My Unique Boyfriend
Di usianya yang masih 21 tahun, Nismala harus membanting tulang bekerja siang dan malam untuk menghidupi keluarganya.
Kedua orangtuanya meninggal dalam sebuah kebakaran saat Nismala berusia 6 tahun. Setelah kepergian orangtuanya, gadis yang kerap dipanggil Mala itu diasuh oleh paman dan bibinya, dia juga tinggal bersama dengan kedua sepupunya.
Karena masalah kesehatan, pamannya terpaksa berhenti bekerja dan karena itu pula Mala harus berhenti dari kuliahnya dan bekerja demi mencukupi semua kebutuhan keluarganya. Sementara kedua sepupunya memilih menganggur dirumah dan menggantungkan hidup mereka dari penghasilan Mala.
Setelah berhenti kuliah, kini Mala bekerja sebagai cleaning service disebuah perusahaan Arsitektur yang cukup terkenal dikotanya, Jakarta.
Mala adalah sosok gadis yang tangguh dan juga cerdas, dia tidak pernah mengeluh dengan kehidupannya, baginya hidupnya sudah terlalu berat dan dia tidak ingin menambahnya dengan keluh kesah.
Dia menikmati pekerjaannya, baginya menjadi petugas kebersihan bukanlah hal yang sulit, dia sudah terbiasa mengerjakan pekerjaan rumah tangga ketika dirumah, meskipun dia tinggal bersama paman dan bibinya, tapi tak serta merta dia dianggap keluarga oleh bibi dan kedua sepupunya. Bagi mereka, Mala hanyalah parasit yang menempel pada keluarga mereka, padahal Mala-lah yang menjadi tulung punggung bagi keluarga mereka.
Pagi hingga sore hari Mala akan bekerja sebagai Cleaning Service dan malamnya dia membantu tetangganya berjualan makanan yang bukanya memang pada malam hari.
Semua ini Mala lakukan agar dia bisa menabung dan melanjutkan kuliahnya, mimpinya menjadi Arsitektur Lansekap tidak pernah padam, dia belum menyerah dan akan terus berusaha untuk mewujudkan impiannya.
Hidup Mala begitu sederhana, penampilannya begitu apa adanya, wajah cantiknya natural tanpa polesan make up dan rambut panjangnya tidak pernah dia biarkan terurai, dia selalu mengikat ataupun menggulung rambut panjang berwarna cokelat miliknya. Mala juga tidak pernah membelanjakan gajinya untuk kepentingannya sendiri, gajinya sebagai Cleaning Service hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarganya.
***
"Ini gedung yang kita bangun setahun yang lalu." Ucap seorang pria setelah dia turun dari sebuah mobil mewah dengan membawa I-pad ditangannya.
"Apa masalahnya, bocor?" Tebak pria lain yang berjalan didepannya dan merupakan atasannya.
Dialah Rahendra Arthur Bagaskara, pria dingin dan bermulut tajam yang merupakan generasi ketiga dan pewaris tunggal Bagaskara Group. Sebuah perusahaan raksasa yang bergerak dalam berbagai bidang usaha, salah satu yang terbesar yakni dalam bidang Kontruksi dan Real Eastate.
Namun Arthur lebih memilih mendirikan perusahaannya sendiri, dia membangun sebuah perusahaan Arsitektur yang bernama Art Life Architecture. Sebuah perusahaan baru yang berkembang cukup pesat karena kepiawaiannya dalam mendesain sebuah bangunan, dia merupakan seorang Arsitek yang handal dan cukup populer dikota Jakarta.
"Ya, akibat hujan badai beberapa hari ini." Lanjut Rafli, pria pendiam yang menjadi Asisten Pribadi sekaligus orang kepercayaan Arthur.
Sama-sama memiliki sifat yang dingin, karyawan di Art Life menyebut mereka dengan julukan sikembar batu es.
"Hujan melebihi kapasitas pipa yang di pasang, pemilik gedung akan mengajukan tuntutan. Apa saya perlu menemui mereka untuk menghentikan tututan yang meraka ajukan?" Imbuh Rafli.
"Untuk siapa mereka mengajukan tuntutan?" Arthur menghentikan langkahnya, sehingga Raflipun turun berhenti dibelakangnya.
"Untuk pemanasan global yang menyebabkan cuaca jadi tidak menentu atau perusahaan kontruksi yang mengabaikan poin penting kita dan memaksa menggunakan pipa yang lebih kecil, meskipun kita sudah peringatkan tentang pipa itu berkali-kali atau Art Life?" Tanya Arthur yang membuat Rafli bingung harus menjawab apa.
"Suruh mereka menuntut pemanasan global, karena itulah yang menyebabkan hujan badai, bukan kita." Ujar Arthur tak masuk diakal, lalu dia masuk kedalam gedung Art Life.
" Tapi..." Rafli menghentikan kalimatnya, percumah saja, karena atasannya begitu keras kepala. Dia menggaruk kepalanya yang tidak gatal lalu mengikuti Arthur masuk kedalam gedung Art Life.
Semua karyawan menundukan kepala mereka dengan sopan saat Arthur dan Rafli berjalan beriringan menuju ruangan mereka.
Arthur terlihat begitu berwibawa dengan setelan jas yang melekat ditubuh atletisnya, rambutnya yang berponi disisir kearah atas dengan rapi serta sebuah kacamata bertengger diatas hidung mancungnya.
Saat sedang berjalan tiba- tiba Arthur terpeleset dan jatuh akibat lantai yang basah. Semua karyawan yang melihat kejadian itu berusaha untuk menahan tawa mereka dan berpura- pura tidak melihat kejadian yang memalukan itu atau Arthur akan murka kepada mereka.
"Anda baik-baik saja?" Tanya Rafli, ia berusaha untuk membantu Arthur berdiri, namun tangannya ditepis oleh Arthur.
"Siapa yang membuang air disini?" Teriak Arthur murka. "Siapa pelakunya." Suara Arthur menggema dipenjuru kantor.
Tiba-tiba seorang gadis berkacamata keluar dari sebuah ruangan dengan alat pel ditangannya dan berlari menghampiri Arthur.
"Maaf tuan, maafkan saya." Ucap gadis itu seraya menundukan kepalanya.
"Apa matamu buta, kau tidak melihat lantai ini masih basah, dasar tidak berguna, mengepel saja tidak becus." Maki Arthur yang membuat gadis itu semakin menundukan kepalanya.
"Siapa namamu?" Tanya Arthur, aura dinginnya mengalahkan AC yang berada di dalam kantor itu.
"Mala tuan, Nismala." Jawab gadis itu gugup.
"Kamu dengar namanya Raf, segera hubungi HRD, dia dipecat." Ucap Arthur lalu dia berlalu meninggalkan Mala dan Rafli.
Rafli mendekati Mala yang masih menunduk, dia menggelengkan kepalanya mengingat kecerobohan Mala sehingga dia dipecat.
"Pergilang ke bagian HRD dan ambil gajimu, semoga kamu menemukan pekerjaan yang lebih baik."
Mala hanya mengangguk, di balik kacamata bulatnya dia menyembunyikan matanya yang berkaca-kaca, bukan karena Arthur yang memakinya dan mengatainya tidak berguna, Mala hanya bingung bagaimana dia bisa menghasilkan uang untuk menghidupi keluarganya setelah dia dipecat.
Sebelum pergi Mala menyeka lantai basah yang membuatnya dipecat, dia menghela nafas dan membuangnya dengan kasar. Dasar ceroboh, gumamnya dalam hati.
Mala memang kerap mendengar para karyawan bergunjing mengenai atasan mereka yang bermulut tajam dan sombong, tapi Mala sungguh tidak menyangka jika dialah yang malah menjadi korban ketajaman mulut Arthur.
