—3—
Tiang-tiang Bunga Lentera menyala satu persatu, menerangi jalan bebatuan tempatku menapak di malam hari. Bagi mereka yang tak pernah ke kota Pei Jin, mereka pasti mengagumi tanaman endemik tersebut. Mahkota Bunga Lentera yang transparan yang memunculkan sinar terang dari pembuluhnya ketika diberikan sihir, tergantung dengan jenisnya, warnanya juga beda. Berkat bunga tersebut, malam di kota Pei Jin menjadi terang oleh keindahan penuh warna.
Sepi gang di distrik Pariyastra menyembunyikan kehangatan di balik dinding bata perumahan di sekitarku. Aroma masakan dari seorang Ibu untuk keluarganya, menari-nari di hidungku dengan riang kehangatan bersamanya. Samar aku dapat mendengar suara tawa dan canda keluarga kecil sepanjang perjalananku.
Tapi kedamaian itu terusik oleh suara lari dan nafasku yang ngos-ngosan. Aduh, inginnya sih jadi protagonis keren yang bisa lari cepet mengejar penjahat, tapi pekerjaanku membuat tubuhku jadi lemah begini. Kurang olahraga nih aku.
"Loh, Ma Dame Clair? S'dang apa yu malam-malam ni bejalan?" tanya seorang manusia Husky yang menegurku di perempatan jalan, bersama dengan seekor lainnya. Mereka berdua mengenakan seragam hitam dan membawa senapan sihir di lengannya. Polisi Hwarang yang sedang berpatroli.
“E-Eh, u-uhh,, mengantar Pesanan, Kuro!" aku berbohong pada Kuro, sang Hwarang.
Kuro mengerutkan keningnya dan bertanya, "Loh, sudah malam ni. Kenape tak esok hari ja, Ma Dame?"
"Prinsip hidupku jangan pernah menunda, hehe,” balasku canggung.
Kuro dan temannya tertawa hangat dan menepuk pundakku, "Ya sudah, tapi hati-hati ya, Ma Dame. Dengar-dengar, Matrovska sedang berkeliaran disini," kata Kuro yang kemudian memberikanku sebuah peluit, "Bila-bila Dame ketemu Matrovska, tiuplah benda ni, kami pun pasti akan datang segera kesana!" lanjutnya.
Kuperhatikan peluit sihir yang penuh dengan ornamen cantik itu dan tak percaya para Hwarang memberikannya kepadaku,
"Matrovska?" tanyaku bingung.
Kuro menekuk alisnya heran, “Ma Dame Clair gak tahu? Akhir-akhir ini selain sosok-sosok mencurigakan berkeliaran di distrik tanpa nama. Hitam bagaikan bayangan, dengan pedang dan sabitnya mereka seringkali menyerang para penyihir atau Daemon yang persis seperti di selebaran Daemon Bulan.
Kami menyebutnya, Matrovska yang dalam bahasa Daemon berarti sang pemburu.”
“Ngeri amat. Padahal kukira Pei Jin adalah kota paling aman di dunia.”
Kuro tertawa pahit, “Itu dulu Ma Dame. Semenjak para manusia itu datang— O-Oh, maafkan aku yang bicaranye banyak. Ma Dame sedang terburu-buru, kan? Hati-hati ya,” katanya.
Setelah menunduk dan melepaskan para polisi itu pergi, aku pun kembali mengekor aroma manusia itu. Tapi, pikiranku melayang pada keanehan yang terjadi di kota ini.
Seorang dokter dari kinje berpura-pura menjadi Daemon bulan…
Rumor tentang diriku menjual Mutterbeweisen…
Dan sekarang… Matrovska sang pemburu menjadi mimpi buruk di malam hari. Semua terhubung dengan kedatangan pengungsi manusia enam bulan yang lalu.
“Sepertinya seseorang ingin bermain catur psikologis denganku,” gumamku menemukan diri di depan pemukiman gelap dengan bau yang menyengat. Distrik tanpa Nama, tempat para pengungsi manusia dikumpulkan.
Kenapa aroma itu pergi ke distrik ini? Pikirku.
Kugenggam erat tas selempangku, firasatku tidak enak. Apa jangan-jangan ada antagonis yang berusaha menghalangi jalanku?
“Ara, aku sudah lama tak bermain kucing-kucingan begini. Apa ya yang antagonis itu siapkan untuk menghiburku?” gumamku melangkah masuk ke dalam distrik gelap itu.
Sepi tempat itu tanpa penjagaan dan cahaya, membuatku menyalakan Bunga Lentera di pinggangku. Namun, di balik kabut malam itu, hanyalah sosok bayangan gelap menantiku.
Setelah kuperhatikan... Astaga... bayangan itu persis seperti yang digambarkan Kuro! Bukannya menjawab, bayangan itu segera mencabut pedang dan sabitnya, sepertinya siap menerkamku.
"T-Tunggu-tunggu, Tuan Matrovska! Dengarkan aku dulu," kataku yang kemudian membuka isi tasku dan menawarkan obat-obatan di dalamnya, "K-Kamu boleh membawa semuanya, setidaknya kalau kamu jual semuanya, kamu bisa untung 30 keping emas! Tapi tolong, pergi darisini," pintaku.
Tuan Matrovska tetap melangkah mendekatiku. Kutelan ludahku dan tertawa canggung, "B-Baiklah, b-bagaimana kalau aku kasih kamu diskon khusus di tokoku? 10%... tidak, 20% deh!" teriakku.
