Agni dan Dirjo hidup bertetangga, rumah keduanya bersebelahan. Hanya terpisah oleh halaman yang dibatasi dengan pagar bambu setinggi orang dewasa.
"Jangan macam-macam dengan mereka Agni, mereka hanya menganggap kita bagai seekor semut, tidak ada yang akan membelamu jika engkau celaka" kata Mahisa Pukat, ayah Agni, setelah beberapa waktu Agni tersadar dari pingsannya.
Memang anak-anak muda para kultivator itu seringkali menindas anak-anak petani atau orang biasa lainnya. Tak jarang bukan hanya anak sepantaran mereka yang jadi sasaran, bahkan orang-orang yang jauh lebih tua.
Beruntung Agni dan Dirjo tidak dibuat kehilangan nyawa. Tiga anak keluarga Ming itu akhirnya berlenggang meninggalkan keduanya dalam keadaan pingsan dan babak belur.
Keadaan Agni lebih parah dari pada Dirjo. Bahkan memar dan lebam di tubuh Agni, jauh lebih banyak daripada yang diterima Dirjo. Namun anehnya, hanya dalam beberapa hari saja luka-luka ditubuh Agni, sama sekali telah hilang tak berbekas. Sedangkan Dirjo, walaupun sudah bisa beraktivitas seperti biasanya, namun masih nampak bekas luka pukulan atau goresan di kulitnya. Dan kadang-kadang masih terasa sakit ketika melakukan gerakan tertentu.
"Ajaib sekali Agni, lukamu tak berbekas sama sekali" kata Dirjo yang pagi itu sedang bersama Agni duduk di atas batu sebesar gajah di pinggiran sungai. Mereka berencana mengambil wuwu (perangkap ikan) yang telah mereka pasang beberapa hari lalu sebelum di hajar Ming bersaudara.
"Itu karena lukaku aku oles pake mustika ratu Jo. Hehehe..." Jawab Agni asal.
Sebenarnya yang tidak disadari orang-orang, bahkan oleh Agni sendiri. Pukulan dan tendangan Ming bersaudara kepadanya, secara tidak sengaja telah membuka titik-titik meridian yang berada di tubuh Agni. Sehingga terbukanya titik meridian itu, membantu tubuh Agni untuk bisa segera pulih dari luka-lukanya.
Hal tersebut telah lumrah dikalangan kultivator. Bahkan jika seorang kultivator melatih energi Qi nya ke tingkatan yang lebih tinggi, hanya butuh beberapa saat saja untuk kembali menyembuhkan tubuhnya yang terluka. Akan tetapi, bagi orang biasa, hal tersebut sungguh tidak biasa, oleh sebab itu Dirjo merasa heran dengan luka-luka Agni yang telah pulih.
"Mustika ratu apaan, paling salep kulit 88" seru Dirjo kesal, karena tahu, Agni hanya membual saja.
"Hahaha...di bilangin ga percaya"sahut Agni.
"Susah untuk mempercayaimu"
Setelah bicara, Dirjo hendak mengubah posisi duduknya di atas batu besar itu dengan bertumpu kedua tangannya, tapi tiba-tiba saja dia berteriak kesakitan.
"Aduuuh...duh..duh...."
"Brugh"
Dirjo jatuh dari atas batu tempat mereka duduk.
"Kenapa kamu Jo" Agni menyusul turun dan menolong Dirjo.
"Sialan, pergelangan tanganku masih sakit akibat ulah Ming bersaudara itu" rupanya Dirjo jatuh karena saat hendak berpindah posisi dengan bertumpu pada tangannya, ia merasakan sakit di pergelangan tangan sehingga membuatnya kehilangan keseimbangan.
"Andai aku punya kekuatan, ingin kuremukkan tulang-tulang mereka" Dirjo tertunduk dengan urat wajah yang mengeras menahan amarah.
"Tenang saja Jo, aku janji akan menghapus penindasan mereka" tiba-tiba saja Agni berkata demikian sembari mengepalkan tangannya.
Sesungguhnya yang dirasakan Agni, jauh lebih membuat dadanya bergemuruh daripada yang dirasakan Dirjo. Pukulan dan tendangan Ming bersaudara tidak terlalu dipikirkan Agni, tapi mengingat Ming Tan yang meludahi mukanya, sungguh sangat menyakiti hatinya.
"Jangan asal bicara kau Ag, kerasukan iblis mana dirimu?" Sahut Dirjo.
"Eh... Lho... Hahaha...." Agni hanya menggaruk kepalanya yang tidak gatal setelah menyadari apa yang diucapkannya.
