...***...
Putri Rara Wulan masih berlatih bersama Pangeran Arya Fusena, gerakan yang mereka lakukan semakin cepat. Patih Rangga Dewa dan keempat datang tersebut bahkan melihat dengan mata menyipit. Gerakan yang luar biasa, dan hanya bisa dilakukan oleh orang-orang profesional saja.
"Memang keturunan raja yang mengesankan, sangat luar biasa sekali."
"Oh rasanya aku ingin segera menikah dan memiliki anak seperti mereka."
"Andai saja aku memiliki anak seperti mereka."
"Aku pasti akan bahagia memiliki anak-anak yang sangat luar biasa."
"Kalian ini jangan mengharapkan yang aneh-aneh."
Tentunya ucapan itu membuat Patih Rangga Dewa melirik tidak enak, dan seperti ingin memakan dayang yang berkata seperti itu. "Kalian ini bicara apa? Dasar dayang aneh." Seakan-akan ucapan itu menyindir dirinya yang hingga saat ini belum menikah juga.
Sementara itu, Pangeran Arya Fusena dan Putri Rara Wulan saat ini sedang mengatur hawa murni mereka setelah melakukan beberapa jurus.
"Ternyata kau kuat juga dinda, tidak sia-sia ayahanda prabu melatih mu dengan giat."
"Aku hanya melakukan sebisaku yunda, tapi yunda sangat hebat." Pangeran Arya Fusena sangat kagum. "Gerakan totokan angin itu sangat hebat, dan aku tidak bisa menghindarinya."
"Kalau begitu dinda pangeran harus lebih banyak latihan lagi." Nasehatnya. "Jika kau serius berlatih, maka kau bisa melakukannya dinda. "
"Jika yunda bersedia melatihku, maka akan dengan senang hati aku akan mempelajarinya."
"Baiklah, kalau begitu persiapkan dirimu."
Kembali mereka beradu tanding. Melawan satu sama lain?. Tidak, kali ini Rara Wulan mengajari adiknya itu memainkan jurus andalannya. Mungkin latihan ini agak lama?.
"Gusti putri rara wulan, tumben sekali dia mau mengajari gusti pangeran ilmu kanuragan."
"Benar, tidak biasanya." Ia mengamatinya dengan tatapan penuh curiga. "Aku takut tuan putri memiliki niat yang tidak baik."
"Kalau begitu, kita harus waspada." Begitu juga dengannya. "Supaya tidak terjadi sesuatu pada gusti pangeran."
"Benar, kita harus tetap waspada, jangan sampai terjadi sesuatu pada Gusti pangeran."
"Ekhm!."
Mereka terkejut karena teguran Patih Rangga Dewa, mereka seperti terkena jantungan dadakan.
"Eh? Gusti patih, asih di sini toh?."
"Tidak baik mencurigai orang yang benar-benar berbuat baik pada saudaranya."
"Hehehe! Ampun gusti patih, kami hanya khawatir saja pada gusti pangeran."
"Kami tadi hanya bercanda gusti patih."
"Ya sudah, awasi terus nanda pangeran." Patih Rangga Dewa hanya menggoda mereka saja. "Jangan sampai lengah, atau kalian yang akan aku hukum."
"Sandika gusti patih."
Tentu saja mereka sangat patuh dengan apa yang telah dikatakan oleh Patih Rangga Dewa.
"Anak ya? Sabar, mungkin belum saatnya." Dalam hatinya memikirkan itu. Patih Rangga Dewa pergi meninggalkan tempat, karena ada urusan penting yang akan ia selesaikan. "Aku tidak mau terburu-buru." Dalam hatinya masih bersabar dengan apa yang telah terjadi padanya.
Sementara itu, Putri Rara Wulan masih memberikan arahan pada Pangeran Arya Fusena. Sepertinya pangeran itu sangat pintar, sehingga Putri Rara Wulan tidak terlalu sulit mengajari adiknya itu.
"Bagus dinda pangeran." Pujinya. "Lebih ringankan lagi gerakan kakimu, agar seimbang dengan gerakan tanganmu." Ia bahkan menjelaskan dengan sedikit gerakan. "Jika dinda pangeran lambat, maka arah anginnya akan melenceng."
"Fokus, dan ikuti arah gerakan angin." Pangeran Arya Fusena mengingatnya. Ketika itu juga, ia mencobanya dan ia mendapatkan hasil yang mengejutkan. Yaitunya, pot bunga yang ada dihadapannya meledak.
Deg!.
Putri Rara Wulan sedikit terkejut melihat adiknya yang berhasil melakukan itu?. "Hanya dengan sedikit penjelasan dia langsung bisa?." Dalam hatinya sangat terkejut melihat itu.
"Aku bisa melakukannya yunda. Rasanya sangat hebat sekali jurus yang yunda ajarkan."
"Bagus dinda pangeran." Antara kagum dan tidak percaya. "Namun itu hanya dasarnya saja." Ia bersikap biasa-biasa saja untuk menekan perasaan terkejutnya. "Jika kau berlatih lebih keras lagi, maka kau akan mendapatkan hasil yang lebih pula."
"Kalau begitu mohon bimbingannya yunda." Pangeran Arya Fusena semakin bersemangat. "Aku ingin sekali mempelajari jurus yang yunda gunakan tadi."
"Siapa dulu dong? Rara wulan adalah pendekar wanita hebat." Putri Rara Wulan membanggakan dirinya dengan semangat. "Jadi? Kau tidak perlu ragu belajar ilmu kanuragan dengan yundamu ini, kau mengerti?."
"Tentu saja yunda."
Sementara itu keempat dayang yang selalu mengiringi pangeran Arya Fusena langsung menghampiri mereka.
"Mohon ampun gusti pangeran, saatnya beristirahat, dan setelah itu gusti pangeran akan berlatih naik kuda."
"Sepertinya mereka telah mengatur semua jadwal mu dinda pangeran." Putri Rara Wulan menghela nafasnya dengan pelan. "Sebaiknya turuti saja apa yang telah mereka lakukan untukmu dinda."
Pangeran Arya Fusena hanya tertawa kecil. "Membantah toh rasanya percuma saja, mereka akan terus memaksaku untuk melakukan semuanya." Dalam hatinya merasa sangat tidak enak pada kakaknya.
"Maafkan aku yunda, sepertinya aku telah memiliki jadwal lain setelah ini."
"Baiklah kalau begitu." Putri Rara Wulan menepuk pundak adiknya. "Latihan hari ini cukup sampai di sini saja, besok aku akan melatih mu lagi dinda pangeran."
"Terima kasih banyak yunda, latihan hari ini sangat berkesan sekali." Pangeran Arya Fusena sangat lega mendengarnya.
"Sama-sama dinda pangeran, kalau begitu aku pergi dulu, sampurasun."
"Rampes."
Putri Rara Wulan pergi meninggalkan tempat. Ia hanya memaklumi keempat dayang tersebut. Toh itu bukan sesuatu yang aneh baginya. Di istana ini sudah menjadi kebiasaan, keempat dayang tersebut membuat jadwal apa saja yang akan dilakukan oleh Pangeran Arya Fusena, pangeran kesayangan penghuni Istana Kerajaan Trisakti ini.
...***...
Di pasar kota Raja.
Saat ini suasana sangat ramai. Patih Rangga Dewa sedang berbaur dengan rakyat sekitar. Menyamar jadi orang biasa, agar mereka tidak curiga sama sekali. Namun saat itu, ada seorang wanita yang cukup cantik duduk mendekatinya. Ia berusaha untuk tidak bersikap mencurigakan bagi mereka yang mungkin saja mengenali dirinya.
"Maaf kisanak? Apakah saya boleh duduk di hadapan kisanak?." Dengan senyuman ramah ia meminta izin.
"Oh, tentu saja boleh, silahkan." Ia tidak keberatan sama sekali. "Ini tempat umum, siapa saja boleh duduk di sini."
"Terima kasih kisanak, ternyata kisanak orang yang sangat baik sekali." Pendekar wanita itu merasa sangat kagum dengan sikap ramah Patih Rangga Dewa. "Jarang ada orang yang baik padaku."
"Memangnya nisanak ini orang mana? Apakah nisanak orang luar? Atau orang asli sini?." Patih Rangga Dewa hanya ingin memastikan apa yang ingin ia ketahui dari Pendekar wanita itu.
"Aku memang orang luar kisanak, aku berasal dari bukit baris." Ia menunjuk arah dari mana ia datang.
"Wah, jauh sekali perjalanan nisanak menuju kota raja ini, apakah nisanak datang sendirian?." Patih Rangga Dewa tidak melihat rombongan yang datang bersama wanita itu. "Apakah nisanak aman selama perjalanan menuju ke kota Raja ini?."
"Aku datang sendirian." Senyumannya begitu terlihat manis. "Karena aku hanya ingin melihat keindahan kota raja."
"Oh jadi begitu?." Patih Rangga Dewa hanya manggut-manggut saja. "Kota Raja memang sangat indah untuk para pendatang, jadi wajar semua orang luar ingin melihatnya."
Percakapan mereka saat itu sangat santai sekali, seakan-akan dua orang yang ingin saling berkenalan satu sama lain secara tidak langsung.
"Lalu bagaimana dengan kisanak sendiri? Apakah kisanak orang sini?."
"Oh, aku? Sebenarnya aku orang dukuh rentang." Patih Rangga Dewa juga menunjuk dari mana arahnya datang. "Karena ingin mencari pekerjaan, aku datang ke sini, di tempat aku tinggal hanya bertani saja, Jadi aku merantau ingin mencari pekerjaan yang cocok saja."
"Kalau begitu aku akan memberikan pekerjaan pada kisanak." Senyumannya terlihat sangat mencurigakan. "Itupun jika kisanak mau bekerjasama denganku."
"Pekerjaan? Pekerjaan apa yang nisanak berikan padaku?." Patih Rangga Dewa merasa tertarik dengan ucapan itu. "Aku yakin dia memiliki niat yang tidak baik."
"Itu pekerjaan yang sangat mudah. Kisanak masuk ke dalam istana." Ia sedikit membungkukkan tubuhnya ke depan dan berbisik. "Lihat apa saja yang ada di dalam istana, jika kisanak melihat gerak-gerik apa saja yang dilakukan oleh gusti prabu." Ia lebih mendekat supaya apa yang ia katakan hanya didengar oleh lawan bicaranya. "Kisanak laporkan padaku, dan aku akan memberikan upah pada kisanak."
"Memangnya apa yang nisanak inginkan dari gusti prabu? Apakah gusti prabu memiliki masalah dengan nisanak?." Patih Rangga Dewa juga berbicara dengan berbisik-bisik. "Seperti yang aku duga." Dalam hatinya mulai waspada.
"Itu urusan lama aku sangat dendam padanya, karena dia telah membongkar identitas asliku di acara sebuah perjamuan." Ada kemarahan yang tergambar dari raut wajah serta sorot matanya saat itu.
"Oooh jadi seperti itu? Lalu bagaimana selanjutnya? Apa yang akan nisanak lakukan?." Patih Rangga Dewa hanya mengikuti permainan dari wanita itu saja.
"Aku sangat dendam padanya, dan aku sangat ingin membunuhnya dengan racun berbisa yang aku miliki." Ia mengatakannya.
"Baiklah, jika itu yang nisanak inginkan." Meskipun hatinya sakit?. Tapi ia tetap meyakinkan wanita itu. "Aku akan bergabung dengan nisanak, akan aku lakukan apapun yang ingin nisanak inginkan."
"Terima kasih atas bantuan kisanak, temui aku di hutan gerbang kota raja, aku akan menunggu kabar baik dari kisanak."
"Itu masalah kecil, nisanak tidak perlu cemas, begitu aku mendapatkan informasinya, aku akan segera menemui nisanak."
"Kalau aku boleh tahu, siapa nama kisanak? Namaku embun putih." Begitu ia menyebut namanya.
"Namaku brata jaya."
"Baiklah brata jaya, aku tunggu kabar baik darimu."
Namun saat ia hendak meninggalkan tempat, tiba-tiba saja ia dicegat oleh beberapa preman pasar. Preman pasar tersebut tertawa geli mendengarkan ancaman dari wanita misterius itu. Sedangkan Patih Rangga Dewa yang sedang menyamar pura-pura tidak tahu saja.
"Mau apa kalian? Apakah kalian bosan hidup hah? Jangan coba bermain-main denganku!."
"Hehehe wanita ini garang juga ternyata." Ia tertawa keras. "Tapi aku suka dengan orang yang seperti itu! Hahahaha!."
"Hei neng gelis, kami cuma mau mengajak kau bersenang-senang saja, mari ikut dengan kami." Pemuda yang lainnya juga ikut menggoda. "Aku yakin kau akan terbang ke dalam nirwana mabuk asmara nantinya, hahaha!."
Apa yang terjadi ketika ketiga preman pasar itu hendak menarik tangan wanita itu?. Justru mereka terkena patokan kuat dari tangan wanita itu. Tentunya mereka bertiga terkejut, mereka tidak menduga jika wanita itu akan melawan.
"Mau ngajak berkelahi ini wanita!."
"Jadi kau ingin berkelahi dengan kami?!."
"Maju saja kalau kalian berani! Aku tidak takut dengan kalian!."
"Maju!."
Terjadi pertarungan, antara ketiga perampok pasar, dengan pendekar wanita itu. Mereka tidak mengadu kesakitan yang mereka miliki. Sementara itu dari kejauhan Patih Rangga Dewa mengamati pertarungan itu.
"Siapa wanita itu? Jamuan?." Ia belum bisa memahami itu. "Nanti aku akan bertanya pada kanda prabu, pasti kanda prabu memiliki jawaban untuk ini." Dalam hatinya bertanya-tanya, dan ia melihat gerakan pendekar wanita itu. "Gerakannya meliuk-liuk seperti ular, jangan-jangan dia siluman ular? Hi!." Patih Rangga Dewa malah bergidik ngeri membayangkannya. "Tapi aku harus menghentikan mereka, akan berbahaya jika prajurit melihat ini." Karena tidak ingin mengambil resiko. Patih Rangga Dewa melompat mendekati mereka. Melerai pertarungan itu, karena ia tidak ingin prajurit penjaga keamanan datang mendekati mereka.
"Pergi kalian dari sini! Kalian hanya pandai membuat keributan saja!."
"Hei! Siapa kau? Berani sekali kau ikut campur urusan kami!."
"Aku ini adalah patih rangga dewa! Jika kalian tidak ingin aku penjarakan? Pergi kalian dari sini secepatnya!." Dengan gerakan mulut yang bisa mereka baca.
Tentunya ketiga preman pasar itu terkejut. Siapa yang tidak mengenal Patih Rangga Dewa?. Adik kandung dari Prabu Maharaja Sura Fusena. Tidak segan-segan menghukum siapa saja yang terbukti melakukan kesalahan.
"Kabur! Dari pada kita mendapatkan masalah?! Lebih baik kita cabut!."
"Cabut!."
Ketiga preman pasar tersebut melarikan diri. Karena mereka tidak ingin berurusan dengan Patih Rangga Dewa.
"Apakah nisanak baik-baik saja?."
"Aku baik-baik saja." Ia melihat kepergian tiga orang itu. "Tapi mengapa kau mengusir mengusir mereka semua? Aku masih bisa berhadapan dengan mereka." Ia terlihat sangat tidak puas. "Berani sekali mereka menantang aku!."
"Itu akan sangat berbahaya nisanak, bagaimana jika pertarungan tadi membuat prajurit istana berdatangan dan nisanak tertangkap? Lalu bagaimana rencana nisanak untuk membunuh gusti prabu?."
"Benar juga, kau sangat cerdas sekali."
"Akan gawat, jika kita sampai berurusan dengan orang dalam istana."
"Huh, untung saja kau mengingatkan aku." Ia terlihat sangat kesal. "Rasanya aku sangat beruntung sekali dengan adanya kau."
"Kalau begitu aku langsung pada tujuanku, dan nisanak bisa menunggu ditempat yang telah dijanjikan." Hanya itu yang bisa ia katakan.
"Baiklah kalau begit, aku akan pergi sekarang juga."
Setelah itu mereka berdua berpisah, pada tujuan masing-masing. Tanpa mereka sadari, ada satu pasang mata yang dari tadi memperhatikan mereka dari jarak jauh.
"Patih rangga dewa, apa yang akan kau rencanakan sebenarnya? Aku pasti akan melaporkan perbuatan burukmu pada gusti prabu Maharaja sura fusena, dan kau akan dihukum oleh kakakmu sendiri." Senyuman iblis terpasang dengan sangat jelas di wajahnya saat itu. Sepertinya ada dendam tersendiri pada orang itu, sehingga apa yang dikerjakan oleh Patih Rangga Dewa selalu salah dimatanya. "Setiap tindakan yang kau lakukan? Itu adalah senjata bagiku."
...***...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 65 Episodes
Comments
George Lovink
Apa jaman dulu sdh ada nama FUSENA...
2023-10-02
0