Malam yang indah,dipinggir danau yang romantis.Rama berjalan pelan kearah perempuan cantik yang sudah menunggunya sedari tadi.
"Telat lagi?" Ucap Hana menoleh kearah pria yang sudah berdiri dibelakangnya.
"Ada kerjaan mendadak yang harus diurus,kamu udah lama nunggu?" Tanya Rama mendekati perempuan yang dalam satu minggu lagi akan menjadi pengantinnya.
"Kayanya punya suami Penyidik harus membuat aku ekstra sabar,karena banyak pekerjaan mendadak," sindir Hana.
Rama terkekeh, "Bukannya pengajar itu harus sabar,makanya kita dijodohkan sama Allah karena kita begitu cocok," ucap Rama sukses membuat Hana tersenyum malu.
"Ya udah,kita makan yuk,aku udah lapar," ajak Rama yang sedari tadi merasa perutnya sudah bernyanyi,Hana menganguk,merekapun segera duduk dan memesan makanan.
Sambil makan mereka membicarakan rangkaian acara yang sudah hampir 99% siap.
"Kamu udah sebar undangannya?" Tanya Hana.
Rama terdiam,bagaimana bisa ia melupakan hal sepenting itu.
Hana mengerucutkan bibirnya, "Lagi banyak kasus ya pak,sampai lupa sebar undangan pernikahan,kan tinggal seminggu," sindir Hana.
Rama menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, "Iya,besok aku urus semuanya," ucap Rama.
Hana terkekeh melihat Rama yang kebingungan seperti itu,jalinan asmara yang sudah terjalin hampir 5 tahun membuat mereka sudah sangat mengenal karakter satu sama lain.
Keesokan harinya,matahari mulai menyapa dengan panasnya yang membakar kepala.
Zahra masih berpose didepan kamera dengan kostum yang bertemakan alam,membuat gadis cantik itu semakin mempesona.
Sang fotografer,Farel mengacungkan jempolnya pada Zahra,mengukir senyum dibibir Zahra.
Farel menghampiri Zahra, "Kita istirahat dulu,setelah itu lanjut kekostum berikutnya," ucap Farel.
"Okey," jawab Zahra sambil tersenyum.
Merekapun sedikit mendiskusikan gaya yang akan dipakai untuk fotoshoot kali ini dengan begitu akrab dan sedikit bersenda gurau.
Dari kejauhan,mata tajam sedang memperhatikan mereka,Rena mulai melangkah kearah Zahra dan juga Farel.
"Ini tempat kerja,bukan tempat ngobrol," ucap Rena dengan nada kesalnya.
"Sayang,kamu disini?" Farel segera mendekati istri tercintanya itu sembari merangkul pinggangnya.
"Zahra,kamu disini saya bayar buat bekerja bukannya menggoda suami saya," tuduh Rena tanpa basa basi.
Zahra menyunggingkan bibirnya.
"Sayang,Zahra gak godain aku kok," ucap Farel.
"Kamu diam," ucap Rena dan kembali menatap tajam kearah Zahra.
"Saya bisa saja suruh papa buat mencabut semua sponsor kamu,dan kamu akan ditendang dari sini," Ancam Rena.
Zahra sama sekali tidak gentar dengan ancaman Rena, "Silakan lakukan apapun yang kamu mau Bu Rena,tapi satu hal,kalo kamu bisa menjadi istri yang baik,maka suami kamu tidak akan pernah mencari perempuan lain," ucap Zahra lalu beranjak pergi meninggalkan Rena dan Farel.
"Bener kata Zahra sayang," ucap Farel membuat Rena langsung menatapnya tajam.
"Maksud kamu,aku bukan istri yang baik?"
"Kan aku gak pernah cari perempuan lain,berarti kamu istri yang baik," Farel memeluk istrinya yang masih cemberut itu.
Dikantor polisi tempat Rama bekerja,Rian berjalan menghampirinya dan mengembalikan majalah serta uang yang kemarin Rama berikan padanya sebagai barang bukti.
Rama menatap Rian dengan aneh.
"Pak Tio gak setuju,katanya gak cukup bukti," ucap Rian.
Rama berdecik, "Aku punya semua bukti tapi dia bilang belum cukup?aku akan menemuinya," Rama ingin beranjak tapi Rian menahannya.
"Ram,...jangan membantahnya lagi,kamu sudah mendapatkan surat peringatan karena kasus kemarin,kamu bisa diberhentikan jika terus melawannya," ucap Rian.
Rama kembali duduk dan menghela nafas, "Harusnya dia yang diberhentikan dari jabatannya sebagai kepala disini,banyak kasus penting yang sengaja ia abaikan," keluh Rama.
"Cari bukti untuk menendangnya segera dari sini,aku akan bantu," ucap Rian sembari mengepalkan tangannya pada Rama.
Rama menyunggingkan bibirnya,ia mengambil undangan dilacinya dan memberikannya pada Rian.
"Bantu dulu buat nyebarin undangan pernikahan aku," ucap Rama.
"Siap bos!" Rian memberikan hormat pada Rama dan segera melakukan tugasnya.
Rama melirik kearah pintu kepala polisi itu dengan tajam lalu kembali menaruh uang dan majalah dari Zahra kelacinya.
"Semuanya beres pak,anda tidak perlu cemas," ucap Tio pada seseorang ditelepon.
"Bagus,nanti akan segera saya tranfer,asalkan semua kasus yang menjerat saya maupun anggota keluarga saya harus diabaikan," ucap Seseorang diseberang telepon.
"Itu masalah yang mudah buat saya,anda tinggal terima beres," jawab Tio.
Bimo meletakkan teleponnya dengan senyum ringai dibibirnya.
"Zahra,aku akan selalu melindungi kamu sayang," ucap Bimo sembari menatap foto gadis cantik ditangannya.
Pria yang sudah berumur 50 an itu adalah ayah tiri Zahra,pria yang paling Zahra benci didunia ini,Ia sudah sejak lama mengincar anak tirinya itu,tapi sampai sekarang hasratnya belum tersalurkan,Fatma adalah wanita yang ia manfaatkan agar bisa mendapatkan Zahra.
Zahra selesai berganti baju setelah fotoshoot hari ini selesai,ponselnya berbunyi,telfon dari rumah ibunya.
"Halo,"
"Non Zahra,ibu sedang sakit parah,dia gak mau makan dan gak bisa bangun dari tempat tidur," ucap Inem pembantu rumah Bimo.
Zahra mengerutkan keningnya, "Sakit gimana?kemarin dia baik-baik aja kok," ucap Zahra.
"Bibi juga gak tau Non,pokoknya ibu nyariin Non terus,Non datang kesini ya?" Ucap Bibi lagi.
Zahra tertegun dan berpikir,ia tidak akan tega mengabaikan ibunya yang sedang sakit meskipun pertemuan terakhir mereka cukup meresahkan.
"Aku kesana Bi," ucap Zahra lalu menutup telfonnya dan bergegas menuju keRumah Fatma.
Bi Inem mengacungkan jempol pada Bimo yang sedang duduk sambil melihatnya.
"Bagus,gaji kamu bulan ini akan saya naikkan," ucap Bimo.
"Terimakasih tuan," jawab Inem dengan wajah sumringah.
"Satu lagi,jangan sampai Fatma tahu kalau Zahra akan kemari,"
"Baik tuan," Bibi menganguk dan segera melangkah kembali kedapur.
Bimo tersenyum sembari mengambil jarum suntik yang sudah berisi sebuah obat dari lacinya, "Zahra,kamu gak akan bisa lari lagi sayang," Bimo tertawa bagaikan iblis.
Hana dan Deril pergi ketoko perhiasan untuk mengambil cincin pernikahan yang sebelumnya sudah mereka pesan.
Cincin cantik berwarna gold dengan ukiran inisial nama mereka berdua.
"Cantik ya?" Ucap Hana sembari memandangi cincin itu.
Rama bukannya memandang cincin itu justru ia memperhatikan wajah Hana, "Lebih cantikkan kamu," ucap Rama sukses membuat Hana tersipu malu.
Rama mengambil salah satu cincin itu lalu meraih tangan Hana, "Kita coba latihan dulu," Saat akan memasukkan cincin Kejari Hana tiba-tiba cincin itu terjatuh dari tangan Rama.
Cincin itu menggelinding dan berhenti saat disudut dinding,Rama terlihat ada hal aneh yang ia rasakan,jantungnya tiba-tiba terasa sesak seperti ada firasat buruk yang mengintainya.
Hana mengambil cincin itu, "Gak usah latihan,nanti cincinnya malah hilang lagi," Hana mengembalikan cincin itu ketempatnya.
"Kita pulang yuk," ucap Hana tapi Rama masih terdiam dan bergelut dengan perasaannya yang tidak nyaman.
"Ram..." Panggil Hana sembari menyentuh lengan pria yang akan menjadi suaminya itu,Ramapun tersadar dan mengerjapkan matanya.
"Kamu kenapa?" Tanya Hana yang melihat kecemasan diwajah Rama.
"Gak papa kok," jawab Rama berusaha tersenyum karena tidak ingin membuat Hana khawatir.
Mereka segera menuju mobil untuk pulang.
Zahra sampai dirumah neraka milik Bimo,sebenarnya ia sangat malas jika harus menginjakkan kaki dirumah itu,apalagi jika harus bertemu dengan Bimo,tapi ia harus menemui ibunya yang katanya sedang sakit itu.Zahra segera masuk sudah disambut Inem didepan pintu.
"Malam Non," sapa Inem.
"Dimana ibu?" Tanya Zahra tanpa basa basi karena ingin segera menemui ibunya dan pergi dari tempat itu.
"Dikamar atas Non,ibu sudah menunggu Non Zahra," jawab Inem.
Zahra segera menuju kekamar dilantai atas tanpa rasa curiga sama sekali,padahal Inem adalah penipu besar bayaran Bimo.
Zahra mengetuk pintu,tapi tidak ada jawaban,iapun membuka pintu yang tidak terkunci itu dan perlahan masuk.
"Bu..." Panggil Zahra.
Zahra terdiam melihat tempat tidur yang kosong,perasaannya mulai resah,ia berbalik dan benar saja,Bimo sudah berada dibelakangnya dan mengunci pintunya.
"Selamat datang dirumah sayang," ucap Bimo sembari mendekati Zahra dan ingin menyentuh wajah Zahra,tapi dengan cepat Zahra menangkis tangan pria biadab itu.
"Mana ibu?" Tanya Zahra.
"Ibu,Ibu sedang keluar kota,ada pekerjaan yang harus diurus," jawab Bimo dengan senyuman ringai dibibirnya.
Zahra menyadari kebodohannya yang percaya dengan pembantu sialan itu,Iapun melangkah tapi Bimo menahannya dan langsung mendorong tubuh Zahra hingga terjatuh ketempat tidur.
"Jangan kurang ajar!" Pekik Zahra,ia ingin bangun tapi Bimo dengan cepat mengukungnya serta memegang tangan Zahra yang ingin berontak.
"Lepasin,!" Teriak Zahra berusaha melawan kekuatan Bimo tapi tenaganya tidak cukup kuat.
Bimo melepaskan satu tangannya yang memegang tangan Zahra lalu mengambil suntikan yang sudah ia siapkan sebelumnya.
"Kamu akan menikmatinya sayang," ucap Bimo dengan seringai kejamnya yang mengarahkan jarum suntik itu kelengan Zahra.
Zahra menggelengkan kepalanya, "Jangan," Zahra menutup rapat matanya,saat merasakan jarum itu menusuk kulitnya.
Bimo tersenyum dan mulai lengah setelah berhasil menyuntikkan obat itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments
Veronica Maria
zahra goblok. bknnya telp ibunya dulu. itu lagi babu jg, babu biadab
2022-10-15
0