BAB 5 KECUPAN ADRIAN

Mataku tak henti-hentinya menatap berulang kali layar ponselku yang menunjukkan tabungan mbakingku.

Bahkan awalnya ketika aku membuka notifikasi itu, aku sempat tak percaya jika uang pesangonku akan sebanyak ini. Ini semua di luar ekspektasiku, bahkan bisa membiayai kehidupanku selama satu tahun kedepan atau bahkan lebih juga.

"Kalau tahu begini, kenapa tidak dari awal saja aku resign. Lumayan lah," gumam ku.

Aku mengedarkan pandanganku ke seluruh apartemen kecilku ini. Huh! Sayangnya mulai lusa aku harus segera meninggalkan apartemen ini. Apartemen yang kutinggali semenjak aku bercerai dengan Adrian.

Dan kalian pasti bertanya-tanya kemana aku akan pergi setelah ini bukan.

Jawabnya adalah London. Ya, aku akan pergi ke London. Aku memang sengaja mencari tempat pelarian yang jauh di luar negeri. Agar Adrian nantinya tidak bisa menganggu kehidupanku lagi. Dan ya, tentu saja semua rencana pelarian ku ini tidak diketahui oleh Adrian.

Tetapi sebelum aku pergi ke London, aku akan menghabiskan 3 minggu waktuku di Surabaya. Di rumah orang tuaku dan setelah dari Surabaya, aku akan langsung berangkat ke London. Memulai kehidupanku yang baru di sana.

Beberapa koperku sudah aku bereskan, hanya tinggal beberapa saja yang akan aku lanjutkan besok setelah pulang makan siang untuk yang terakhir kalinya dengan rekan-rekanku di perusahaan Mahesa.

Dan saat ini mataku sudah benar-benar mengantuk, dan aku putuskan untuk pergi tidur. Karena aku yakin, hari esok akan lebih melelahkan lagi.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

"Mbak Freya yakin nih kita makan di sini?" tanya Asri sambil celingak-celinguk menatap seisi restoran bintang lima, tempat aku mentraktir mereka untuk makan siang sebagai acara perpisahan kami.

"Yakin dong Sri. Percaya deh sama mbak," ucapku santai.

Aku memang sengaja memilih restoran bintang lima ini menjadi tempat makan siang kami. Karena aku baru saja mendapatkan uang pesangon yang sangat lumayan, jadi tidak ada salahnya bukan kalau mentraktir mereka di sini.

"Yaampun Asri, Asri. Percaya aja deh sama mbak Freya. Dia kan mantan istri bos kita, ya pasti uang pesangonnya itu melebihi uang pesangon kita," ucap Safira.

"Emang kalau boleh tahu, berapa digit sih uang pesangon mbak Freya?" tanya Reni kepo, kebetulan dia duduk di sampingku.

"Kepo banget kamu Ren," seru Adit.

"Biarin."

"Yah, lumayan lah bisa buat makanku selama satu atau dua tahun terakhir," jawabku. Membuat Asri, Safira, Adit dan Reni menjerit.

"Banyak banget dong mbak. Enak ya jadi mbak, ah nanti Asri mau cari cowok yang profesinya CEO atau direktur aja deh. Biar kalau cerai, bisa punya banyak uang. Sugar Daddy juga nggak apa-apa," ucap Asri diakhiri dengan kekehan.

"Nggak salah dengar aku? Kamu aja udah jomblo lima tahun, mana ada yang mau sama Mak lambe kaya kamu. Yang ada cowok-cowok pada lari kalau ketemu kamu," seru Adit membuat Asri memberenggut kesal.

"Ish, kamu ya. Awas aja nanti Asri yang bakalan nikah duluan Mas Adit."

"Okey, kita lihat aja. Kamu bakalan jadi perawan ting ting Sri."

"Eh, eh. Udah, udah. Mending kita sekarang pesan aja. Lumayan kan, kapan lagi bisa makan di restoran bintang lima yang sekali makan sama kaya gaji kita setiap bulan. Jangan sia-siakan kesempatan, mumpung ditraktir mbak Freya," ucap Reni membuat adu mulut antara Adit dan Asri terhenti.

"Ohiya, rencana mbak setelah ini apa?" tanya Safira yang sedari tadi diam.

"Rencananya sih aku setelah ini mau ke Surabaya dulu. Abis itu baru ke suatu tempat rahasia, yang pastinya bakalan jauh banget."

"Mbak nggak punya niatan buat cari penganti Pak Adrian gitu," tambah Asri sambil mengedipkan sebelah matanya.

"Hmm, untuk sekarang nggak dulu ah. Kan aku juga baru cerai beberapa bulan yang lalu. Apa kata orang kalau mbak tiba-tiba udah punya gandengan lagi. Nggak baik kalau secepat itu," jelasku.

Aku hanya tidak ingin memperbanyak masalah jika tiba-tiba hanya dalam beberapa bulan sudah mempunyai penganti Adrian.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Pukul 23.00

Karena tadi sebelum pulang makan siang, aku sempat mampir ke rumah sepupuku. Dan kami mengobrol lama, jadinya di tengah malam seperti ini aku baru sampai di apartemenku.

Saking banyaknya hal yang kami bicarakan, sampai-sampai aku lupa waktu. Padahal besok aku ada penerbangan pagi ke Surabaya, untuk menemui kedua orangtuaku.

Sesampainya di depan apartemenku, bukannya merasa senang. Aku malah dibuat kaget oleh kedatangan tamu yang tak diundang.

Siapa lagi kalau bukan Bapak Adrian yang terhormat.

Pria bertubuh jangkung itu kini sedang berdiri di depan pintu apartemenku dengan gagahnya. Masih dengan stelan jas dan dasi yang lengkap. Menatapku.

Bukannya aku tidak ada urusan lagi dengannya? Lalu kenapa dia datang menemuiku di larut malam seperti ini.

"Dari mana saja?" Tunggu, tunggu. Bukannya aku yang seharusnya bertanya, kenapa selarut ini dia ada di apartemenku?

Tapi kenapa dia yang malah balik bertanya kepadaku?

"Eh, Mas sendiri kenapa ada di sini malam-malam gini coba?"

"Saya khawatir sama kamu, makanya saya mampir. Tapi kata tetangga apartemen kamu, kamu keluar dari tadi siang dan belum pulang-pulang. Makanya saya nunggu di sini," jelasnya.

"Khawatir?!"

Adrian hanya berdehem.

"Dari mana kamu?" tanya Adrian sekali lagi padaku. Oh dasar, laki-laki tukang kepo. Memangnya harus ya dia tahu kemana aku harus pergi? Dia sadar tidak sih, kalau sekarang status kami bukan lagi suami istri.

"Mau dari mana saya, bukan urusan mas lagi. Terserah saya dong. Karena sekarang kita nggak punya hubungan apa-apa lagi. Jadi, lebih baik sekarang mas Adrian pergi dari sini. Sebelum ada yang ngeliat kita dan bakalan jadi fitnah. Saya nggak mau itu terjadi."

"Lagian di perjanjian kita udah jelas kan. Dengan memenuhi semua persyaratan mas Adrian waktu itu, maka Mas udah nggak berhak untuk ikut campur semua urusan saya lagi sekarang," tambahku.

Sempat aku lihat Mas Adrian beberapa kali menghela nafasnya, kemudian menatapku dingin.

"Tapi nggak ada salahnya kan, kalau saya khawatir sama kamu?"

"Sama menantu kesayangan keluarga Mahesa," tambah Adrian lagi, membuatku tersenyum sinis.

"Mantan menantu Mas, bukan menantu lagi. Status saya sekarang bukan lagi menantu keluarga Mahesa. Mas Adrian sepertinya lupa akan hal itu," koreksiku. Lagi-lagi pria ini lupa siapa aku sekarang.

"Terserah kamu, asalkan kamu senang. Tapi bagi saya kamu akan tetap menjadi menantu keluarga Mahesa."

Aku memutar bola mataku malas mendengar ocehan unfaedah Adrian. Kalimat ini selalu ia ulangi dan aku sudah sangat merasa bosan akan hal itu. Dasar laki-laki gila, padahal jelas-jelas kami sudah bercerai.

"Lebih baik sekarang Pak Adrian ... em maksud saya Mas Adrian, karena bukan atasan saya lagi. Jadi saya panggil Mas Adrian okey. Lebih baik Mas Adrian pergi dari sini sekarang, saya capek. Mau istirahat. Jadi saya mohon dengan hormat, please."

Terpaksa aku harus memohon padanya untuk pergi, karena percuma berdebat dengan Adrian tidak akan menemui ujungnya. Apalagi aku sudah sangat merasa lelah dan butuh istirahat saat ini juga. Mengusir Adrian adalah pilihan yang paling terbaik.

"Kalau saya pergi dari sini, apa jaminannya?"

"Jaminan? Aduh Mas, saya tuh bener-bener capek banget. Yang saya butuhkan sekarang adalah istirahat, bukan ocehan Mas Adrian dan jaminan-jaminan atau apalah itu."

"Jadi saya mohon, lebih baik sekarang Mas pergi dari sini." Perasaan dongkol sekaligus capek bercampur menjadi satu. Apalagi kalau melihat tampang menyebalkan Adrian yang tak kunjung pergi dari sini.

"Arrhgg! Yaudah deh, kalau Mas Adrian nggak mau pergi dari sini. Mending sekarang juga Mas Adrian minggir dari pintu apartemen saya. Biar saya bisa masuk dan beristirahat. Sedangkan Mas Adrian boleh tidur di depan aparamen saya juga nggak apa-apa." Perintahku sambil berusaha mengoncangkan tubuhnya agar bergeser dari pintu apartemenku.

"Kamu mau masuk?" Tanpa berdosa dia bertanya lagi? Dasar orang gila.

"Ya iyalah. Masa saya mau tidur di sini, ogah banget. Kalau Mas Adrian mau tidur di sini, ya silahkan." Ucapku sambil menunjukkan area depan apartemenku.

"Yaudah silahkan." Adrian menggeser posisinya dan membiarkan aku membuka pintu apartemenku dan masuk. Tapi sebelum itu, dia mencekal tanganku. Membuatku menyerit kesal.

"Apa lagi sih Mas."

"Kamu ketinggian sesuatu."

Aku kebingungan, maksudnya ketinggalan apa lagi sih. Please lah, aku butuh kasur yang empuk sekarang. Bukan Adrian dan tampangnya.

"Apa la-"

Belum sempat aku menyelesaikan kata-kataku, Adrian tiba-tiba mendekat dan ...

'Cup!'

Sialnya laki-laki itu malah mendaratkan bibirnya di keningku untuk kedua kalinya setelah kami bercerai. Oh God!!! Dia bahkan mengecup keningku dengan begitu lembutnya, aku bisa merasakan itu.

"Have a nice dream sweetie," bisiknya tepat di telingaku.

Membuat bulu kudukku meremang dan seketika aku menjadi patung hidup di depan apartemen ku sendiri.

Sedangkan Adrian, sang pelaku malah dengan santainya melangkah pergi meninggalkan aku yang masih mematung dan masih mencoba untuk mencerna kembali semua kejadian yang barusan terjadi.

Oh, ini aku yang gila atau dia yang gila?!

Terpopuler

Comments

Mr.VANO

Mr.VANO

asik ceritany,,,jd senyum2 sendiri

2023-04-08

0

Nindia Paramitha

Nindia Paramitha

nyosooorr truuss

2022-06-13

0

Fitriani Siregar

Fitriani Siregar

sama sama gila... mungkin..heheh

2022-04-17

0

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!