GAGAL?

...****...

Pagi seperti biasanya, Prabu Maharaja Sura Fusena saat ini sedang bersama Permaisuri dan selirnya di Pendopo Istana. Pagi itu juga seorang emban membawa banyak buah segar. Tentu saja permaisuri dan selir raja sangat senang mendapatkan buah yang sangat menggiurkan itu.

"Banyak sekali buahnya emban, memangnya dari mana?." Ratu Dewi Saraswati sedikit penasaran. "Apakah panen kali ini menghasilkan panen yang berlimpah?." Matanya menangkap begitu banyak buah yang segar di depannya.

"Mohon ampun gusti ratu." Emban itu memberi hormat. "Buah ini hamba dapatkan dari kebun milik keluarga hamba gusti ratu." Lanjutnya. "Kebetulan di kebun milik keluarga hamba mendapatkan hasil panen yang berlimpah." Raut wajahnya terlihat sangat bahagia.

"Oh begitu? Terima kasih banyak, karena mau telah membawakan buah yang manis ini." Buah itu sangat menggiurkan, dan ia ingin segera memakan buah itu. "Rasanya sangat menggiurkan sekali, aku tidak sabar ingin mencicipi buahnya."

Akan tetapi, pada saat Ratu Dewi Saraswati hendak memakan buah itu. Patih Rangga Dewa menghentikannya. "Tunggu yunda ratu dewi, jangan makan buah itu!."

"Ada apa memangnya dinda patih?." Ratu Dewi Saraswati terlihat bingung.

"Aku merasakan firasat yang buruk jika dinda Patih di sini, aku sangat yakin dia mengetahui sesuatu." Dalam hati Prabu Maharaja Sura Fusena merasa ada yang aneh dengan adiknya.

"Mengapa aku tidak boleh memakan buah ini? Apakah kau bisa menjelaskannya padaku?." Ratu Dewi Saraswati seperti anak kecil yang sangat polos.

"Karena buah itu mengandung racun yunda ratu dewi." 

Deg!.

Mereka semua bereaksi mendengarkan ucapan itu, termasuk emban yang membawa buah itu.

"Jadi jangan makan buah itu, karena buah itu sangat berbahaya yunda ratu dewi."

Spontan Ratu Dewi Saraswati membuang buah itu, jika memang benar apa yang dikatakan oleh Patih Rangga Dewa.

"Apa maksud dinda patih? Bagaimana mungkin buah segar itu mengandung racun?." Prabu Maharaja Sura Fusena merasa heran. "Apakah kau ingin mengatakan ada seseorang yang ingin membunuh kita melalui buah itu?." Prabu Maharaja Sura Fusena berdiri dari duduknya.

"Buah itu sudah mengandung racun yang sangat berbahaya kanda prabu." Patih Rangga Dewa memberi hormat. "Jika kita memakannya? Tentunya kita akan segera berpindah alam, apalagi warna buah itu sangat mencurigakan sekali kanda Prabu."

"Emban!." Suara sang Prabu terdengar sangat keras. "Bagaimana mungkin kau membawakan kami buah beracun? Apakah kau telah merencanakan ini?!."

"Tidak mungkin hamba membawa buah beracun itu Gusti Prabu."

Sedangkan emban tersebut menatap tajam ke arah Patih Rangga Dewa. Ia tidak menyangka jika rencana yang ia susun dengan rapi bisa diketahui oleh Patih Rangga Dewa?. "Hamba tidak mungkin memberikan buah beracun gusti ratu." Ia terlihat seperti sedang ketakutan sambil menyembah pada Sang Prabu. "Hamba akan dikutuk dewata jika hamba melakukan hal yang keji, pada keluarga istana." Ia terlihat menangis karena rasa takut yang menghantuinya.

"Dinda patih." Ratu Ayustari menegur Patih Rangga Dewa. "Bagaimana jika buah itu memang buah biasa? Tidak mengandung racun?." Ratu Ayustari bertanya seperti itu. "Kau jangan membuat keributan di sini dengan tuduhanmu yang tiak-tidak." Entah kenapa ia sangat kesal. "Kau sangat merusak suasana rangga dewa!." Dalam hatinya sangat kesal. "Itulah kenapa aku tidak suka padamu!." Dalam hatinya merasa sangat kesal.

