"Ada,silakan masuk," jawab Rama lalu ia kembali kemobilnya untuk menaruh cincin itu ketempatnya.
Tiara dan Zahra berjalan menuju kedalam rumah.
"Dia siapa?" Tanya Zahra yang sedari tadi me rasa penasaran pada pria yang ditemuinya.
"Calon suaminya Hana,Ramadan Aditia seorang anggota polisi," jawab Tiara.
Zahra sedikit tercekik dengan jawaban Tiara,dan melirik sekilas kearah Rama.
"Saya turut berduka cita ya Bu,atas kepergian mbak Hana," Tiara mencium tangan Aminah.
Aminah tersenyum, "Terimakasih,"
Melihat Aminah yang masih memegangi foto Hana membuat hati Zahra teriris,Air matanyapun kembali jatuh dengan sendirinya.
Zahra mendekati Aminah dan bersimpuh didepan kakinya,ya saat itu mereka sedang duduk bersama dikarpet yang terpasang dilantai.
"Bu,tolong maafin saya," ucap Zahra sembari menunduk mencium tangan Aminah.
Sontak sikap Zahra membuat Aminah bingung apalagi saat mendengar Zahra menangis.
Aminah memegang pundak Zahra dan membangunkannya, "Kenapa kamu minta maaf nak?"
Tiara memegang pundak Zahra agar ia tidak sampai keceplosan.
Dada Zahra terasa sesak,ia sangat tertekan dengan semua ini,jika saja bisa ia ingin berteriak dan mengatakan pada semua jika ia yang sudah menabrak Hana,tapi lidahnya seperti terkunci hingga hanya air mata yang bisa ia keluarkan.
"Bu,sebenarnya sopir Zahra yang menabrak mbak Hana hingga meninggal,jadi Zahra meminta maaf atas nama sopirnya," ucap Tiara karena Zahra yang hanya diam.
Aminah menghela nafas, "Nak,ibu sudah ikhlas,mungkin memang umur Hana sampai disini,Allah lebih mencintai Hana,jadi kamu tidak perlu merasa bersalah seperti ini,ini sudah ketentuan Allah," ucap Aminah yang justru membuat Hati Zahra semakin menyesal.
Zahrapun memeluk Aminah dengan tangis yang belum bisa berhenti, "Maafin aku Bu,"
Aminah berusaha tersenyum sembari mengusap punggung Zahra.
Nampak dari kejauhan,sepasang mata menyaksikan adegan tersebut,melihat dari wajah dan ekspresi Zahra membuat Rama semakin yakin,jika ia memang terlibat dalam kecelakaan Hana.
Ponsel Rama berbunyi,telfon dari Rian.
"Ada apa?" Jawab Rama.
"Kami Tidak bisa menemukan bukti apapun yang memberatkan Zahra Ram,semuanya nihil," ucap Rian yang membuat Rama terlihat kesal dan langsung melihat kearah Zahra.
"CCTV, atau saksi mata ditempat kejadian,pasti adakan," ucap Rama masih berharap.
"Nihil Ram,dan lagi,pak Tio sudah menetapkan sopir Zahra sebagai tersangka utamanya dan segera mempersiapkan berkas untuk persidangan secepatnya," ucap Rian semakin memancing amarah Rama.
"Apa?aku kekantor sekarang," ucap Rama segera menuju kemobilnya.
Tapi saat itu Zahra dan juga Tiara keluar dari rumah Aminah untuk pulang.
"Azahra Nadia," panggil Rama yang langsung membuat Zahra dan Tiara menghentikan langkah mereka dan menoleh kearah Rama.
Rama melangkah menghampiri Zahra.
"Apa benar sopir kamu pelakunya?" Tanya Rama dengan tatapan yang sangat mengintimidasi Zahra.
Zahra menelan Salivanya, "iya," suaranya terdengar gemetar.
"Allah tidak pernah tidur Zahra,satu yang harus kamu tahu,perempuan seperti kamu tidak pantas menghilangkan nyawa perempuan sebaik Hana," ucap Rama membuat Zahra membelalakkan matanya.
Tiarapun terkejut mendengar ucapan Rama.
"Kenapa?kamu pikir kamu bisa menyembunyikan semuanya dari saya," imbuh Rama yang membuat tubuh Zahra mulai gemetar.
"Maaf,tapi jangan menuduh Zahra tanpa bukti," ucap Tiara.
