Menatap kosong sebuah pintu putih di hadapanku sedari tadi, aku hanya mendesah-desah frustrasi tidak jelas.
“Guh, man,” gumamku, menggelengkan kepala seraya bangkit dari tempat tidur-ku dan berjalan menuju pintu tersebut. “Ternyata seperti ini, ya?”
Aku berbalik lagi dan melemparkan tubuhku kembali ke kasur.
“.... Rasanya,” ucapku kemudian, “‘Menganggur’.”
Walaupun aku mengucapkan sesuatu hal yang sangat menakutkan seperti itu, aku mengingat dengan jelas di atas meja Ruang Kerja-ku terdapat berkas-berkas yang masih berserakan.
Namun untuk sekarang, berkas-berkas tersebut sama sekali tidak berguna untukku.
Aku merepalkan rahangku dan merasa jengah sendiri, “Guh, man, sial ...!!”
Seharian ini aku hanya menatap langit-langit berwarna putih di atasku dan terus terbaring di tempat tidur-ku, sama sekali tidak melakukan apa-apa.
Entah mengapa aku tiba-tiba merasa ketakutan sendiri.
Hari pertama merasakan rasanya menganggur setelah dipecat dari Pekerjaan Utama, aku merasa sangat bosan, kebingungan, serta sangat tidak percaya dengan keadaanku sekarang ini.
Jika kupikirkan lagi, masih ada 5 Pajak Penghasilan yang menunggu setiap awal bulan untuk terus kubayar beserta biaya tempat tinggal Apartemen-ku ini.
Aku melihat PC Kuno di sudut Kamar Tidur Apartemen-ku.
Meski ilegal, komputer itu kubeli dari seorang Gelandangan Informan di Distrik.5―Area.2 pada saat aku belum bekerja di Pekerjaan Utama-ku sebelumnya.
Dan untuk apa PC Kuno di Era Hiburan ini?! Ya. Pada dasarnya komputer itu hanya untuk hiburanku semata. Bagaimanapun, aku masih seorang manusia yang sesekali membutuhkan hiburan.
Saat itu, harga PC Kuno sangat murah dan aku bisa mengakses Internet dengan murah pula―meski ilegal―serta aku tidak bisa mengakses portal Terminal World manapun.
Aku hanya bisa mengakses suatu Forum di Internet dan memainkan
suatu hiburan ilegal-ku.
“Hiburan dengan mengakses Internet,” desahku, frustrasi, “Guh. Karena jelas ilegal, itu jadi pengeluaran Kredit tertinggi-ku sekarang.”
Karena hiburan di Internet selalu menghilang-muncul begitu saja, harga Kredit per-bulan untuk memainkan dan slot Forum di Internet-nya pun terus meningkat.
Dengan total penghasilan di Pekerjaan Utama-ku sebelumnya, aku bisa meng-cover pengeluaran Kredit tertinggi-ku itu sekalipun.
Tetapi untuk bisa bekerja di Pekerjaan Utama-ku sebelumnya tidaklah mudah. Aku harus mengambil berbagai macam Pekerjaan Part Time lainnya terlebih dulu, sebelum mendapatkan Pekerjaan Utama-ku tersebut.
Aku curahkan semua jiwa, raga, dan waktu hidup-ku beserta kelima Pajak Penghasilan-ku hanya untuk bekerja di Pekerjaan Utama-ku itu.
Namun, di sinilah aku sekarang.
Tinggal di Wilayah Penduduk Kelas Menengah―tepatnya di Distrik.2―Area.3 membuat hidupku sangat berkecukupan.
Aku tertawa kosong nan sombong sendiri kemudian, “Hahaha.”
Walaupun berbagai pengeluaran Kredit bulanan serta biaya tinggal di Apartemen-ku ini masih harus kubayar, aku masih bisa tetap tinggal di Apartemen Distrik.2―Area.3 ini sekitar setahun lagi.
Tetapi tentu saja memuakkan juga, sih, untuk menganggur selama ini.