"Jika yunda ratu ayusari tidak percaya? Yunda ratu bisa membuktikannya sendiri." Patih Rangga Dewa malah menantang Ratu Ayustari. "Tapi aku tidak bisa menjamin keselamatan yunda ratu, karena racun itu berasal dari siluman ular, heh!." Patih Rangga Dewa juga kesal pada kakak iparnya yang bernama Ratu Ayustari itu.

"Siluman ular?." Mereka semua tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Patih Rangga Dewa.

Deg!.

"Kurang ajar! Bagaimana mungkin dia mengetahui tentang racun itu?." Dalam hati emban itu sangat mengutuk atas apa yang telah diucapkan Patih Rangga Dewa. "Ini sangat berbahaya untukku." Dalam hatinya sedikit panik.

"Apakah itu benar dinda Patih?."

"Tentu saja kanda Prabu." Patih Rangga Dewa terus mengamati emban itu. "Dia sedang menyamar menjadi emban." Patih Rangga Dewa menunjuk ke arah emban yang tampak tercengang. "Dia adalah siluman ular yang sedang mengincar kanda prabu."

Deg!.

"Apa?."

Mereka semua sangat terkejut mendengarkan apa yang dikatakan oleh Patih Rangga Dewa.

"Kegh! Benar-benar sangat kurang ajar! Berani sekali kau mengacau semua rencana ku!." Ada hawa tidak enak yang ditebarkan oleh emban itu.

Dan benar, emban tersebut menunjukkan jati dirinya. Ia hampir saja menyerang Ratu Dewi Saraswati, namun serangan itu berhasil dihadang oleh Patih Rangga Dewa.

"Kya!."

Duakh!.

Patih Rangga Dewa berhasil menepis serangan itu dengan pukulan yang sangat kuat, sosok ular itu terlempar keluar dengan kepala membentur tembok istana yang cukup kuat. Setelah itu terjadi pertarungan antara mereka berdua.

Sementara itu Prabu Maharaja Sura Fusena menyuruh permaisurinya serta selirnya untuk masuk ke dalam istana. Setelah itu ia membantu adiknya menghadapi siluman ular tersebut.

"Dinda masuklah ke istana, biar kanda atasi masalah ini dengan cepat."

"Baik kanda prabu."

Sedangkan Patih Rangga Dewa sedang berhadapan dengan Siluman ular. Mereka mengadu kesaktian yang mereka miliki.

"Kurang ajar! Bagaimana bisa kau mengetahui penyamaran ku?!." Amarah luar biasa memuncak dari dalam dirinya. "Sepertinya kau bukan orang yang bisa aku anggap remeh!." Ia sangat kesal, hingga serangannya tidak beraturan, ia sangat gugup karena rencananya gagal.

"Tentu saja aku tahu, kau sendiri yang mengatakan rencanamu padaku dengan jelas." Patih Rangga Dewa terus menyerang wanita siluman ular itu.

Deg!!!.

Wanita siluman ular itu menghindari semua serangan, setelah itu ia berubah wujud ke bentuk manusia?. Ia menghindari pertempuran dengan Patih Rangga Dewa untuk sementara waktu.

"Jangan katakan kau adalah orang itu?."

"Oh akhirnya kau sadar juga ahahaha."

"Keparat busuk." Amarahnya keluar begitu saja di dalam hatinya. Ternyata selama ini aku telah dipermainkan olehmu!."

"Aku tidak akan membiarkan siapapun juga menyakiti kanda prabu. Dan kau mengincar nyawanya. Tentu saja aku akan mencegah itu terjadi."

Prabu Maharaja Sura Fusena mendekati adiknya. "Terima kasih dinda patih. Kau memang adikku yang baik."

"Kanda prabu jangan sungkan, sudah seharusnya sebagai keluarga kita saling melindungi satu sama lain."

"Heh! Harmonis sekali kalian sebagai kakak dan adik, sampai-sampai aku ingin membunuh kalian!." Ada kemarahan yang tidak biasa yang ia tunjukkan saat itu. "Terutama kau! Kau yang telah mengambil upah yang telah aku berikan padamu!."

"Hei! Siluman ular!." Patih Rangga Dewa juga memperlihatkan bagaimana kemarahannya. "Justru aku yang telah kau permainkan! Kau memberikan aku uang palsu!." Patih Rangga Dewa masih ingat dengan itu. "Upah yang kau berikan padaku, aku berikan pada kawanan perampok! Dan mereka sangat terkejut, karena menerima uang daun dariku!." Patih Rangga Dewa tidak dapat menahan amarahnya.

"Ahaha! Jadi dinda patih telah ditipu oleh siluman itu?." Prabu Maharaja Sura Fusena tertawa dengan sangat kerasnya. "Kasihan sekali kau dinda Patih, itu adalah hukuman buatmu karena tidak melakukannya dengan benar."

"Kanda Prabu, jangan tertawa seperti itu, rasanya aku sangat malu sekali." Tiba-tiba saja amarahnya hilang, dan merasa malu.

"Hei! Aku ke sini bukan untuk menyimak pembicaraan kalian!." Dengan sangat kesalnya wanita siluman ular itu membentak keduanya.

"Apa lagi yang kau inginkan dariku nyai? Apakah hati nyai masih dendam padaku?."

"Tentu saja aku masih dendam padamu sura fusena!." Amarahnya semakin keluar. "Karena kau telah mempermalukan aku!." Saat itu ia kembali berubah menjadi ular raksasa. "Sehingga aku dibenci oleh orang yang paling aku sayangi! Dan kau harus mengganti posisinya."

"Hei! Siluman ular!." Patih Rangga Dewa maju beberapa langkah. "Harusnya kau berkaca! Kau pikir kanda prabu mau dengan orang seperti kau? Jangan banyak berharap!."

"Kurang ajar kau rangga dewa." Dengan amarah yang sangat membara ia hendak menyerang Patih Rangga Dewa. "Kau telah mempermainkan aku! Akan ku balas perbuatan mu!."

"Kanda prabu." Patih Rangga Dewa melindungi dirinya dengan menggunakan pagar gaib, sehingga untuk sementara waktu ular raksasa itu terhenti. "Biarkan aku yang menghadapi wanita siluman ular itu, kanda Prabu tenang-tenang saja di sini."

"Monggo dinda patih."

Setelah itu ia Patih Rangga Dewa menyerang siluman ular dengan menggunakan tenaga dalamnya, pertarungan itu sangat ketat dari apa yang dibayangkan. Keduanya menggunakan kemampuan yang sangat tinggi untuk menjatuhkan musuhnya.

Prabu Maharaja Sura Fusena hanya melihat bagaimana keduanya bertarung. Sangat kuat, cepat, dan sangat bertenaga. Prabu Maharaja Sura Fusena sangat mengakui kepandaian yang dimiliki adiknya. Karena dari kecil, ia yang melatih adiknya agar menjadi Patih yang akan mendampinginya.

Dan beberapa kali jurus yang dimainkan oleh Patih Rangga Dewa, sepertinya wanita siluman ular itu tidak mampu mengimbangi kekuatan Patih Rangga Dewa. Dan ia memilih mundur dari pada kalah dan akhirnya tertangkap?. Tidak!.

"Ingat rangga dewa! Suatu hari nanti aku akan datang padamu, akan aku bunuh kau!."

"Kau tidak usah mengancam aku nyai!." Teriaknya dengan sangat kesalnya. "Sebaiknya nyai segera memperbaiki diri, dan mungkin ada anak buahku yang kecantol sama nyai." Teriaknya semakin keras. "Kecantikanmu juga lumayan untuk memikat hati perampok!." Lanjutnya dengan teriakan yang semakin keras.

"Hah! Terserah kau saja!." Siluman ular itu sangat kesal, ternyata ia masih mendengarkan apa yang dikatakan Patih Rangga Dewa. "Aku tidak akan pernah melupakan kejadian hari ini." Siluman ular itu pergi dari sana. Ia kewalahan menghadapi Patih Rangga Dewa, meskipun ia telah menggunakan wujud ular, namun lelaki itu sulit juga untuk di kalahkan. "Dan aku tidak akan mungkin jatuh cinta pada rampok! Kau pikir aku ini wanita ala tidak bisa memilih lelaki yang baik? Awas saja kau rangga dewa!." Suasana hatinya mulai panas, dan menaruh dendam pada Patih Rangga Dewa.

Sementara itu.

"Dia kabur kanda prabu." Patih Rangga Dewa mendekati Prabu Maharaja Sura Fusena. "Benar-benar sangat sangat menyebalkan!."

"Biarkan saja dia kabur dinda patih." Prabu Maharaja Sura Fusena sangat lelah. "Tapi aku yakin targetnya telah berubah."

"Tidak apa-apa kanda prabu." Patih Rangga Dewa tampak santai. "Yang pasti dia tidak akan mengincar kanda prabu lagi." Lanjutnya dengan senyuman lembut. "Kalau aku sih? Sudah biasa dikejar sama orang." Ia tertawa kecil setelah ucapannya sendiri, begitu juga dengan Prabu Maharaja Sura Fusena. "Dan bahkan sampai sekarang masih mau mencari bukti, kesalahan yang aku lakukan." Entah kenapa itu hal yang biasa baginya. "Aku yakin dalam waktu dekat ini, mereka akan datang menemui kanda prabu untuk menuntut diriku." Patih Rangga Dewa berbisik agar apa yang ia bicarakan tidak didengarkan oleh mereka yang selalu mengawasinya.

Prabu Maharaja Sura Fusena hanya menghela nafasnya dengan pelan. Ia tahu apa yang dikatakan oleh adiknya ini. "Kau ini sangat santai sekali, aku yang resah karena sikap santaimu itu rangga dewa." Keluh sang Prabu. "Mengapa kau ini serba tahu apa yang akan dilakukan oleh orang lain pada keluarga kita?." Dalam hati sang Prabu sangat heran. "Bahkan kau ini mengetahui rencana kejahatan yang akan menimpa keluarga istana, memangnya kau ini dewa? Sehingga ia mengetahui apa yang akan dialami oleh seseorang?." Secara langsung sang Prabu mengatakan itu.

"Anggap saja seperti itu, karena namaku rangga dewa." Patih Rangga Dewa tersenyum lebar.

"Kau ini percaya diri sekali." Sang Prabu semakin menghela nafas. "Memang namamu dewa, karena ayahanda Prabu yang memberikan nama itu."

"Kalau begitu aku akan kembali berkeliling istana kanda prabu." Patih Rangga Dewa merapikan pakaiannya. "Aku tidak peduli jika mereka yang mau mencari kesalahanku atau tidak, hari ini aku akan kembali meronda." Patih Rangga Dewa kembali bersikap santai tanpa adanya perasaan bimbang.

"Terserah kau saja dinda patih." Prabu Maharaja Sura Fusena merasa lelah sendiri dengan sikap adiknya yang seperti itu. "Aku pusing dengan apa yang mereka laporkan padaku tentang mu."

"Aku pamit dulu kanda prabu, sampurasun."

"Rampes."

Patih Rangga Dewa pergi meninggalkan Prabu Maharaja Sura Fusena, karena ia ingin melihat keadaan kota raja. Dan bila perlu dengan menyamar ia memantau desa-desa terdekat kota raja.

"Apakah tidak ada laporan lain yang masuk padaku? Selain keluhan mereka yang ingin mencari kesalahanmu dinda patih?." Sang Prabu merasa heran. "Rasanya aku sangat pusing menghadapi mereka yang ingin dihukum olehku." Prabu Maharaja Sura Fusena sedang memikirkan apa yang terjadi dalam lingkungan keluarganya. "Sejak kapan kau menjadi incaran orang-orang yang takut akan hukuman dariku?." Sang Prabu memikirkan kembali kejadian apa saja yang telah melibatkan adiknya itu. "Kepalaku mendadak sakit memikirkan hal buruk apa saja yang kau lakukan sehingga mereka ingin menjatuhkan dirimu, rasanya aku dapat menangkap jika mereka lebih takut padamu dari pada aku rangga dewa." Prabu Maharaja Sura Fusena berjalan pergi meninggalkan halaman istana. "Aku harap tidak akan ada perang diantara kita nantinya hanya karena mereka ingin kita saling membenci." Dalam hati sang Prabu hanya berharap keluarganya akan tatap utuh walaupun banyak masalah yang terjadi.

Begitu banyak masalah yang sedang dihadapi oleh keluarga istana, apalah mampu mengatasinya dengan baik?. Apakah akan ada perpecahan nantinya diantara mereka?. Badai sepertinya sedang menguji keluarga istana, apakah masih bersatu atau malah hancur dikemudian hari.

...****...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!