"Sudahlah, tunggu disini, aku akan mengambil wuwu itu, sudah beberapa hari wuwu itu bersarang, pasti kita dapat banyak ikan" kata Agni kemudian sembari melangkah menuruni tepian sungai.
Saat langkah kaki Agni telah menyentuh air dan hendak mengambil wuwu yang dipasangnya, tiba-tiba saja pijakan kakinya kehilangan keseimbangan karena bertumpu pada sebuah batu yang licin. Tak ayal, Agni jatuh kedalam aliran sungai, dan yang tak terduga disaat itu, aliran air menjadi beberapa kali lipat lebih besar dari biasanya. Agni terseret arus sungai, ia mencoba menggerakan tangan dan kakinya untuk berenang ke tepian, namun sekuat-kuatnya ia mencoba, arus sungai terlalu besar baginya. Sehingga membuatnya berkali-kali masuk kedalam air.
"Agniiii.... Agniii.... Tolooong... Agniii tenggelam... Tolooong" teriak Dirjo yang melihat Agni terseret arus sungai yang tiba-tiba membesar.
Sementara Agni masih berjuang untuk berenang ke tepian, air sungai telah memasuki rongga tenggorokanya hingga membuatnya kesulitan untuk bernafas.
"Toloooong..... Tolooong.... Agniii...." Dirjo masih terus berteriak, beberapa orang yang kebetulan berada didekat tempat itu, mendekat karena mendengar teriakkan Dirjo. Orang-orang itu melihat Agni yang sedang timbul tenggelam di tengah sungai, orang-orang itu hendak menolong Agni, namun melihat arus sungai yang tiba-tiba saja berkali lipat lebih besar dari biasanya, mereka jadi ragu.
Kini Agni tengah berada di dalam air dengan arus sungai yang kian membesar. Ia menahan nafas sekuat-kuatnya, tenaganya telah terkuras habis setelah beberapa waktu mengerahkannya untuk berenang. Nafas terakhir telah ia lepaskan, rongga pernafasannya kini penuh dengan air. Kesadarannya semakin menipis. Namun sesaat sebelum kesadarannya hilang, ia melihat sebuah benda seperti tongkat berwarna kehijauan, muncul dari dasar sungai. Benda itu bergerak ke arahnya, ketika beberapa jengkal saja benda itu telah sampai padanya, Agni telah kehilangan kesadaran.
Hingga beberapa saat lamanya, arus sungai tak kunjung mereda. Sementara Dirjo masih terus berteriak-teriak memanggil nama Agni.
Semakin banyak orang yang berkumpul di tempat tenggelamnya Agni. Namun belum ada satupun yang terjun ke sungai untuk menolong Agni, yang telah beberapa waktu dan belum nampak muncul ke permukaan.
Hingga kurang lebih 15 menit lamanya,
Arus sungai berangsur mereda. Beberapa orang mulai menyelam untuk mencari Agni yang tenggelam. Ketika arus sungai telah mereda sepenuhnya seperti biasa, semakin banyak orang yang terjun untuk mencari keberadaan Agni. Setengah jam sejak Agni tenggelam, pencarian tak kunjung menunjukkan hasil.
Dari kejauhan, kedua orang tua Agni beserta adiknya berlari mendekati sungai.
"Agnii... Tidak... Agniii... Di mana kamu Naaaak.... Agniiii..." Teriak ibu Agni sambil menangis.
"Kakaaaaang..... Kaaaaaaang Agniiiii...." Adiknya ikut pula memanggil-manggil.
Sementara Ayah Agni, begitu sampai di tepian sungai telah langsung terjun dan menyelam untuk ikut mencari keberadaan Agni.
Lebih dari dua jam Ayah Agni dan belasan orang lainnya menyelam, namun Agni tak kunjung ditemukan. Satu persatu para penyelam mulai naik ke tepian sungai. Mereka ragu dapat menemukan keberadaan Agni setelah mencari sekian lamanya.
"Kisanak, tolong anakku kisanak... Tolong cari anakku kisanaaaaakkk...." Pinta Ibu Agni kepada orang-orang yang ada disitu sambil menangis.
"Sabarlah Nyi, semoga Tuhan memberikan bantuanNya" hibur seorang tetangganya.
Hingga beberapa saat lamanya, semua penyelam telah naik ke tepian sungai, lebih dari dua jam mereka berendam dalam air sungai hingga membuat keriput di telapak tangan dan kakinya.
Namun hanya satu orang yang masih bertahan untuk terus mencari, Ayah Agni masih terus menyelam untuk mencari keberadaan putranya itu.
