Seorang Ibu paruh baya memasuki sebuah toko makanan yang menjual makanan ringan, minuman - minuman serta menyediakan katering di lantai dua. Ibu tersebut mengambil tempat duduk di pojok mengarah ke tempat ruangan etalase makanan yang disitu juga terdapat kasir.
Si Ibu yang berwajah lembut tersebut menatap intens ke arah seorang wanita. Terkadang tersungging senyum di bibirnya melihat tingkah ceria gadis itu, ketika melayani anak kecil, dia begitu sabar, dan bertingkah sedikit lucu.
"Maaf bu, mau pesan apa?", lamunan si Ibu ini buyar ketika seorang pramusaji berpakaian seragam bertanya sambil sodorkan kertas yang di laminating berisi paket makanan berikut minumannya. "Oh ya, mau pesan apa yaa...", jawab Ibu tersebut sambil lihat - lihat menu di kertas. "Sementara saya pesan minuman ini dulu, kalo makanannya boleh nanti kan?, saya lagi nungguin adik soalnya, jadi sekalian, boleh?".
"Oh boleh kok bu", ujar sang pramusaji ramah.
"Trus, boleh request nggak? nanti yang antarkan minumannya mbak yang itu?", tutur si Ibu ini kemudian sambil menunjuk gadis yang tadi dia perhatikan.
"Yang pake baju hijau tosca itu bu?, itu pemiliknya, nanti saya sampaikan ya", ujar sang pramusaji tetap dengan keramahannya.
Terlihat kemudian pramusaji tadi berbisik - bisik dengan sang gadis berbaju hijau, sang gadis melirik ke arah sumber yang di maksud pramusaji. Gadis tersebut membungkuk hormat dan dibalas si Ibu dengan balasan senyum.
Beberapa menit, minuman juice alpukat pesanan di hantarkan langsung oleh gadis pemilik, "maaf bu, ini juice pesanannya, alpukat kan ya bu?", ucap si gadis ramah. Si Ibu yang sedang chatting dengan seseorang mendongak, "Oh iya, trima kasih, boleh temanin Ibu sebentar nggak, Ibu lagi nungguin adik Ibu, biar ada teman bicara aja...kalo nggak ganggu sih".
Gadis berambut lurus ini melirik jam tangannya, lalu " boleh bu, tapi mungkin saya nggak bisa lama, karena ada keperluan di luar", ujarnya sambil menarik kursi dan duduk di depan si Ibu. "Oh nggak lama kok, sebentar lagi teman Ibu datang, lagi dijalan".
"Maaf, kamu pemilik tempat toko cake ini?", tanya si Ibu membuka percakapan sambil menyeruput minumannya. "Iya bu, hanya usaha kecil - kecilan, dan bangunan ini saya sewa, ada tiga lantai. Lantai dua nya dijadikan katering", kemudian si gadis bercerita tentang usahanya tersebut.
"Bagus kok ini, lebih mengarah ke kafe sebenarnya yah?".
"Iya bener, cuma saya bikinnya lebih merakyat aja bu, nggak pure kafe, jadi semua kalangan bisa makan disini", terang si gadis sambil menunjukkan dekorasi tokonya.
"Kamu bangun sendiri, atau join dengan orang?".
"Kebetulan modal sendiri bu, cuma dibantu pengelolaannya oleh teman saya itu", katanya sambil menunjuk seseorang di kasir.
"Oo gitu...ckckck, luar biasa kamu ya, wanita mandiri", si Ibu acungin jempolnya. "Ah nggak kok bu, biasa aja, cuma mungkin karena saya nggak diam orangnya, jadi saya bikin beginian hihi".
"Tapi, walaupun gimana pun juga, Ibu salut sama kamu", si Ibu menatap gadis ini sejenak, lalu, "kamu sudah punya pacar atau calon suami?".
"Hah..?", si gadis terperangah, Ia tak menyangka pertanyaan Ibu ini mengarah kesitu. "Ehh..oh, belum kok bu, belum kepikir nyari - nyari pacar, lagian kasian pacar saya nanti, di anggurin doang hehe", si gadis berusaha menguasai groginya.
