Ada ratusan titik meridian dalam tubuh manusia. Sejak dilahirkan, semua titik meridian terbuka sempurna, sehingga aliran qi yang beredar bisa berjalan dengan lancar. Untuk menjaga agar titik meridian tetap terbuka sempurna, seseorang harus melakukan latihan-latihan tertentu dengan berbagai metode, baik itu latihan fisik maupun mental.
Namun hampir tidak mungkin seorang manusia bisa menjaga titik meridiannya agar tetap terbuka sempurna. Seorang bayi yang baru dilahirkan, belum bisa mengendalikan fisik dan mentalnya hingga beberapa tahun ke depan, akibatnya, sebagian besar titik meridian menjadi tidak lancar bahkan hingga benar-benar tersumbat.
Tanpa disengaja, titik dantian dan beberapa titik meridian yang ada dalam tubuh Agni, terbuka karena pukulan-pukulan Ming bersaudara. Dantian dan titik meridian yang terbuka itu telah membantu Agni mempercepat masa penyembuhan luka di tubuhnya. Agni merasakan sesuatu yang berbeda ketika ia melakukan meditasi seperti yang dikatakan Chua Pek Dong.
"Benar yang dikatakan Eyang Chua Pek Dong, aku merasakan suatu energi mengalir di bawah pusarku"
Ia terus melakukan meditasinya di balik sebuah batu hitam besar tempat pakaiannya dijemur. Semakin lama, Agni semakin bisa merasakan aliran energi di bawah pusarnya itu. Agni mencoba untuk mengalirkan energi itu dengan memusatkan pikiran.
Karena masih asing dengan sensasi energi itu, Agni masih belum bisa mengalirkannya, bahkan Agni masih kesulitan untuk sekedar menggerakannya saja. Aliran energi itu hanya berputar-putar di bagian bawah pusarnya.
Agni tak menyerah, ia semakin memusatkan pikiran. Usahanya tak sia-sia, perlahan-lahan putaran energi itu semakin membesar ke bagian lain dalam organ tubuhnya. Agni mulai merasakan ratusan jalur yang bercabang-cabang sebagai jalan aliran energi itu.
Dengan sepenuh konsentrasi, Agni mencoba mengalirkan energi itu ke jalur-jalur yang bisa ia jangkau. Agni bisa merasakan beberapa aliran energi mengalir dari bawah pusarnya ke bagian atas tubuhnya hingga ke bagian kepala. Kemudian energi itu terus melaju dan turun melewati bagian belakang tubuhnya, hingga kembali ke satu titik di bawah pusar bagian belakang tubuhnya.
Begitu juga dengan aliran yang menuju bagian bawah, dari bawah pusar, mengalir ke telapak kaki, dan kembali ke titik bagian belakang tubuhnya.
Dari ratusan cabang jalur yang ada, Agni hanya bisa mengalirkan energinya ke sebagian kecil saja. Sebagiannya sedikit tersumbat dan sebagian besar lainnya berhenti di tengah jalan. Meskipun begitu, bagi Agni yang hanya seorang anak petani, hal tersebut sungguh sangat berarti baginya.
Setelah bersemedi beberapa lama, Agni merasa tak mampu lagi untuk membuka jalur-jalur yang lainnya. Ia pun menyudahi meditasinya. Saat Agni membuka mata, rupanya hari telah menjelang sore. Tanpa ia sadari, tubuhnya telah basah oleh keringat. Luka-luka ditubuhnya hanya meninggalkan bekasnya saja, rasa sakit yang tadi ia rasakan hampir hilang sama sekali.
"Luar biasa, apakah benar ini efek energi qi ku?" Tanya Agni dalam hatinya.
Agni segera meraih pakaiannya dan mengenakannya. Saat Agni memakai alas kakinya, ada sesuatu yang tersangkut di tali pengikatnya.
"Apa ini, aneh sekali bentuknya"
Benda yang ditemukan Agni tersangkut di tali alas kakinya itu berwujud seperti rumput laut, namun memiliki warna biru tua berkilauan seolah-olah seperti sebuah batu giok, namun bertekstur kenyal. Untung saja Agni membawa sebuah kantong yang selalu berada di ikat pinggangnya.
"Biarlah aku simpan dulu, siapa tahu ini berguna"
"Sudah sore, aku harus segera keluar dari hutan ini"
Sebagai anak petani yang baru berusia 12 tahun, Agni terbilang cukup cerdas dan pemberani. Walau hanya seorang petani, namun Ayah Agni juga seorang pemburu. Telah cukup sering Agni mengikuti ayahnya untuk berburu ditengah hutan, oleh sebab itu Agni tak merasa takut dengan keadaannya saat ini. Namun akan cukup mengkhawatirkan jika hari sudah gelap dan ia masih berada di tengah hutan.
Agni segera melangkahkan kakinya menyusuri hutan itu dengan membawa tongkatmya. Ayahnya telah mengajarkan tanda-tanda tempat yang mungkin dihuni atau menjadi area berburu binatang buas. Sebenarnya tempat ia meditasi di tepian sungai tadi, termasuk lokasi area berburu para binatang buas, namun saat itu Agni tak terpikirkan sama sekali. Beruntung tak ada macan atau harimau yang mendatanginya.
Ditengah perjalanan, ia mengambil beberapa buah-buahan yang tumbuh liar untuk mengisi perutnya. Agni sempat bertemu rusa, kancil dan beberapa ekor kelinci, namun Agni tidak berusaha memburu mereka, karena saat itu Agni tidak membawa senjata berburunya
Setelah berjalan hampir satu jam lamanya, ia telah berada di tepian hutan.Rupanya hutan itu bukanlah hutan yang terlalu dalam, pantas saja Agni tak menemui hewan buas. Kini Agni telah berjalan di atas padang rumput yang cukup luas. Selama berjalan, ia terus merenungi apa yang dialaminya beberapa hari ini, juga tentang dantian, titik meridian dan energi qi nya.
Saat matahari telah berwarna kemerahan, Agni telah sampai di sebuah bulak sawah, pertanda bahwa ia telah semakin dekat dengan satu pemukiman.
Dari kejauhan, ia melihat sebuah gubug yang bertiang agak tinggi di tengah sawah. Gubug yang biasa dipakai para petani untuk sekedar beristirahat disiang hari sambil menghalau burung yang akan mematuk biji padi mereka.
"Sebaiknya aku bermalam di gubuk itu, dari pada aku menemui masalah jika masuk desa malam hari"
Agni memperlambat langkahnya untuk menunggu matahari semakin rendah, sembari memastikan para petani yang mungkin masih ada di sawah itu telah kembali ke rumahnya. Saat matahari tinggal sepucuk saja dibalik gunung, Agni mengarahkan langkahnya menuju gubuk ditengah sawah.
Sejenak kemudian ia telah menaikki tangga gubuk itu bertepatan dengan tenggelamnya matahari.
"Malam akan panjang, tak ada yang bisa aku lakukan, sebaiknya aku kembali melatih aliran energi itu"
Agni duduk bersila didalam gubug kemudian mulai memusatkan pikiran untuk merasakan kembali sebuah energi yang berada di bawah pusarnya.
Pada umumnya, teknik berkultivasi cukup sulit dan hanya di ajarkan dalam sekte atau perguruan-perguruan beladiri. Namun tidak sembarang orang bisa menjadi murid dalam sekte tersebut. Biasanya, murid-murid dalam suatu sekte masih ada hubungan kekeluargaan, atau orang luar yang mendapat rekomendasi dari praktisi ahli yang telah dikenal. Oleh sebab itu tidak mudah bagi orang biasa seperti Agni atau para petani lainnya, untuk menjadi murid pada satu sekte. Namun kadangkala suatu sekte juga membuka pendaftaran murid baru dengan seleksi yang sangat ketat.
Tingkat kesulitan kultivasi bergantung pada basis kultivasi dan bakat alami serta bawaan fisik seseorang. Semakin buruk bakat dan bawaan fisik seseorang, maka semakin sulit baginya untuk berkultivasi.
Tanpa disadari oleh Agni, sebenarnya Agni mempunya basis kultivasi yang tinggi serta bakat alami dan bawaan fisik yang sangat baik. Sedikit arahan dari Chua Pek Dong kemudian ditambah pengalaman ia berburu, dimana harus mengatur nafas untuk menyembunyikan diri dari binatang buas, telah membantunya untuk menyadari titik dantian di bawah pusarnya.
Meditasi yang Agni lakukan tadi siang, adalah tahap pemurnian qi, atau biasa juga disebut qi. Energi Qi yang mengalir dari dantian depan menuju dantian belakang pada tubuh Agni, telah membantunya memulihkan stamina, menyembuhkan lukanya, serta meningkatkan kekuatan jiwa dan mentalnya.Namun Agni tidak menyadari semua itu.
Setelah hampir tiga jam meditasi, Agni kembali membuka matanya. Tubuhnya telah bercucur keringat, bukan keringat biasa, bahkan Agni merasa bau keringatnya lebih menyengat dari biasanya. Namun dari raut muka Agni, terpancar jelas rasa puas setelah melakukan meditasi.
"Luar biasa, kekuatan apakah ini" kata Agni yang merasakan peningkatan kekuatan pada tubuhnya.
Agni beristirahat sejenak kemudian memakan sisa buah yang ia petik di hutan tadi sambil terus merenungkan tentang meditasinya. Setelah selesai dengan makannya, Agni kembali bermeditasi hingga tengah malam. Ketika usai dari meditasinya, keringat yang bercucuran ditubuh Agni, berbeda dengan sebelumnya. Keringatnya kini lebih kental dan berwana agak kehitaman. Agni juga merasakan bau yang sangat tidak sedap dari tubuhnya. Namun karena malam telah semakin dalam, dan pagi hanya tinggal beberapa jam lagi. Agni mengacuhkan bau tubuhnya dan merebahkan diri untuk beristirahat.
Ketika semburat merah telah menghias langit, dan samar-samar terdengar kokok ayam, Agni terjaga dari tidurnya. Dipagi yang masih buta itu, Agni turun dari gubug dan mencari sungai untuk membersihkan tubuhnya. Dengan mengikuti aliran air yang mengairi persawahan itu, tak sulit bagi Agni untuk menemukan sebuah sungai.
"Sepertinya sungai ini terusan dari sungai didalam hutan itu" kata Agni.
Setelah mendapatkan tempat yang dirasa cukup aman, Agni membersihkan dirinya dengan mandi disungai tersebut.
"Air sungai ini tak terlalu dingin seperti biasanya, apa mungkin karena energi itu?" Pikir Agni.
Sebenarnya tanpa disadari oleh Agni, ia telah memasuki dunia kultivasi, dan saat ini ia telah memasuki tahap awal kultivasi, sehingga kekuatan dan daya tahan tubuhnya, beberapa kali lebih kuat dari pada sebelumnya,serta daya tahan Agni terhadap rasa dingin juga telah meningkat.
Agni telah selesai mandi saat langit terang. Namun karena pakaiannya juga berbau tak sedap karena keringat semalam, ia pun mencuci bajunya pula. Butuh waktu yang agak lama untuk pakaiannya kering, maka Agni kembali bermeditasi hingga matahari telah naik lebih dari sepenggalah.
Saat membuka mata selesai bermeditasi, lagi-lagi Agni merasa terpukau dengan hasil meditasinya. Energi yang terkumpul di bawah pusarnya, terasa semakin membesar. Di meditasinya yang terakhir kali tadi, Agni memfokuskan untuk memperlancar jalur-jalur Qi nya yang agak tersumbat. Dan lagi-lagi tubuhnya bercucur keringat kental kehitaman yang berbau semakin tak sedap. Kemudian Agni mengulangi kembali mandinya di pagi itu.
Dengan pakaiannya yang belum terlalu kering, Agni meninggalkan sungai itu, ia kembali menyusuri bulak sawah sebelumnya. Terlihat beberapa petani telah bekerja di sawah-sawah mereka.
"Tidak jauh lagi pasti ada desa"
Agni kemudian bertanya pada salah satu petani yang dijumpainya di bulak sawah.
"Permisi Paman, namaku Agni, mohon izin untuk bertanya, bolehkah?" Tanya Agni pada seorang petani paruh baya.
Petani itu agak terheran melihat Agni, karena ia merasa belum pernah Agni sebelumnya.
"Iya Ngger, silahkan, tapi sebelumnya apa kau buka anak desa ini, sepertinya aku belum pernah melihatmu" kata orang itu.
"Benar paman, aku berasal dari desa lowok kota Ngalam, Ayahku juga seorang petani didesaku, sejujurnya aku telah tersesat dan tidak mengetahui dimanakah aku saat ini"
Petani itu cukup terkejut mendengar penjelasan Agni, karena kota yang Agni sebutkan itu, cukup jauh dari desanya. Petani itu berpikir, bagaimana bisa anak sekecil Agni bisa tersesat sebegini jauhnya.
"Kau berada di desa Nenjap Ngger. Bagaimana bisa engkau tersesat? Kau tahu, dengan berjalan kaki, perjalan dari desamu ke tempat ini memakan waktu beberapa hari Ngger" kata orang itu.
"Aku sendiri juga tidak tahu Paman, sebenarnya sejak kemarin aku telah tersesat di desa ini, dan semalam aku tidur di gubug itu" kata Agni sambil menunjuk gubug tempatnya bermalam.
"Walahdalah Nggerrr... Ya sudah, pergilah ke desa di ujung bulak itu, tanyalah pada orang-orang disana dimana letak banjar desa, bilang saja kau kemenakan Ki Jarpa, tunggulah aku di banjar itu, aku akan menyelesaikan kerjaku dulu, oya, apakah kau membawa uang?" Kata petani yang bernama ki Jarpa itu.
"Maaf paman, aku tak mempunyai uang sama sekali" jawab Agni sambil menggaruk-garuk kepalanya.
"untung saja aku membawa uang, ini ada beberapa keping perunggu, belilah makanan untuk mengisi perutmu, dan ingat, tunggulah aku di banjar desa" kata ki Jarpa yang merasa iba melihat Agni.
"Ba...baik paman... Terima kasih banyak atas bantuan paman" jawab Agni.
Beruntung Agni bertemu dengan seorang petani yang baik hati.
Agni berjanji untuk membalas kebaikkan petani itu suatu hari nanti.
Setelah beberapa pesan dari ki Jarpa, Agni menuju ke gerbang desa. Karena bantuan ki Jarpa, Agni tak menemukan kesulitan ketika memasuki desa Nenjap itu. Perjalanan Agni menuju banjar desa, melewati sebuah pasar, saat melintas di pasar itu, seorang pedagang membuatnya tertarik.
Pedagang itu orang keturunan Tiongkok, ia berteriak-teriak sambil memukul semacam gong kecil bersuara cempreng, untuk mengundang calon pembelinya. Sebagian besar calon pembelinya adalah anak-anak, karena pedagang itu menjual manisan buah, permen beraneka bentuk, dan berbagai macam senjata mainan.
"Marilah-marilah... Pedang kebenaran, tombak keadilan, busur kebajikan ada juga permen dan manisaaaaaannnn.... murah...muraaah..." Teriak orang itu.
Agni mendekati pedagang yang sudah dikerumuni anak-anak kecil itu. Di meja pedagang itu ada berbagai macam senjata mainan, juga beberapa kitab-kita beladiri, yang tentunya juga hanya karangan pedagang itu saja. Sementara di bagian meja, sebuah rak berisi permen dan manisan.