"Sudahlah Ki Pukat, marilah naik dulu, biarlah nanti kita cari anakmu lagi" teriak salah satu tetangganya karena mengkhawatirkan Ki Pukat jika terlalu lama didalam sungai. Namun Ayah Agni seolah tak mendengar teriakan itu.
Akhirnya beberapa orang kembali terjun ke sungai untuk membujuk ayah Agni agar naik ke tepian. Setelah sekian lama menyelam, Ayah Agni pun telah banyak kehabisan tenaga dan tubuhnya kedinginan pula. Akhirnya ia tak kuasa menolak ketika beberapa orang merangkulnya dan membawanya berenang ke tepian.
_____
Sesungguhnya Agni telah jauh meninggalkan sungai tempat ia tenggelam. Tongkat berwana hijau yang dilihatnya sebelum pingsan tadi, hanya membantunya untuk mengambang saja. Bahkan tubuh Agni yang belum tersadarkan itu, telah dua kali menuruni air terjun. Dan setiap kali terjun, tongkat itu kembali menopang tubuh Agni untuk tetap mengambang.
Hingga beberapa jam lamanya, akhirnya tubuh Agni menepi pada sebidang dataran ditepian sungai. Terlihat dadanya masih naik turun walau tidak teratur. Menunjukkan bahwa Agni masih bernafas. Sejenak kemudian, Agni tersadar setelah terbatuk-batuk mengeluarkan sisa air yang masih tertinggal di rongga pernafasannya.
"Dimana aku?"
"Tongkat ini"
Agni telah sadar sepenuhnya, kini ia berada di tengah hutan. Tongkat hijau yang menolongnya mengambang, berada di sebelahnya. Agni masih ingat terakhir kali tongkat itu datang mendekat kepadanya.
Hari telah siang benar, Agni telah sepenuhnya sadar. Ia merasakan beberapa bagian tubuhnya terasa perih. Rupanya memar-memar dan goresan-goresan luka telah menghiasi kulitnya, mungkin ketika ia terhanyut, tubuhnya menabrak batu-batu padas yang agak tajam.
Agni berkisar untuk mencari tempat yang lebih nyaman, tak lupa ia membawa tongkat hijau bermotif bambu yang telah menolongnya. Agni melepas pakaiannya yang basah dan menjemurnya di atas batu padas. Kemudian ia duduk bersila dan merenungi tongkat hijau bermotif bambu yang kini ada di tangannya.
"Tongkat ini, mirip sekali sekali dengan tongkat Eyang Chua Pek Dong dalam mimpiku" kata Agni.
Setelah tersadar dari pingsannya karena dihajar Ming bersaudara, Agni masih meyakini bahwa pertemuannya dengan Eyang Chua Pek Dong, hanya sebuah mimpi. Sehingga selama beberapa hari, ia tak lagi memikirkan pertemuannya dengan orang yang mengaku sebagai leluhurnya itu.
Namun tongkat yang berada di tangannya saat ini, membuatnya kembali memikirkan tentang Eyang Chua Pek Dong. Agni jadi meragukan pertemuannya dengan orang tua itu, benar-benar didalam alam jiwa atau sedang bermimpi.
Saat Agni sedang merenung, tiba-tiba saja tongkat itu mengeluarkan cahaya kehijauan, namun hanya sekejap sebelum kemudian cahaya itu hilang kembali. Hal itu cukup membuat Agni terkejut dan secara reflek melemparkan tongkat itu.
"Cucu sialan, sudah ditolong bukannya berterima kasih malah main lempar"
Suara yang bersumber dari tongkat hijau itu membuat Agni terkejut, namun Agni merasa pernah mendengar suara itu. Apalagi suara itu menyebut dirinya Cucu.
"Eyang Chua Pek Dong, kau kah itu?" Tanya Agni.
"Siapa lagi bocah edan, sayang aku tak punya cukup kekuatan, kalau tidak, sudah pasti ku gebuk pantatmu itu" kata suara itu lagi.
"Hehe... Maafkan aku Eyang. Baiklah, aku berterima kasih Eyang telah menyelamatkanku, tapi Eyang, berarti mimpiku...eh...saat itu, apakah aku benar-benar di alam jiwa?"
"Saat ini kau bicara denganku, apa kau pikir aku bohong?"
"Hehe...iya...iya... Kalo gitu, mana kitab terkuat yang kau janjikan itu Eyang?"
"Cari...!!! enak saja minta-minta" kata Chua Pek Dong.
"Lho, bukankah kau yang mengatakan aku akan mendapatkan kitab beladiri terkuat itu" tanya Agni.