Apa aku, pikirku, kemudian tiba-tiba bangkit dan duduk tegap di tempat tidur-ku, “Mencari pekerjaan lain saja?!”
Aku mengambil smartphone-ku dan mengakses portal Terminal Mobile World Bank.
Saldo di rekening-ku tinggal tersisa: 50.023 Kredit.
“Uhh. Antara bertahan hidup di Wilayah Penduduk Kelas Menengah ini,” gumamku, lalu aku mendesah frustrasi saat memikirkan hal ini, “Atau aku turun klaster kependudukan saja ke Area.1? Man, tidak mungkin aku tidak menggunakan satu-satunya pengeluaran Kredit tertinggi-ku―yang telah kubayar penuh hanya untuk tinggal di sini!?”
Meski setiap bulan Sistem Dunia akan memberikan 600 Kredit untuk seluruh penduduk klaster menengah, itu masih jauh dari cukup untuk menutupi kelima Pajak Penghasilan-ku―Apalagi biaya apartemen dan pengeluaran Kredit-ku lainnya.
Aku menggerutu, “600 Kredit per-bulan, man! Dulu, aku sangat antusias dan senang saat mengetahui jumlah Kredit yang kudapat dariNya―saat itu aku baru menginjak masa dewasa, tepatnya. Tapi setelah aku kecanduan hiburan ilegal seperti Internet.”
Sangat berat rasanya untuk seorang yang sudah begitu lama berada di atas―kasta teratas yang pernah diraih sepanjang hidup-nya maksudku, serta hidup berkecukupan, untuk jatuh ke situasi atau kasta terendah dalam hidup-nya dan tidak mempunyai apa-apa lagi.
“Apa aku harus ....” Sebuah ide bagus tiba-tiba muncul di kepalaku, akan tetapi aku langsung menggelengkan kepalaku. “Guh, man ... Menjadi Bisnis-man tidak mungkin untukku, karena semua Pajak Penghasilan para pegawaiku kelak nanti akan masuk beberapa persen ke Pajak Penghasilan-ku dan ditambah lagi pajak-pajak yang tidak jelas lainnya?”
Membingungkan memang, di Era Hiburan ini segalanya serba sangat mudah, stabil serta aman untuk para penduduk maupun pekerja. Tetapi para Umat Manusia sendirilah yang menjadikannya ruwet.
”Orang-orang yang masih menjadi Bisnis-man di Era Hiburan ini, hebat bukan,” gumamku, merasa sangat kagum pada mereka yang masih bisa bertahan di Dunia Perbisnisan, “Dengan modal 50 Ribu Kredit-ku saja tak akan mungkin cukup. Ditambah lagi, aku sama sekali tidak mempunyai ilmunya. Sial.”
Aku kembali menatap kosong langit-langit Kamar Tidur Apartemen-ku seraya terus memikirkan pekerjaan apa yang cocok untukku. Aku berpikir terlebih dulu seperti ini, karena ini, adalah bukan zaman di mana kami―para Umat Manusia bisa seenaknya mencoba-coba begitu saja.
Tidak ada yang berani ceroboh dengan menggunakan istilah: ‘Mencoba-coba’ di Era Hiburan ini. Jika salah sedikit saja, aku bisa masuk penjara atau menjadi seorang budak saat kehabisan saldo Kredit-ku dalam rentang waktu tertentu.
Ini sangat membingungkan, man, apa ya, suatu pekerjaan yang tidak terlalu membebani kelima Pajak Penghasilan-ku serta juga cukup untuk menutupi semua pengeluaran Kredit bulanan-ku, pikirku, lalu aku mendesah frustrasi, “Itu mungkin tidak ada juga, sih?”
Yang kulakukan sedari tadi hanya mengeluh dan berharap menemukan sebuah ide bagus serta cocok tentang pekerjaanku nanti.
Dan juga aku sudah terlalu tenggelam di Pekerjaan Utama-ku sebelumnya, sial, pikirku, dan anehnya aku mulai kembali merasa kesal sendiri.
