—1—
Kota Bebas Pei Jin, 21 Agustus 1647
Denting gelas bir saling beradu dengan seruan riang dan tarian para petualang dari berbagai bangsa. Penuh percaya diri, pengiring musik ikut menendangkan lagu yang membuat jantung berdegup kencang. Para kelinci pelayan dengan gopoh membawakan belasan gelas bir bersama tatakan penuh makanan, berusaha memenuhi teriakan para pelanggan kedai minuman yang terkenal tak sabaran. Dan disana adalah diriku, seorang penyihir sederhana yang begitu terkesima melihat pemandangan yang tidak biasa itu.
"Ramai sekali, apa gerangan yang terjadi sehingga para petualang berkumpul di kedai minumanmu, Master?" tanyaku mengambil duduk di depan Kucing abu-abu yang dengan jemari pendeknya yang imut, memisah-misahkan koin emas dan perak. Kucing gendut itu adalah pemilih kedai minuman ini dan juga ketua Guild petualang, Master Desmond.
"Banyak sih penyebabnye, Ma Dame Clair. Tapi ye, yang paling panas tu... rumornye, sang Daemon Bulan datang ke kota ni. Kesempatan emas s'perti tu tadak kan mereke lewati b'gitu jak,” kata Master memberikan sepuluh koin emas kembali padaku, "Aih, kesepakatan kite 10 keping emas. Tapi kok Ma Dame malah ngasih Master 10 lebih?" lanjutnya.
Aku menggelengkan kepalaku dan mendorong koin itu kembali ke Master, “Hehehe, aku dengar petualang yang kusewa terluka parah karena mencari bahan pesananku,” kataku.
“Haduh, Ma Dame Clair. Harus berape kali gik Desmond ini mengingatkan kau ni. Jadi orang baik di kota Pei Jin ni takkan membawa apapun," tegur Master tetapi tetap mengambil sepuluh keping emas tadi.
Tertawa geli diriku, “Baik darimana? Dari kerja keras mereka, aku bisa menghasilkan sepuluh kali lipat lebih,” kataku yang kemudian mencondongkan badanku dan berbisik ke Desmond,
“Lebih dari itu, mana barang pesananku?"
Dengan hati-hati, kucing gendut itu menaruh sekarung penuh di atas meja. Jemari kecilnya telaten melepas ikatan karung itu, menunjukan lima tulang rusuk raksasa yang telah mengkristal. Dengan hati-hati, Desmond mengambil dari kulkas sihir—20 tabung kimia berwarna merah yang ditutup dengan rapat.
"Araraaa, cantik sekali!" kataku mengambil kristal rusuk naga itu, mengagumi tiap detil kebiruan kristal yang tumbuh mencuat dari fosil batu. Fosil dari seekor Daemon yang lahir tiap sepuluh ribu tahun sekali, Puella Dragonica.
“Ma Dame Clair, tolonglah, jangan pinta hal sesulit ni agik. Tadak pernahke terpikirkan oleh kau betapa sulitnya petualangku nyari tulang belulang ni? Mereke tu musti pergi ke kawah gunung Vilnuz, lewatin magma yang sangat panas t'rus diserang puluhan Anima ganas! Tadak lebih lagi, mereke bilang tu ada Anima naga ngejaga tulang ni," omel Master.
“Anima, monster yang lahir dari doa malang yang tak dijawab.” candaku sambil melihat tabung-tabung kimia itu.
Hrmmm, lumayan. Petualang itu mengikuti instruksiku sampai ke titiknya. Dalam akar kayu yang tenggelam di cairan merah itu, dapat kulihat bintik putih halus tumbuh di sekitarnya. Magebane, jamur yang sudah punah tujuh puluh tahun lalu.
Mata Master menatapku menyelidik, dielusnya kumis panjangnya itu sembari bertanya, "... Sungguh, s'jak awal penasaran aku. 'Tuk apa Ma Dame Clair minta barang selangka ni?"
Setelah mengemas seluruh barang di atas meja, aku pun melepas topi bundarku dan memasukan dua karung besar itu ke dalamnya.
“Seorang wanita boleh dong punya satu atau dua rahasia,” kataku mengedipkan mata dan menggoda kucing itu. Dengan gemas aku mengelus dagunya hingga kucing itu sebal dan menolak jariku.
“Aih, Ma Dame ni. Bukan cuma satu atau dua, tapi bejibun rahasianya. Entah angin mana, kau datang tujuh tahun lalu dan menumbuhkan Pohon Yggdrasil. Berkat pohon besar tu, seluruh kota aman dari jamaan Salju Superadikal. Tak cume itu jak, Aether yang kau jual mendongkrak inovasi, contohnya, bunge ni,” kata Desmond menunjuk sebuah bunga transparan di langit-langit. Bunga itu bersinar terang menyinari kedai petualang itu.
Bunga Lentera, nama yang sama dengan toko bahan kimia-ku.
Tertawa diriku melambai-lambaikan tangan menepis kata Desmond, “Tidak-tidak, aku cuma seorang pedagang biasa yang kebetulan lewat. Haaah… meski begitu, Ma Dame Fan repot-repot mengangkatku menjadi Penyihir Putih, satu dari tujuh penyihir tinggi Pei Jin,” kataku yang kemudian mengangkat pundak heran,
“Padahal, aku nggak jago ilmu sihir,” lanjutku tertawa.
Master Desmond ikut tersenyum geli, “Heh, Ma Dame ni ada-ada aja. Tak bise kubayangkan gimane nasibnye ekor-ekor yang kelak kau pimpin,” katanya.
Kudelikkan mataku mendengar hal merepotkan itu,“U-Ugh, boleh ngga ya aku mundur dari jabatan ini?” gumamku.
Desmond segera melompat dan menepuk dahiku, “Ngawur! Menjadi Penyihir Tinggi tu kehormatan tertinggi di kota Pei Jin. Ma Dame bisa memiliki wilayah di kota ini termasuk orang dan Daemon yang tinggal disana. Segala cita-cita Ma Dame bisa dikabulkan.”
“Araraaa, padahal aku hanya ingin menikmati sisa hidupku dengan bersantai dan minum teh ala Putri-Putri kerajaan,” gumamku.
“Santai? Bukannya yu baru-baru ekspansi usaha ke Siphon Dragonica dan Teokrasi Tuskman?”
“Sssssttttt!”
Master Desmond hanya geleng-geleng kepala melihat tingkahku. Menggelikan mungkin pikirnya, seorang wanita tua sepertiku bertingkah seperti ABG. Aku tidak memiliki pasangan dan tidak mempunyai anak di usia kepala tiga. Banyak yang iri melikatku memiliki memiliki harta berlimpah dan kekuasaan yang dimimpikan banyak orang. Tapi, untuk apa sebenarnya memiliki semua itu, jika pada akhirnya mereka tak mampu mengisi kekosongan dalam hatiku?
Semua hanyalah kesia-siaan belaka.
Mataku pun melirik pada perkamen yang terpajang di papan Guild petualang. Disana terlukiskan seekor Daemon cantik jelita dengan nama Daemon Bulan. Sama seperti namanya, daemon itu memiliki rambut perak yang panjang melingkupi kulitnya yang putih pucat. Dua batu delima merah yang indah menjadi matanya, kontras warna yang manis dilihat mata.
Tetapi bagiku, kukerutkan alisku bingung. Ini hanya perasaanku atau memang lukisan itu dibuat mirip denganku ya?
Kuputar rambut perakku dengan lembut, “Daemon Bulan. Kalau tidak salah rumornya itu dia adalah seekor vampir yang mampu menumpas segala penyakit dengan harga setetes darah bukan?” kataku yang kemudian berpangku dagu,
“Hmmm, kenapa penyihir sehebat itu datang ke Kota Pei Jin?”
Desmond segera menjawab, “Oh iyeye, Ma Dame sudah enam bulan tak di kota ni, jadi tak tahu. Ini baru rumor sih, katenye ye semenjak enam bulan lalu Ma Dame Fan mengijinkan para pengungsi manusia tinggal kota ni, sebuah wabah aneh muncul.”
Mencium aroma uang, antena rambutku pun segera berdiri, “Wabah aneh?” tanyaku yang mengundang alis mata heran dari kucing itu.
“Ye! Mereke menamakan wabah itu Nyght, nama sang Dewi Kematian. Sebab katenye sekali yu terkena wabah itu, kulit yu akan muncul luka yang terus menerus ngeluarkan darah. Diakhir cerite, dalam dua minggu, tubuh yu akan kejang-kejang lalu tiba-tiba muntah darah dan mati!”
Kubekap mulutku tak percaya, “Arara, ngeri kali. Jadi Sang Daemon Bulan datang ke kota ni untuk menyembuhkan wabah itu?” tanyaku.
Master Desmond mengangguk dengan antusias, “Ya ya ya! Katenye ye sebulan yang lalu, seorang dokter dari Kinje membuka klinik di pengungsian manusie tu. Dan seperti Daemon Bulan, dia tak ingin uang atau barang lain sebagai balas jasanya, melainkan sebotol kecil darah,” katanya.
Seorang Dokter dari Kerajaan Kinje? Seingatku kerajaan Kinje sangat mendiskriminasi Daemon. Tidak mungkin seekor Daemon Vampyris dapat bersekolah disana, alih-alih menjadi seorang dokter. Aroma mencurigakan tercium dari rumor ini, tetapi juga tercium kesempatan emas. Kalau aku berhasil memanfaatkan wabah ini, berapa banyak emas yang kuhasilkan?
“Ara, lantas bagaimana cara Daemon Bulan tu menyembuhkan wabah Nyght?” tanyaku penasaran.
“Tentu saja dengan obat seribujuta penyakitnya, Mutterbeweisen!”
Mutterbeweisen? Menarik.
“Ei, ei, senyuman itu, Ma Dame Clair pasti merencanakan sesuatu bukan?” tanya Master Desmond.
“Ssst, pertanyaan itu membuatmu tidak populer di kalangan wanita, Master,” kataku yang berdiri dan mengenakan topi penyihirku.
“Jangan membuat masalah lagi, Ma Dame. ingat yu udah menjadi Sang Penyihir Putih, salah satu pilar kota ini,” canda Master yang membuatku tertawa.
“Masalah sudah menjadi nama tengahku, Master,” kataku sembari berbaur dalam keramaian.
Desir darahku mengalir dengan cepat, cakarku tumbuh dengan cepat. Bila aku tak menutupi wajahku dengan topi penyihir itu, tentu saja semua orang akan ketakutan melihat taring-taringku yang tajam saat tersenyum.
“Araraa, sepertinya aku tidak sendiri di dunia ini,” gumamku.
-- Character Design 01 --
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 107 Episodes
Comments
Takashi Draylus
Bahasa apa ini?
2022-09-10
4
Meropenem The Last
lanjut thor
2022-05-06
1