Setelah selesai, Mala pergi ke lokernya untuk berganti pakaian, bukannya pergi ke HRD, dia malah naik ke rooftop, tempat favorit karyawan Art Life saat sedang beristirahat. Mala menatap langit yang begitu cerah hari ini, matahari baru mulai meninggi dan dia sudah kehilangan pekerjaannya.
"Dari mana aku bisa menghasilkan uang, bibi pasti akan marah kalau dia tau aku dipecat." Ucap Mala bermonolog, wajah cantiknya di dera kesedihan.
"Cari pekerjaan baru." Ucap sebuah suara dari arah belakang.
Mala menoleh kearah suara, dia beringsut ketika melihat Arthur sudah berada dibelakangnya.
"Tuan Arthur." Ucap Mala, dia cepat-cepat berdiri dan menghadap Arthur sambil menunduk.
"Arthur memecatmu? Apa kesalahanmu?" Tanya pria itu dan membuat Mala bingung.
Mala mengamati pria yang berada di hadapannya, pria yang beberapa saat lalu telah memakinya dengan kasar lalu memecatnya tanpa ampun.
"Apa kesalahanmu?"Ulang pria itu.
"Kenapa Tuan Arthur bertanya kepada saya, bukannya tuan yang sudah memecat saya?" Mala balik bertanya, dia benar-benar bingung dengan sikap mantan atasannya itu.
"Ah aku bukan Arthur, kamu salah orang." Pria itu mengibaskan tangan di depan wajahnya.
"Apa maksud anda?" Tanya Mala yang semakin kebingungan.
"Aku kembarannya, namaku Rey."
Mala membulatkan matanya, dia kembali memperhatikan pria yang mengaku sebagai kembaran Arthur. Wajah mereka sangat identik, tidak ada bedanya, hanya saja pria yang mengaku bernama Rey ini lebih banyak tersenyum sehingga menampakkan lesung pipi di wajahnya, dari nada bicaranya memang mereka seperti dua orang yang berbeda, suara Rey terdengar begitu lembut jauh berbeda dengan suara Arthur yang begitu menggelegar dan bisa menyakiti gendang telinga siapa saja yang mendengar suaranya
"Tuan Arthur tidak sedang membodohiku kan?
"Kamu tidak percaya padaku?" Tanya Rey diiringi senyum diwajahnya.
"Maaf." Ucap Mala lirih.
"Jadi apa kesalahanmu?" Rey kembali mengulang pertanyaannya, dia masih penasaran kenapa Arthur memecat salah satu karyawannya.
Mala menceritakan kejadian yang menimpa Arthur pagi tadi, dia mengakui kesalahannya, karena ceroboh dia hampir saja melukai Arthur, dia masih beruntung karena Arthur hanya memecatnya, bukan memenjarakannya.
BERSAMBUNG...
Hye semua apa kabar hari ini, semoga kalian sehat sllu ya..
Ini adalah karya keduaku, semoga kalian menyukainnya hingga akhir ya..
jangan lupa support karyaku dengan meninggalkan like, komentar dan tambahkan cerita ini ke favorit kalian ya..
Salam sayang dariku❤❤
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 148 Episodes
Comments
Sakura_Merah
hadir dek... maaf 🙏🙏 bukannya menggurui. Tapi penggunaan tanda baca di dialog tag dan aksi diperbaiki lagi
🥰🥰semangat
2022-09-21
0
MommyAtha
kiara mampir thor.. sudah di fav juga
2022-08-05
0
เลือดสีน้ำเงิน
memang benar mala di asuh paman dan bibinya. Tapi bukan berarti anak-anak paman dan bibi menjadi bermalas-malasan dan bergantung pada hasil keringat mala. terhitung pamannya juga sakit. Di bilang parasit. sebaiknya tinggal sendiri saja. ckckck. kasian di pecat Arthur karena kesalahan yang tidak di sengaja. Semoga rey bisa membantu ya 😌
2022-08-05
0