untuk membeli bahan makanan, dia terpaksa memakai uang tabungan kuliahnya untuk belanja hari ini, meskipun jengkel tapi Mala masih mempunyai hati nurani, dia tidak mau seluruh anggota keluarganya keleparan.
Sepulang belanja Mala segera memasak, hanya hidangan sederhana yang dia siapkan untuk sarapan pagi ini, tumis kacang panjang dan balado telur, dia harus berhemat agar uang tabungannya cukup sampai dia mendapatkan gaji bulan depan.
Saat semua penghuni rumah bangun, Mala sudah menyelesaikan pekerjaannya, sarapan sudah tersaji diatas meja makan, rumah telah rapi dan lantaipun sudah mengkilap, Mala juga sudah selesai dengan cuciannya.
Kedua sepupu dan bibinya berkumpul dimeja makan setelah Mala memanggil mereka, namun Mala tak melihat pamannya, Mala berniat untuk memanggil pamannya, namun Rani, sepupu perempuannya menahan tangannya.
" Apa-apaan ini, lo ngasih kita sarapan kaya gini, apa nggak ada menu lain, aku nggak doyan menu sampah kaya gini." Protes Rani karena menu sarapan pagi ini tidak sesuai dengan seleranya.
" Tidak usah dimakan, kenapa repot, kalau kelaparan juga kamu yang merasakannya bukan aku." Jawab Mala, dia lalu meninggalkan mereka dan menuju kamar pamannya.
Mala mengetuk pintu kamar. " Paman, ayo kita sarapan," ucap Mala dari balik pintu. "Mala masuk ya," tambahnya lagi karena tidak mendengar jawaban dari pamannya.
Mala mendorong pintu kamar dengan perlahan dan melihat pamannya tengah membaca diatas dikursi rodanya.
Mala tersenyum dan menghampiri pamannya, dia berjongkok untuk mensejajari pamannya yang setahun terakhir ini terkena stroke "Kenapa tidak keluar, kita semua menunggu paman untuk sarapan bersama." Ucap Mala lembut, dia meraih buku ditangan pamannya, diletakan buku itu diatas meja lalu dia mendorong kursi roda pamannya menuju ruang makan.
" Katamu tidak doyan dengan menu sampahku." Sindir Mala begitu dia sampai diruang makan dan melihat Rani tengah memakan masakannya.
" Terpaksa."
Mala hanya tersenyum, lalu dia bergabung dengan keluarganya untuk sarapan bersama, layaknya seperti sebuah keluarga yang harmonis.
Paman menghabiskan makananya dengan cepat, semenjak sakit selera makan paman memang berkurang, dia meraih obat yang sudah Mala siapkan dan meminumnya.
" Mala." Panggil pamannya pelan.
Mala menghabiskan air digelasnya lalu menatap pamanya." Ya paman."
" Usiamu sebentar lagi 21 tahun, artinya hak perwalian paman juga berakhir, setelah ulang tahunmu yang ke 21, pengacara akan merubah semua aset peninggalan orangtuamu atas namamu, kamu tidak perlu bekerja lagi dan bisa melanjutkan kuliah."
Mala menatap pamannya tak mengerti "Apa maksudnya paman?"
"Sebenarnya kedua orangtuamu meninggalkan beberapa aset untukmu, karena kamu masih sangat kecil saat mereka pergi, pamanlah yang dipercaya untuk menjadi walimu dan mengurus semua peninggalan orangtuamu, kamu sudah dewasa sekarang, sudah saatnya harta orangtuamu kembali padamu nak."
" Tapi kenapa paman tidak pernah memberitahuku, kita bisa menggunakan peninggalan ayah dan ibu untuk kebutuhan kita, juga untuk pengobatan paman."
Paman melirik istrinya sejenak, lalu dia kembali menatap keponakannya yang begitu baik hati " Itu hakmu, milikmu, tidak pantas jika paman dan keluarga paman ikut menikmatinya."
Mata mala berkaca-kaca "Tapi paman juga sudah merawatku dari kecil." Belum juga selesai kalimat Mala, bi Ningsing sudah menyela pembicaraan mereka. "Tuh denger kan yah, Mala juga tidak masalah kok kalau berbagi harta peninggalan orangtuanya dengan kita, kita sudah membesarkannya dari kecil dan itu butuh banyak biaya, anggap saja Mala sedang membalas budi dengan kita."
" Diam kamu bu, aku ikhlas merawat keponakanku. Aku bersyukur memiliki Mala, karena dialah yang mau merawatku saat kondisiku begini, tidak seperti anak-anakku yang tidak pernah peduli kepadaku." Terang paman seraya melirik kedua anaknya.
BERSAMBUNG...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 148 Episodes
Comments
Sakura_Merah
next Mala ku sayang...
2022-09-29
0
MommyAtha
tabok aja paman tuh bini
2022-08-05
0
Samy Noer
Mampir nyicil baca Thor,
2022-06-02
1