"Saya akan cari bukti itu,dan kalau memang benar kamu pelakunya,saya sendiri yang akan menyeret kamu kepenjara,ingat itu," ucap Rama lalu segera melangkah pergi menuju mobilnya.
Zahra terlihat syok mendengar ucapan Rama,bukan karena dia takut akan masuk penjara,tapi benar jika perempuan seperti dia tidak pantas menghilangkan nyawa Hana.
Zahra berusaha sekuat mungkin agar tidak lagi menangis,Tiara merangkul pundaknya dan berusaha membuat Zahra lebih tenang.
Rama menghadap atasannya ditempatnya bekerja,AKBP Tio Santoso.
"Bukti apa lagi yang mau kamu cari hah?semuanya sudah jelas,dan persidangan akan dilakukan Minggu depan," ucap Tio.
"Pak,maaf,tapi saya yakin bukan sopir itu pelakunya,pelakunya seorang perempuan," ucap Rama dengan tegas.
"Rama...Rama...sebagai anggota penyidik harusnya kamu paham,keyakinan tanpa bukti tidak akan ada artinya,jadi kamu jangan sok pintar," ucap Tio membuat rahang Rama mengeras menahan amarah.
"Saya tahu kamu sedang berduka,maka dari itu kamu tidak perlu ikut campur dalam kasus ini,semuanya sudah terbukti dan persidangan yang akan memutuskan semuanya," ucap Tio.
Rama masih terlihat tidak terima dengan keputusan Tio, "Tapi pak...."
"Cukup...kamu sudah berkali-kali menentang keputusan saya,saya bisa layangkan surat peringatan lagi kekamu,jika kamu terus melawan saya," Ancam Tio dengan tegas.
"Lakukan apapun yang anda mau,tapi saya akan tetap mencari siapa pelaku sebenarnya dan saya akan bawa buktinya kedepan anda," ucap Rama lalu melangkah pergi dari hadapan Tio.
"Hah..dasar keras kepala," pekik Tio yang merasa kesal dengan sikap Rama.
Rama menemui Rian dan meminta data lengkap tentang Zahra,termasuk tempat tinggal,pekerjaan serta orang tuanya,ia juga mengumpulkan keterangan yang diberikan Ana pagi tadi.
"Ram,kamu masih yakin dia pelakunya?" Tanya Rian.
"Aku akan cari buktinya," ucap Rama lalu beranjak pergi.
Rian hanya menggelengkan kepalanya,bukti apalagi yang sebenarnya Rama cari.
Zahra dan Tiara sampai dirumah,belum sembuh perasaan Zahra karena ucapan Rama,ia sudah dihadapkan lagi dengan kedatangan ibunya.
"Bisa-bisanya kamu ceroboh dan sampai menabrak orang," ucap Fatma dengan wajah kesal.
Zahra mendengus kesal, "Harusnya ibu tanya sama suami ibu itu kenapa aku bisa sampai kaya gini," ucap Zahra yang mulai tetpnacing emosi.
"Zahra,Bimo itu yang menyelamatkan kamu,bahkan ia menghilangkan semua bukti agar kamu tidak bersalah," ucap Fatma.
Zahra mengerutkna keningnya.
"Semua bukti CCTV rusak,mungkin itu yang dimaksud ibu kamu," ucap Ana yang juga berada disana.
"Kamu dengerkan,kalo bukan karena Bimo kamu pasti sudah mendekam dipenjara," imbuh Fatma membuat Zahra semakin kesal.
"Dan aku lebih memilih mendekam dipenjara,daripada harus menerima bantuan dari pria biadab itu," bentak Zahra.
"Plakkk" satu tamparan melayang kepipi Zahra,membuat Tiara dan juga Ana membelalak.
"Kenapa sih kamu selalu melawan ibu?" Pekik Fatma.
Zahra menatap tajam kearah Fatma, "Aku capek Bu harus hidup seperti ini,ibu pikir aku gak tertekan dengan semua kejadian ini,dan sekarang aku akan mengakui semuanya didepan polisi,aku gak peduli lagi sama karir atau apapun itu," ucap Zahra yang langsung melangkahkan kakinya dengan cepat keluar rumah.
"Zahra," panggil Fatma tapi tidak direspon.
Tiara dan Anapun terlihat cemas.
"Gimana ini Bu,kalo Zahra beneran ngaku,bisa bahaya," ucap Ana dengan wajahnya yang gelisah.
"Kamu cari cara dong,kalo sampai Zahra dipenjara karir kamu juga bakalan hancur," ucap Fatma pada Ana yang membuat Ana semakin panik.
Tiara hanya diam dan percaya apapun yang dilakukan Zahra itu sudah menjadi pilihannya.
Dimalam yang dingin itu,Rama kembali kelokasi kejadian yang menewaskan Hana.
Ia berusaha menelusuri tempat kejadian siapa tahu ada jejak yang tertinggal.
Tapi saat turun dari mobil justru tubuh Rama kembali gemetar,teringat akan kejadian malang yang menimpa kekasihnya.
Ia bahkan melihat bayangan Hana yang melambaikan tangan sambil tersenyum kepadanya,duka itu kembali menyelimuti wajah Rama.
Ia tidak akan sanggup bertahan,iapun kembali masuk kedalam mobil dan berencana ketempat lain untuk mencari bukti,saat menyalakan mesin mobilnya,Rama melihat sesuatu yang bersinar diaspal saat terkena cahaya lampu mobilnya.
Rama kembali turun,dan memungut benda yang sangat kecil itu,sebuah tindik emas.
Rama bisa menggunakan barang itu sebagai bukti,iapun bergegas masuk kembali kemobilnya dan menaruh tindik itu kesebuah kotak lalu menyimpannya ditempat yang aman.
Ponsel Rama berbunyi,telfon dari Rian.
"Ya,ada apa?"
"Ram,dia disini," ucap Rian sembari melihat kearah Zahra yang sedang duduk menunggu.
"Siapa?" Tanya Rama.
"Azahra," jawab Rian.
Rama mematikan telfon dan bergegas menuju kekantor.
Rama sampai dikantor yang sudah cukup sepi karena memang tidak ada kasus malam ini,hanya polisi yang berjaga yang masih ada dikantor.
Rama melihat Zahra yang juga menatapnya.
"Ada yang ingin saya katakan," ucap Zahra dengan wajahnya yang terlihat serius.
Rama melihat Rian,Rianpun menganguk.
"Ikut saya," ucap Rama yang mengajak Zahra keruang interogasi.
Zahra duduk berhadapan dengan Rama hanya berdua diruangan itu.
"Apa yang ingin kamu katakan?" Tanya Rama dengan tatapan tajamnya.
Zahra menelan saliva,mengepalkan erat tangannya dan mengumpulkan segala keberanian untuk mengakui segala kesalahan yang telah ia lakukan.
"Saya akan mengakui semuanya," ucap Zahra.
Rama menyunggingkan bibirnya,ia menyiapkan alat perekam yang akan menjadi bukti mutlak jika Zahra benar-benar mengakui kesalahannya.
"Silakan," ucap Rama.
Zahra menghela nafas,saat siap untuk bicara tiba-tiba ponselnya berbunyi.
"Sebentar," Zahra membulatkan mata saat melihat nama yang tertera diponselnya,iapun berdiri dan sedikit menjauh dari hadapan Rama.
"Nenek,"
"Zahra,maaf nenek telfon,nenek cuma mau mengucapkan terima kasih,karena Ana sudah mengantarkan uang lagi dari kamu untuk pengobatan nenek,terimakasih ya sayang," ucap Nenek Santi yang merupakan nenek angkat yang membantu membesarkan Zahra dari kecil selama ibunya bekerja.
Zahra tertegun,padahal ia sama sekali tidak menyuruh Ana mengantarkan uang pada nenek.
"Halo Zahra," sapa Ana menggunakan telepon nenek.
"Ana,"
"Zahra,kamu harus ingat ya,nenek kamu masih butuh banyak biaya untuk pengobatan kankernya,jadi jangan bertindak bodoh," ucap Ana membuat Zahra kembali ragu dengan keputusannya.
Ana mematikan telepon dan tersenyum tipis karena ia sudah mengenal betul cara jitu untuk membuat Zahra tunduk.
Zahra masih diam dengan pikirannya yang kacau.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments
Veronica Maria
tio kan memihak bimo. ya jelaslah ngilangin bukti2 trmsk bukti dia ngebius zahra
2022-10-15
0
Diah Fiana
5 like menyapa, haloo 👋👋
2022-03-21
1