"Apa aku pernah mengatakan akan memberimu? Aku hanya bicara akan menemanimu"
"Sudahlah, aku mau tidur, tapi sebelumnya aku beri tahu, nama tongkat ini adalah Tongkat Pemukul Anjing, aku...." Chua Pek Dong terhenti karena perkataanya dipotong oleh Agni.
"Tongkat pemukul Anjing? Ga ada nama yang bagusan lagi Eyang?" Tanya Agni sambil menahan tawa.
"Hhhiiihhhhh.... Orang tua bicara kau main potong saja, dasar cucu sialan. Benar-benar ingin ku gebuk pantatmu itu"
"Hehe...maaf Eyang, habisnya nama tongkat itu ....mmhhh"
"Asal kau tahu, dalam dunia persilatan, tongkat ini adalah salah satu pusaka terkuat yang paling dicari, aku telah bersusah payah menggunakan hampir seluruh kekuatanku untuk menutup aura tongkat ini. Dengarkan...!!!" Chua Pek Dong menghentak suaranya agar Agni tak lagi memotong penjelasannya.
"Iya...iya Eyang..."
"Aku rela melepaskan aura tongkat ini demi memukul pantatmu jika engkau memotong perkataanku lagi" ancam Chua Pek Dong.
"Dengarkan...!!! dalam kekuatan penuhnya, tongkat ini bisa meruntuhkan Gunung, membelah bumi dan mengeringkan lautan, itu sebabnya aku menggunakan hampir seluruh kekuatanku untuk menyembunyikan aura tongkat ini. Jika tongkat ini jatuh ke tangan yang salah, pasti akan membawa kekacauan di dunia, kau mengerti"
"Iy...iya Eyang" Agni mengangguk.
"Tongkat ini akan bekerja sesuai tingkatan ilmu pemegangnya. Karenanya kau harus menemukan kitab itu untuk bisa mengendalikan tongkat ini sepenuhnya"
Mendengar penjelasan Chua Pek Dong, Agni bangkit dari duduknya. Dalam keadaanya yang telanjang dan hanya mengenakan ****** *****, Agni berdiri membusungkan dada dengan mengepalkan tangan dan mendongak keatas kemudian berkata penuh semangat.
"Baiklah Eyang, Agni janji... Agni akan menemukan kitab itu dan akan menjadi pembela kebenaran, Agni akan menumpas kejahatan di muka bumi ini seperti kesatria baja hitam"
"Hahahaha.... Lagakmuuu... Dasar cucu edan... Tapi aku suka... Hahahaha..." Walaupun Chua Pek Dong tak berwujud manusia, ia bisa melihat tingkah Agni itu dan membuatnya tertawa.
"Baiklah, aku akan tidur hingga beberapa lama, hanya sekali-sekali saja aku dapat berbicara denganmu. Karena semakin lama aku bicara, kekuatan untuk menyembunyikan aura tongkat ini akan semakin melemah, aku pergi"
"Eh, tunggu, aku lupa memberi tahu. Meridian mu telah terbuka di beberapa titik, seharusnya kau berterima kasih pada anak-anak yang memukulimu itu, justru karena pukulan mereka dantianmu dan beberapa titik meridianmu telah terbuka" terang Chua Pek Dong.
"Benarkah Kek, lalu, bagaimana aku memanfaatkannya"
"Berkonsentrasi lah untuk memusatkan tenagamu pada titik dantianmu di bawah perut. Aliran qi dalam tubuhmu akan menuntunmu menemukan letak titik meridian dalam tubuhmu. Titik yang telah terbuka saat ini, bisa membantumu untuk menyembuhkan luka-lukamu. Sudahlah, sementara ini dulu, aku harus pergi"
Lepas berkata seperti itu, tongkat pemukul anjing kembali berkedip mengeluarkan cahaya kehijauannya.
Agni kemudian meraih tongkat itu dan mamandanginya lebih seksama.
"Apa benar tongkat ini sekuat itu"
Kemudian ia mencoba mengayun-ayunkan tongkat itu. Agni merasakan perih di beberapa sendi-sendinya saat mengayunkan tongkat tersebut. Kemudian Agni pun duduk bersila untuk mencoba melakukan apa yang dikatakan Chua Pek Dong tadi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 57 Episodes
Comments
Eroksasik Syivashakti
hebat!!!
di endorse ama perusahaan besar
2022-04-03
1
Kyurles Suga
Lanjut!
2022-03-15
1
Kyurles Suga
Pembicaraannya kok kayak anak kekinian banget ya? Atau hanya perasaanku?
2022-03-15
0