Aku tiba-tiba mengingat kejadian seminggu yang lalu―kejadian setelah aku ditundukkan oleh dua wanita bertubuh menakjubkan, lebih tepatnya.
Tapi jika kupikirkan lagi orang bernama Alam?! Tunggu dia itu, bernama Jagat-Rat-Ret?!! Well, apapun namanya, pada saat itu dia benar-benar baik apa bodoh, ya? Obat apapun sekarang ini sangatlah mahal, tapi dia dengan mudahnya memberikan obat demam miliknya padaku?! Man! Aku sungguh sangat berterima kasih padamu Jagat meski itu obat deman jenis supositoria, uh, sial, pikirku, lagi-lagi aku mendesah frustrasi. “Guh, man, entah berapa kali dan mengapa aku selalu menggerutu dalam hati seperti ini.”
Aku menatap kembali ke sudut Kamar Tidur Apartemen-ku, tepatnya, ke PC Kuno yang tergeletak di lantai.
“Man ... apa aku ...?” Aku langsung menggelengkan kepalaku saat menolak sekelebat gagasanku sendiri. “Walaupun aku memang kecanduan sekali dengan hiburan itu. Masih belum saatnya, Ate! Man!! Tenanglah.”
Dan kemudian, aku tiba-tiba melebarkan mata merahku.
Aku mendapatkan sebuah ide dari PC Kuno yang tergeletak di lantai
itu.
Pekerjaan yang orang bodoh baru dipecat pun bisa melakukannya!? Aku berseru sendiri dengan penuh semangat, “Man! Itu pasti mengemis!! Menjadi seorang Pengemis Legal tidaklah buruk, menurutku?!”
Aku bangkit dari rebahan panjang-ku dan menuju ke pusat Area.3 yang merupakan wilayah penduduk kelas menengah di Distrik.2 ini.
...Panti Sosial...
Aku melihat plang kayu Gedung Besar bertuliskan seperti itu.
Dengan langkah berat, aku pun pada akhirnya memasuki Gedung Besar ini.
Aku pernah datang ke sini sekitar 21 tahun lalu untuk mencari Perkerjaan Part Time serta beberapa informasi tentang Pekerjaan Utama-ku sebelumnya.
Pemandangan Interior Bangunan Kumuh yang tak asing bagiku―masih sangat mirip dengan dulu―saat terakhir aku ke sini.
“Ruangan ini sama sekali tidak berubah, ya,” gumamku, dan aku menuju ke bagian resepsionis, “Hebat.”
Tepat tak jauh di hadapanku terdapat bagian resepsionis Panti Sosial ini, yakni seorang wanita cantik yang sama dengan saat terakhir aku ke sini 21 tahun lalu.
Dia mungkin sudah menikah di umur kepala tiga ini?
“Jika aku tidak salah, umur kita sama?” desahku, mulai kembali merasa frustrasi, “Tidak sepertiku yang masih menjomblo selama ini, man, sial.”
Aku menggerutu seperti itu sembari menekan suaraku supaya tidak terdengar oleh siapapun―walau tidak ada siapa-siapa di sekitarku selain si wanita resepsionis di hadapanku.
“Selamat datang, Tuan?”
Aku pun disambut olehnya dengan senyum kosong dan disertai tatapan mata yang sangat dingin.
Walau dia menatap kosong nan dingin padaku seraya memanggilku dengan sebutan: ‘Tuan’, wajahnya masih sedikit menunjukkan ekspresi seperti dia pernah bertemu denganku sebelumnya.
Memang, sih, dulu, aku sangat sering datang ke sini―jadi mungkin dia sedikit mengingatku?
“Permisi\, Bu―” Aku bingung harus memanggilnya: ‘Bu’\, atau seperti dulu saja aku memanggilnya: ’Nona’?! Tetapi yang kuingat\, dulu\, dia tidak sedingin ini?! “Jelasnya aku cuma mau mencari pekerjaan baru\, tolong.”***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments