"Jangan harap aku akan melepaskanmu Luna. Aku akan membuatmu tak pernah bahagia, hingga kau akan lupa caranya tersenyum."
"Pak! Jika anda membenci saya, anda telah salah orang, bukan saya yang inginkan pernikahan ini." Aluna berusaha mendorong tubuh Adrian lebih kuat lagi. Dia makin tak tahan dengan aroma alkohol yang terus berhembus dari mulut Adrian.
Seumur hidupnya, baru kali ini dia mencium bau Alkohol, Almarhum Yusuf tak pernah sekalipun meneguk barang haram itu.
Adrian oleng ke samping, setelah tubuhnya lolos, gadis berkaca mata itu segera memuntahkan isi perutnya di kamar mandi Adrian.
"Gadis bodoh, kenapa kau dorong aku. Sini mendekatlah, siapa suruh bermain main dengan Adrian Alexander. Kau ingin aku menjadi milikmu kan? " Adrian sempoyongan mengejar Aluna, berusaha meraih tangannya tetapi tubuhnya tak kuat lagi. Pria itu tersungkur di lantai granit yang bersih.
Wajah tampan Adrian mencium dinginnya lantai, dia masih terus berbicara walau matanya terpejam. Lama-lama dia akhirnya betul-betul tidur.
Setelah keluar kamar mandi Aluna mendapati Adrian di lantai, Aluna segera merangkul tubuh kekar suaminya. Berkali kali justru tubuh mungilnya yang terjatuh menimpa tubuh berotot dan keras itu.
Aluna tak patah semangat, dia yakin Adrian sudah tak berbahaya. Perempuan itu berhasil menyeret tubuh Adrian hingga bersandar dengan ranjang.
Aluna membetulkan kancing hem Adrian, mumpung si pemilik tubuh sedang tidur. Jujur dia kagum dengan lekuk tubuh indah dan rupa tampan pria di depannya. Begitu sempurna bak dewa Yunani itu.
Namun, Aluna sadar diri, pria itu CEO di kantor Alexa Fashion, dimana produk perusahaan itu sudah mendunia, hampir semua insan di dunia memakainya, jam tangan mewah, baju mewah, perhiasan mewah serta barang branded lainnya. Walaupun Alexa Fashion di Jawa timur itu terbilang masih kecil, tapi Alexa Fashion yang ada di ibukota sangat besar. Banyak perusahaan pesaing ingin mencari celah untuk menjatuhkannya.
Aluna akhirnya memilih duduk di lantai, sambil bersandar dengan punggung sofa, gadis itu tak tega membiarkan Adrian sendirian.
Aluna tertidur di kamar Adrian, hingga pagi menjelang, dia mendapati tubuh pria yang tak pernah menganggap dirinya istri itu sudah lebih baik.
"Maaf, aku tak sengaja ketiduran disini." Aluna mengucek matanya yang masih enggan untuk dibuka.
Adrian yang kini tengah berdiri di depan cermin sambil membersihkan bulu kumisnya, tersenyum sinis. Aluna bisa melihatnya dari bayangannya di kaca.
"Aku sudah menduga. Kau pasti akan memanfaatkan diriku yang sedang mabuk, kau datang ke kamar lalu pura-pura kita telah melakukan sesuatu, ya kan?" Adrian menoleh ke arah Aluna yang tak bergeming, dengan seringai penuh kebencian.
Adrian mendekati Aluna. Mengulurkan tangannya. Dengan wajah polos gadis itu meraih tangan pria di depannya.
"Arggg …!!" Aluna memekik kesakitan. Adrian hanya pura-pura membantunya berdiri. Saat tubuh Aluna hanya bergantung dengan uluran tangannya, Adrian melepaskan genggamannya begitu saja.
"Hahaha … gadis bodoh!" Adrian tertawa puas.
Aluna hanya melihatnya dengan mata berkaca, dia tidak menyangka pria tampan di depannya sangat kejam.
Aluna diam sambil menunduk, menyembunyikan bulir kristal yang turun dari pandangan pria jahat di depannya.
Pria bertelanjang dada hanya memakai handuk yang menutupi aset pribadinya itu menjauh, membuka lemari dan mengeluarkan beberapa potong baju kerja. Dia benar benar menganggap Aluna hanyalah benda mati. Atau bahkan keberadaannya tak ada sama sekali.
Aluna segera pergi ketika Adrian mulai membuka kain persegi empat yang melingkar di pinggangnya.
Pria itu pasti sengaja melakukannya di depan Aluna. Dia yakin hadis lugu seperti Aluna pantang untuk melihat otot-otot miliknya. Terbukti Aluna pernah bertingkah konyol dan gugup saat mendapati dirinya tengah berciuman dengan Angeline.
"Tutup pintunya! Jangan kesini lagi tanpa seizin ku!" Bentaknya.
"Aku juga tak ingin kesini, jika tak ingat kondisi anda yang memprihatinkan. Bukan cuma anda yang merasa dirugikan disini, aku juga." Aluna memberanikan diri berkata. Sebelum tubuhnya hilang terhalang pintu.
Aluna masuk ke kamar, dia segera menutup pintunya dan mulai mandi. Jika CEO di tempat bekerja sudah bersiap untuk berangkat, dia yang hanya karyawan terendah seharusnya berangkat lebih pagi.
Aluna segera mandi dan bersiap berangkat, dengan langkah cepat dia keluar kamar dan menuruni tangga, tak lupa tas ransel kecil melingkar di punggungnya. Isinya hanya sebotol air minum, ponsel dan handuk untuk membersihkan keringat.
"Luna, kamu mau berangkat kerja! "sapa Bibi yang sedang mengelap meja
"Iya, Bi." Luna berlari tergopoh-gopoh mendekati Imah.
"Nggak sarapan dulu?" kata Imah saat jarak mereka sudah dekat.
"Nanti di kantin aja Bi, takut telat, Mama dan Papa dimana?"
"Tuan Alex semalam sudah berangkat ke Paris. Tinggal Nyonya Selena, masih di kamarnya."
Mendengar satu-satunya orang yang mendukung dan menerima keberadaan dirinya tak ada disini lagi, Aluna kembali bersedih.
"Tenang Nona, ada Imah." Imah menghampiri Aluna yang mematung. Imah tau apa yang membuat Aluna sedih. "Tuan sudah berpesan supaya menjaga Nona dengan baik, jika kau butuh apapun jangan sungkan minta aja."
"Makasi, Bi."
Aluna segera berangkat menuju kamar mama mertuanya, langkahnya melambat ketika sudah sampai di depan pintu. Aluna tetap memberanikan diri untuk pamit, jika tidak sudah pasti akan lebih salah lagi.
Tok! Tok! Tok! Aluna mengetuk pintu.
Wanita berambut lurus dengan panjang sebahu itu keluar membuka pintu. Wajahnya langsung berubah masam ketika yang datang menantunya. " Kau tak bisakah menungguku keluar kamar?"
"Maaf, Ma! Aluna mau berangkat kerja, mau pamit." Aluna segera membungkuk. Mengambil tangan kanan mertua yang menggantung. Selena segera menariknya tetapi terlambat. Secepat kilat Aluna mengecup tangannya.
"Maaf Ma, Aluna berangkat, takut terlambat." Aluna segera pergi setelah berhasil meminta izin sang mertua. Wanita berusia empat puluh delapan itu tak sempat membuka mulutnya untuk merendahkan Aluna lagi. Akhirnya dia hanya ngedumel di belakangnya saja.
"Kerja dia bilang, penampilan katrok begitu, kok masih ada perusahaan yang mau nerima kerja."
Sepuluh menit kemudian Adrian juga keluar kamar, dia berpakaian rapi khas seorang CEO. Celana hitam, jas hitam, hem putih dengan dasi yang menggantung indah di lehernya.
"Ma, berangkat dulu."
"Hati hati, Rian." Selena menyodorkan tangannya. Adrian mencium punggung tangan Sang Mama, tak lupa Adrian mencium tangan kanan dan kirinya.
"Rian, apa kamu dan Angel akan putus?" Tanya Selena. Wanita itu sudah terpengaruh dengan Angel yang sok perhatian dengan Selena. Suka menelepon setiap saat, dan sering membelikan barang kesukaan Selena, termasuk makanan kesukaannya.
"Putus dengan Angel? Karena gadis kampung itu?" Adrian menggeleng. "Nggak kayaknya, Ma."
"Ya, ya, mama tau kamu pasti tidak bodoh. Angel itu cantik, penampilannya menarik. Nggak malu maluin, kamu pasti nggak akan ninggalin dia demi gadis culun itu." Selena menepuk pundak Adrian dengan sebuah kebanggaan. "Laki laki diizinkan memiliki banyak wanita, Rian."
"Rian berangkat, Ma," pamitnya lagi.
Adrian segera keluar mansion setelah Tito sudah tiba dan meminta tas kerja Adrian dari tangannya. Tito dan Adrian selain asisten di kantor, mereka juga setiap hari berangkat bersama layaknya seorang kawan.
Pagi ini jalanan kota Surabaya lancar. Tito mengemudi dengan santai, bahkan dia sempat berbincang bincang dengan Adrian. "Bos, semalam anda mabuk berat, tumben."
"Lagi pengen aja." Jawab Adrian tanpa menoleh, tatapannya tetap lurus melihat mobil yang bergerak cepat mendahului mobilnya.
"Payah. Bukannya selama ini hanya minum sedikit dengan alasan sayang sama kesehatan anda."
"Terserah Gue donk. Bawel kaya cewek."
"Tuan Alex semalam juga minta anda pulang cepat."
"Ya, ada urusan penting." Adrian menjawab asal. Netranya kini menemukan pemandangan yang tak biasa. Wanita yang kini berstatus menjadi istrinya itu sedang dibonceng oleh ojol menuju arah perusahaan. Aluna tak berani memegang pinggang ojol, dia malah berpegangan dengan behel motor yang ada di belakangnya.
"Wooo … serius amat lihat gadis di depan itu! Tertarik?" Tito menggoda Adrian.
"Hah, apa kamu bilang? Sama dia?" jari Adrian menunjuk ke arah Aluna.
"Iya. Siapa tahu bosen sama yang cantik dan modis, sekarang tertarik sama yang berkacamata tebal," goda Tito.
"Tau nggak, sehari saja gue bisa dapatin lebih dari sepuluh wanita cantik," jelas Adrian. Adrian masih kekeuh menyembunyikan pernikahannya dari Tito.
Tito tak percaya Adrian menanggapi serius godaannya. "Percaya, percaya, anda kan CEO. Kali aja ingin coba yang cupu. Siapa tahu pacaran sama yang polos dan lugu rasanya beda."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 271 Episodes
Comments
👑
semangat akak 🥰
2022-06-10
0
Aya SiJutek Cuy
sekarang boleh meremehkan rian kau
2022-03-21
0
Desi Datu
Adrian cemburu ya😀😀😀
2022-03-12
1