Melihat Agni yang mendekatinya membawa sebuah tongkat bambu, pedagang itu merasa mendapat kesempatan.
"Wahai anak muda, paman punya sesuatu yang cocok untuk tongkatmu itu. Lihat ini..." Kata pedagang itu menunjukkan kitab-kitab beladiri yang di atas meja, juga mengambil sebagian yang lain dari bawa meja.
"Kitab seribu tongkat, kitab tongkat naga, tongkat pembunuh iblis, silahkan anak Muda, seperunggu saja kau bisa memilikki kitab jurus tanpa tanding ini" celoteh pedagang itu membesarkan kitab dagangannya.
Agni ingat kata-kata Chua Pek Dong tentang kitab tanpa tanding yang harus dicarinya.
"Tidak mungkin kitab itu ada pada pedagang ini" kata Agni dalam hati.
Bagaimanapun, Agni masih anak-anak, sehingga ia tertarik untuk melihat berbagai macam senjata mainan yang dijual orang itu, tapi bukan untuk membelinya. Apalagi Agni tidak mempunyai uang, uang yang dipegangnya saat ini, adalah pemberian ki Jarpa untuk membeli makanan, bukan untuk membeli mainan.
Selain itu, Agni juga telah mengetahui bahwa yang dijual pedagang itu hanya kitab palsu akal-akalan si pedagang, karena pedagang mainan seperti yang ia temui saat ini, juga ada di desanya.
"Maaf paman, aku hanya ingin melihat-lihat" jawab Agni sambil menggaruk-garuk kepalanya.
"Oh, atau yang ini saja, tongkat dewa
Erlang, atau ini tongkat surgawi, atau yang ini saja..." Pedagang itu belum menyerah. Ia mengambil dan menunjukkan satu demi satu kitabnya untuk membujuk Agni.
Tepat saat pedagang itu memegang satu kitab yang berpenampilan paling lusuh diantara kitab yang lainnya. Tiba-tiba saja tongkat Agni bergetar. Agni terkejut dengan getaran itu, segera ia berusaha bersikap wajar agar getaran tongkatnya tak di ketahui orang lain.
"Kitab tongkat pemukul anjing, hanya dengan dua perunggu kau akan mendapatkan kitab ini dan setusuk manisan, bagaimana?
Agni kembali dibuat terkejut mendengar nama kitab yang di tawarkan pedagang itu, sama dengan nama tongkatnya. Apalagi tongkatnya yang dipegangnya itu tiba-tiba saja bergetar, seolah-olah sedang beresonansi dengan kitab tersebut.
"Sepertinya aku harus membelinya, apalagi harga manisan itu memang dua perunggu" kata Agni dalam hati. Di desanya pun manisan itu memang seharga dua perunggu.
"Benarkah paman? Baiklah aku mau membelinya" kata Agni dengan ekspresi senang yang dibuat-buat.
Sedangkan pedagang itu juga merasa senang, setidaknya manisannya laku terjual, kitab tongkat pemukul anjing itu telah sangat lama berada di tasnya karena tak laku terjual. Ia juga lupa darimana mendapatkan kitab itu, karena kitab itu bukan buatannya.
Keduanya segera bertransaksi, saat kitab itu sudah berada di tangan Agni, beberapa saat kemudian tongkat itu telah berhenti bergetar. Agni pun melanjutkan perjalanannya menuju banjar desa sambil menikmati manisan yang ia beli itu. Sepanjang jalan pikirannya jadi di penuhi tentang kitab yang baru saja dibelinya.
"Benarkah kitab ini...???"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 57 Episodes
Comments
ais adam
Keren...
2022-04-01
1
🎯Pak Guru📝📶
judulnya ternyata kalimat terakhir dari bab cerita hehehe
2022-03-31
1
🎯Pak Guru📝📶
wah asyik ni Bacanya
2022-03-31
0