Tetapi sepertinya Tuan Matrovska tidak mau mendengarku. Aduh bagaimana ini? Aku lupa membawa Luciel bersamaku. Kalau ada dia sih, penjahat cemen sepertinya bisa cepet dihabisi.
O-Oh iya, kan masih ada peluit Kuro?
Aku pun segera mengambil peluit itu, namun tepat sebelum aku meniupnya, sang Matrovska menebas peluit itu hingga hancur tak tersisa.
"S-Serius...?!" gumamku kesal peluit mahal itu rusak.
Sang Matrovska pun mengangkat tangannya, siap untuk menebasku. Tetapi tepat sebelum pedang itu menyentuh tubuhku, tiba-tiba—
TRING!!
Sinar terang tiba-tiba melesat di hadapanku, menghantam sang gelap keras hingga menubruk pepohonan. Sinar itu layaknya seorang malaikat dengan sayap putih kemilauannya, menjatuhkan bulu-bulu sihir yang indah. Topeng burung gagak menutupi wajahnya dan menambah kesan misterius darinya.
Tetapi aroma tubuh yang khas dari tubuhnya, memberitahuku bahwa malaikat itu adalah sang pemilik sapu tangan. Si Tuan A.A.N.
TANG! TRING!
Elok peraduan pedang di hadapanku membuatku terpukau.
Sang Malaikat melajukan serangan demi serangan yang kewalahan ditangkis Matrovska. Namun seperti seekor belut yang tak bisa ditangkap, sang Matrovska mengalir mendekati tubuh sang Malaikat terang lalu menghantamnya di tanah dan siap menghujamkan pedangnya, tak menyadari bahwa tubuh itu hanyalah ilusi. Sang Malaikat telah menebasnya dari belakang.
Tubuh Matrovska hancur menjadi kilat-kilat kegelapan yang menerjang sang Malaikat sesaat setelah ditebas oleh pedang suci. Bayangan gelap itu pun melesat ke arahku, membuatku lari terbirit-birit.
“Astaga, kenapa malah nyerang aku. Kan yang nyari masalah denganmu si malaikat itu! ” teriakku yang berlari dengan sepenuh hatiku. Aku pun menumpu kakiku mendadak dan melesatkan diri menendang telak sang Matrovska di ulu hatinya.
“Heh, jangan ramahkan kaki seorang pedagang ya,” kataku sombong, tetapi segera menyesal ketika tendangan kakiku tidak membuat bayangan itu bergeming, “A-Anu, bolehkah saya meminta Tuan Matrovska terplanting jauh seperti aktor di drama silat kesayanganku?”
Untungnya sang Malaikat melindungiku lagi dan memukul mundur sang Matrovska. Aku pun segera mengambil kesempatan untuk kabur dan berlindung dibalik dinding yang hancur, sambil mengintip sedikit pertarungan seru di depanku.
“T-Tuan malaikat, kalau kamu menang, kamu yang kukasih diskon!" teriakku menyemangati Sang Malaikat.
Sepertinya semangatku mencapai hati sang Malaikat. Ditusuknya tanah dan mengalirkan energi sihir yang luar biasa pada pedangnya. Seketika cahaya terangnya menjadi merah membara, membakar seluruh tubuhnya seperti seorang malaikat dari neraka. Sepertinya dia lagi serius, sebab bulu-bulu sayapnya berubah menjadi bilah pedang yang tajam!
Sang Malaikat pun melesat ke Matrovska dan menarikan tarian pedang maut untuknya. Tebasan tajam nan berat satu persatu dilontarkannya pada senjata sang Matrovska, bersama dengan putaran maut dari sayap pedangnya yang sangat tajam.
Hingga akhirnya, TRAS! Pedang dan Sabit sang Matrovska pun patah dan bayangan itu segera mundur. Tinggal satu langkah lagi, maka sang malaikat akan menang.
Tetapi, dia tidak menyadari bahwa ada seorang Matrovska lagi yang telah siap menerkamnya dari belakang.
“Curang!” teriakku yang segera dengan bodohnya melompat dan melindungi Malaikat itu dengan tasku. Dengan gegabah, aku pun mengambil sebuah botol kaca dari tas dan melemparkannya ke tanah.
“Judgelight,” teriakku mengaktifkan senyawa sihir itu yang kemudian meledak menjadi terang menyilaukan.
Sekejap para Matrovska itu pun terjatuh dan tak berdaya. Aku pun menarik tangan sang Malaikat dan membawanya pergi menjauh dari distrik tanpa nama.
Tetapi sesaat setelah kami sampai di gerbang kota, sang malaikat pun tumbang.
“K-Kamu tidak apa-apa?” tanyaku mengguncang tubuh malaikat itu. Perlahan zirah putih yang melingkupi tubuh dan wajahnya pun menghilang, menyisakan seorang bocah berambut perak yang terkulai lemas di tanah.
Perlahan aku dapat merasakan tubuhnya yang mulai dingin. Dengan cepat kubuka bajunya dan melihat banyak sekali luka-luka membusuk dan sayatan besar akibat serangan Matrovska itu. Merasakan nadinya yang perlahan melemah, bila aku tak segera menolong laki-laki itu… dia akan mati.
“L…Lari,” kata laki-laki itu berusaha menggapaiku, tetapi tangannya pun melemah saat ia kehilangan kesadaran. Topeng burung gagaknya pun lepas, menunjukan siapa diri sebenarnya laki-laki itu.
Berhenti detak jantungku tanpa menyadari mulutku berucap, “Artie?!”
-- Character Design 03 --
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 107 Episodes
Comments
Ryoka2
Hai Thor, mampir lagi 👍
2022-05-22
4
pat_pat
cemungut
2022-03-16
4