Mendengar jika kakinya sudah siap. Baby harus menyiapkan sejumlah uang untuk membayar hal tersebut. Karena uangnya nggak cukup, terpaksa ia harus meminta bantuan dari Daddy Oreo dan mengatakan semuanya.
🍂Malam itu.
Di meja makan, mata Baby tampak sesekali mencuri pandang pada ayahnya itu.
"Ada apa, Sayang. Dari tadi memperhatikan Daddy terus," tegur Daddy Oreo.
Baby mengaduk-aduk spaghetti miliknya tanpa mau memasukkannya ke dalam mulut.
"Kamu kenapa, Sayang. Ditanyain Daddy kok diem?"
Kali ini Mama Marrie yang menegur Baby.
"Ma, aku ingin membuat kaki palsu," ucapnya sambil menunduk.
"Serius?" tanya Daddy Oreo dan Marrie serempak menoleh ke arah Baby.
"Ish, kalian ini. Ya serius lah, masa iya aku bohong."
Baby tampak menggerutu karena hal itu. Sementara Marrie dan Oreo saling berpandangan.
"Akhirnya ... Mommy dan Daddy merasa lega. Oh, ya, kapan kamu ada waktu, nanti kita bareng-bareng temui dr. Maxime."
Buru-buru, Baby memotong ucapan mamanya.
"Nggak usah, lagian kaki palsunya hari ini udah jadi, kok!"
Keterkejutan mereka semakin menjadi. Marrie meletakkan sendok garpunya lalu mendekati Baby.
"Tapi sayang, membuat kaki palsu itu nggak semudah kita masak spaghetti, dimasukkan langsung matang."
"Masa iya kakinya sudah ada, bukankah kita harus memesannya terlebih dahulu, dan juga pesannya nggak bisa instan."
Kini Daddy Oreo tampak menaruh sendok dan garpunya lalu mulai menatap serius ke arah putrinya itu.
"Iya, Baby tahu, Mom, Daddy. Seminggu yang lalu aku sudah berunding dengan dr. Maxime dan ia langsung memesan pada temannya yang berkompeten di bidangnya, kok."
Marrie dan Oreo saling berpandangan kembali. Mengerti jika kedua orang tuanya nggak semudah itu percaya. Tanpa sepengetahuan mereka, Baby mengundang dr. Maxime untuk makan malam. Tapi sampai saat ini, ia belum juga datang, membuat Baby ketar-ketir saat mencoba menjelaskan semuanya.
Beberapa saat kemudian terdengar suara mobil yang berhenti di halaman mansion. Sontak Baby berdiri dari kursi dan berjalan ke depan. Mencoba menengok siapa tamu mereka, apa itu Maxime atau bukan.
"Kok Baby sikapnya aneh si, Pa?"
"Entahlah."
Langkah tegap seorang lelaki berparas tampan, dengan kulit putih, hidung mancung tampak keluar dari mobil dan menuju ke arah pintu utama. Kaca mata yang bertengger di hidungnya membuat mata Baby berkaca-kaca karena terkejut.
"Abang bengek ... huaaaa ... dari mana aja, Lu?"
"Dari rumah lah, masak iya ganteng gini dari pasar, hello?"
"Bengek, gue kangen elu ..." ucap Baby sambil merentangkan kedua tangannya.
Michael yang baru tiba segera memeluk tubuh adiknya itu. Meski begitu, hatinya masih merasa hancur ketika melihat adiknya memakai crutch sebagai alat bantu berjalan. Marrie dan Oreo yang khawatir karena Baby tak kunjung kembali ke meja makan, berniat menyusulnya ke depan.
Respon mereka juga sama seperti Baby.
"Michael? Kenapa nggak kasih tau kalau mau ke sini, sayang," sapa Marrie.
Mama Marrie segera memeluk putra satu-satunya itu, lalu bergantian dengan Dady Oreo.
"Selamat datang, Boy, ayo masuk!"
Saat mereka hendak masuk, dari arah pintu gerbang terlihat sebuah mobil mercedes benz hitam mulai memasuki mansion.
Baby menoleh, "Yes, dia datang."
Hati Baby bersorak gembira ketika melihat kedatangan dokter tampan tersebut. Sementara itu, kening Michael berkerut mencoba melihat siapa tamu yang dinantikan adiknya itu.
"Kenapa matanya berubah menjadi berbinar? Siapa dia?" batin Michael.
Ternyata Maxime benar-benar memenuhi undangan Baby malam itu. Dengan pakaian santai ia datang, tetapi tak mengurangi kadar ketampanan duda kece itu.
"Selamat malam, maaf saya datang terlambat," ucap Maxime menatap ke empat orang di depannya itu.
"Selamat malam, dokter, silakan masuk!" ucap Baby dengan tersenyum.
Marrie juga mempersilakan tamunya untuk masuk bersamaan dengan putranya. Kini mereka berempat duduk di ruang tamu. Tak ada pembicaraan atau pun suara yang terdengar kecuali detak jam dinding.
Baby menjadi bingung untuk mengutarakan maksud hatinya. Apalagi tatapan Daddy, Mom dan Michael tampak meminta penjelasan pada Baby. Menunggu Baby untuk berbicara dan menjelaskan semuanya.
"Kenapa kalian menatapku aneh," protes Baby yang merasa tak nyaman.
dr. Maxime sadar jika Baby kebingungan saat ini, oleh karena itu, ia segera membantu Baby.
"Ehem, jadi begini, kedatangan saya ke sini adalah untuk memenuhi undangan Baby."
"Undangan apa?" Michael yang sedari tadi diam akhirnya ikut berbicara.
Terlihat jika Michael kurang menyukai sosok dokter di depannya ini. Apalagi jika sampai ia mendekati adiknya, ia tak akan memberikan restu.
"Seminggu yang lalu, Baby sudah mengatakan niatnya untuk membuat kaki palsu dan ia meminta secepatnya. Beruntung teman saya bisa memenuhi permintaan Baby."
Marrie dan Oreo tampak tersenyum. Tapi lain lagi dengan wajah Michael yang tetap saja kurang suka.
"Lalu?"
"Lalu, hari ini kaki Baby sudah siap, dan sudah saya bawa."
"Ha-ah!" Sontak saja Baby kaget bukan main dan langsung menatap tajam Maxime.
"Aku, 'kan belum membayar lunas, tapi kenapa kaki itu bisa dibawa dokter? Lalu siapa yang melunasinya?" batin Baby.
Banyak pertanyaan yang muncul di benak Baby, bahkan sampai membuatnya melongo. Sementara Maxime hanya tersenyum melihat ekspresi Baby yang terlihat lucu dan menggemaskan itu.
Baby bahkan menyenggol lengan dr. Maxime, tapi si empunya bersikap biasa. Dari tempat duduknya, Michael bersedekap dada sambil terus memandang interaksi Baby dan dokter itu.
"Maaf, dokter. Saya, 'kan belum membayar lunas biayanya?"
Baby menatap tajam dr. Maxime, sementara dari ujung meja, Daddy Oreo tersenyum.
"Tentu saja, Maxime sudah membawa serta kaki palsumu, sayang. Karena Daddy telah membayar lunas dan mengisi kembali tabunganmu seperti semula."
"Daddy ... huaaaaa ...."
Mata Baby berkaca-kaca. Ia segera mendekati kedua orang tuanya lalu memeluk mereka secara bergantian.
"Mulai besok, kamu sudah bisa mulai terapi. Tapi harus rajin. Nanti setiap weekend aku akan menemanimu untuk terapi," ucap dr. Maxime.
"Nggak usah, selama aku di sini, biarkan aku yang mendampingi Baby terapi!" Tolak Michael.
"Ish, kenapa abang galak sama dia? Dia, 'kan dokter pribadi Daddy."
"Terserah!"
Michael kemudian meninggalkan mereka berempat.
"Maafkan, putra saya, dokter. Mungkin ia kelelahan karena baru saja tiba."
"No problem."
...~🍃~🍃~🍃~🍃~...
Di tempat terapi.
Maxime tampak membalut kaki Baby dengan perban, lalu membantunya memasangkan kaki palsunya tersebut. Dengan telaten, ia memapah tubuh Baby dan membantunya berjalan.
"Pelan-pelan, ya."
"Iya, jangan cerewet dong."
Di ujung ruangan ada Michael dan Marrie yang mendampingi Baby untuk terapi perdana. Untuk hari ini mereka akan memperhatikan bagaimana caranya memandu Baby. Setelah dirasa paham, nantinya, mereka akan lebih mudah untuk membantu Baby.
Disela-sela masa terapi, dr. Maxime terus menyemangati Baby. Memberikan supportnya tanpa rasa lelah. Sedangkan di ujung sana, Michael hendak protes tapi sudah dihalangi oleh Marrie.
"Mom, kenapa membiarkan dokter itu merawat Baby, sih?"
"Memang apa salahnya? dia, 'kan berkompeten di bidangnya."
"Mommy, sih, nggak ngerti urusan anak muda!"
"Bilang aja iri, kamu juga, sudah seharusnya kamu cari jodoh jangan bisnis mulu."
Michael yang geram akan tuntutan Mommy-nya hanya bisa terdiam. Lebih baik diam, daripada mendengarkan ibunya mengomel.
.
.
...🌹Bersambung🌹...
Wkwkwk, ternyata seorang abang bisa cemburu ya dengan adiknya? Lalu ada keseruan apalagi setelah ini? jangan lupa favorit ya biar nggak kehilangan jejak.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 115 Episodes
Comments
Sakura_Merah
ngakak aku pas tahu nama mom dan dady baby marrie dan oreo 😅😅
2022-06-04
0
Ilham Risa
udah aku masuki rak ya Kak, salam dari "bangkitnya pria terhina" Kak🙏 😀
2022-05-29
1
ㅤㅤ💖 ᴅ͜͡ ๓ᵕ̈✰͜͡v᭄ ᵕ̈💖
baby punya Abang possessiff banget 😌
baby udah melupakan lucky ya🤔
Maxim udah mengalihkan perhatian banget, 😌
iya Michael jangan debat sama mommy gak akan menang 😂😂
mending diem n dengarkan
2022-04-30
47