***
Obrolan pun berlanjut, semakin hangat. Sang Ibu lebih banyak menyimak cerita dari pada bicara, terkadang senyum - senyum lalu sesekali tertawa kecil dengar celotehan gadis tersebut.
Tapi, obrolan harus terhenti dua puluh menit kemudian ketika seorang pramusaji memberikan ponsel si gadis. Ia mendapat panggilan telepon. "Maaf bu, sepertinya obrolan kita harus terputus, saya ada janji di luar, nggak apa - apa ya saya tinggalkan Ibu sendiri?".
"Oh iya, maaf kamu jadi terlambat yah?, nggak apa - apa, lain waktu kita ngobrol lagi bisa kan?".
"Nggak terlambat kok bu. Boleh bu, siap...saya tinggal ya", si gadis lalu mengacungkan jempolnya sambil berlalu.
Hanya berselang dua menit kemudian, seorang wanita yang usianya lebih muda dari Ibu tadi, masuk. Dan segera mengambil tempat duduknya di samping si Ibu tadi.
"Gimana mbak Iin?, udah sempat ngobrol belum?", tanpa basa basi wanita yang baru masuk tersebut bertanya. "Udah, barusan aja, cuma dia ada janji di luar jadi nggak sempat lama ngobrolnya", ujar Ibu yang bernama Iin ini sambil tersenyum.
"Jadi, gimana menurut mbak orangnya?, cocok nggak jadi mantu?", tanya sang adik pada kakaknya.
"Hmm..cocok sih, anak baik, cantik dan ramah, tapi menurutku poinnya itu dia itu...penyayang!", ujar ibu Iin lagi sambil memperhatikan gerak gerik si gadis yang sedang terima telepon sambil bersiap - siap pergi.
"Dia itu anak teman aku mbak, cuma memang kata mamanya, dia itu banyak yang minta untuk dijadiin istri, makanya mamanya pusing sendiri, sementara anaknya itu nggak berminat".
"Iya, dia nggak mikirin pacar apa lagi suami katanya".
"Oh, dia udah ngomong sama mbak?".
"Udah, mbak tadi langsung tanya".
ujar ibu Iin sambil mengangguk lalu mengangkat tangannya memanggil pramusaji untuk memesan makanan.
***
Keesokan harinya...
"Mbak Dian, aku mau ke mal x itu sebentar, mau beli sneaker. Ada order yang deket - deket situ nggak? biar sekalian aku bawain aja", tanya Farada di suatu pagi jelang siang.
"Sebentar kak...", Dian sang sahabatnya itu melihat catatannya, "oh ada nih, dari toko emas Berlian Permata, Ci kwatlie", sambil menyerahkan catatan alamat.
"Yaudah, aku bawain sini...", pinta Farada mengambil kertas note berisi alamat dari tangan Dian. Dian kemudian menyerahkan paper bag berisi cake pesanan tersebut, "Nggak di anterin Asep aja kak?", usulnya.
"Nggak apa - apa sama aku aja, biar Asep anter yang lain".
Farada pun berlalu dari situ menuju parkir motor matik nya, dan melaju membelah keramaian jalanan.
Sesampai di mal x, Farada lalu melangkahkan kakinya menuju toko emas Berlian Permata, setelah menanyakan alamat yang di maksud pada sekuriti.
Ketika Ia membuka pintu kaca toko, terlihat seorang karyawan toko emas sedang di marahi oleh sang empunya toko. Farada diam, Ia merasa tak enak hati, ingin berbalik tapi sudah terlanjur masuk. Sang pemilik toko padahal sudah menoleh padanya, pertanda dia sudah mengetahui kehadiran Farada di dalam situ, tapi itu tak menghentikan kemarahan nya.
Farada merasa kasihan, Ia juga punya karyawan. Sejenak, jiwa kepo nya terusik. Ia memperhatikan adegan di depannya itu, Ia mendengarkan dan baru mengerti bahwa ternyata karyawan itu salah memberikan harga pada calon pembeli sebelumnya, terlalu tinggi hingga batal transaksi jual beli, karena sebuah cincin perak.
Terlihat, karyawan toko tersebut menahan tangis, mukanya menunduk ketakutan. "Ini kesalahan yang ketiga kalinya loh Tut, saya nggak bisa tolerir lagi ini", si pemilik toko menghela nafasnya, lalu melirik ke Farada sekilas, "gini aja, saya kasih kamu kesempatan satu hari ini, kalo cincin ini nggak terjual, kamu terpaksa saya pecat!, udah gitu aja", sambungnya kemudian mengangguk ke Farada.
"Maaf Ci, saya mau nganterin pesanan cake Cici", Farada lalu meletakkan paper bag pesanan itu diatas meja. Ci Kwatlie menerimanya, "oh ya, makasih, saya sudah bayar lewat aplikasi ya", ujarnya sambil mengangkat paper bag dan meletakannya di meja.
Farada mengangguk, "Iya ci, saya makasih juga, itu tadi kenapa ci?", Farada bertanya sambil melirik karyawan yang masih terpaku berdiri di dekat mereka.
"Si Tutut karyawan saya ini sering lakukan kesalahan ngasih harga, tadi ketinggian. Sebelumnya, tempo hari malah lebih rendah, itu gelang emas pula!", jawab si cici kesal, dan meraih cincin perak yang menjadi sumber kemarahan pemilik itu untuk di letakan kembali ke dalam kaca.
Ya wajar kalo gitu si cici ini marah mah
Farada perhatikan cincin perak itu, bentuknya unik, ada goresan garis di pinggirnya, "coba liat ci?, emang ini harganya berapa?", katanya sambil memperhatikan cincin perak tersebut.
"Ini cincin perak bagus loh, dibuat khusus dari bahan pilihan, harganya murah sih sebenarnya kalo dibandingjn kualitas barang, cuma 299 ribu", si cici promosikan produknya. Farada menimbang - nimbang sejenak, cincin yang cocoknya buat pria sebenarnya, tapi niatnya ingin menyelamatkan karyawan dari pemecatan, toh bisa dikasih ke papanya atau kakaknya bukan?
"Ya udah, saya beli cincin ini, tapi karyawan ini nggak jadi di pecatkan ci?".
Ci Kwatlie perhatikan Tutut yang masih berdiri di samping Farada, ada sedikit harapan di wajah karyawannya tersebut, "hm..nggak saya pecat, paling saya dipindahkan ke bagian stok di gudang aja".
Farada lalu mengeluarkan debit kartu salah satu banknya melakukan pembayaran.
"Oh ya, ini ada reward undiannya loh mbak? khusus pembeli yang lahir di bulan Juli tapi", sambung si cici tersebut dan meraih kartu debit milik Farada. "Maksudnya?, saya kelahiran bulan Juli", tanya Farada tak mengerti.
"Ada undian dari sebuah klub milik hotel xxx, jika cincin ini dibeli oleh orang yang kelahiran bulan Juli, kalo beruntung bisa nginep selama tujuh hari di salah satu cabang hotel ini, di Jepang. Semua akomodasi dan transportasi di tanggung pihak klub hotel tersebut, mau nggak mbak? kalo mau, saya pinjam KTP nya, untuk ngisi formulir ini", si cici mengambil sebuah brosur yang dilampiri form.
Farada berpikir, lalu menyerahkan ID nya untuk di catat. Iseng aahh...katanya dalam hati
"Ini Tut, tolong kamu isiin formulirnya, jangan sampai salah", ucap cici ini menyerahkan tanda pengenal Farada ke Tutut, karyawannya.
Setelah semua selesai, Farada pamit karena masih ada yang harus di belinya, sepatu sneaker.
"Oh ya, nanti di kabari tiga hari lagi ya, pas hari ini di tutup soalnya undian ini".
Farada mengangkat tangannya membentuk huruf O, "Ok Ci...", katanya sambil berlalu dari situ.
Diluar, tiba - tiba Tutut menyusulnya, "mbak Farada, makasih ya atas pertolongan nya, hampir saya kena pecat", ucapnya meraih tangan Farada.
"Oh iya, saya juga punya karyawan, tapi kalo di liat kesalahan mbak berbahaya juga, hati - hati ke depannya, kerja jangan banyak melamun ya", Farada menepuk bahu Tutut, dan pamit pergi dari situ.
-
Lanjut...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 88 Episodes
Comments