Tanpa malu-malu Claudia menanggalkan pakaiannya, tubuh indah dan seksi seorang super model top terpampang nyata di depan mata Dewa.
Astaga! Iman setinggi gunung juga bisa runtuh ini mah, rata dengan tanah.
Claudia tersenyum genit melihat Dewa kebingungan, model internasional seperti dirinya sudah biasa berlenggak-lenggok di catwalk dengan pakaian minim.
Apa si Dewa tidak pernah melihat perempuan separoh telnjang di peragaan busana seksi. Wajahnya memerah gitu, cute banget.
Claudia pose di depan Dewa dengan gaya menggoda.
"Kamu benar-benar ya," tegur Dewa segera menyambar handuk membungkus tubuh Claudia.
Berganti dengan pakaian kering, ternyata Claudia bawa lingerie. Lagi-lagi Dewa menelan liur, membuang jauh pikiran omesnya. Tapi apa daya, baru berbaring lima menit Claudia kembali ngusilin Dewa. Pertarungan sengit pun terjadi, masing-masing dengan jurus andalan. Berhenti setelah adzan berkumandang, barulah Claudia tepar pingsan.
Benar-benar kerasukan setan dalam hati Dewa. Sudah dari jaman Adam pria tidak kuasa menahan godaan hawa nafsu, bagaimanapun ia lelaki normal. Baru tau enak, ya ngegas. Dewa beranjak ke kamar mandi membersihkan diri. Memandang tubuhnya di cermin penuh dengan bercak dan cakaran.
Beruntung seputar leher tidak ada, hm. Ganas kali perempuan cabul itu.
Dalam hati Dewa memandang perkututnya habis dihajar babak belur, ah tapi mau lagi kalau dikasi.
Sementara si Asisten Baim berbaring di sofa ruang baca yang pintunya disamarkan dengan rak buku, pikirannya jauh menerawang. Matanya juga enggan terpejam, satu bulan ini kerjanya jadi merangkap antara urusan kantor dan juga urusan pernikahan si bos. Mana suara-suara aneh terdengar dari kamar sebelah membuat Baim merinding, hais bikin ngiri saja batin Baim nelangsa.
Terpulang dari cara Claudia mendapatkan Dewa, asalkan sama-sama suka, ya sudahlah Baim ikut bahagia. Mudah-mudahan efektif, Claudia bisa jadi penawar stress kala si bos mendapat tekanan dari lawan bisnis maupun dari Bos besar yang selalu menuntut kesempurnaan kinerja Dewa.
Sekelabat bayangan mantan yang sudah punya anak dua melintas di pelupuk matanya, hah.
Kapan kamu bisa move on, Baim.
Segera ia pun bangun, mempersiapkan diri jangan sampai keduluan si Bos.
Dewa terkenal disiplin bahkan pada dirinya sendiri lebih ketat lagi. Setelah bersiap ia menghampiri Claudia yang tertidur pulas, sementara ia belum terpejam sedikitpun. Hah, tugas menanti. Ada rasa khawatir meninggalkan gadis itu sendirian. Anak manja seperti Claudia, mana bisa ngurus diri sendiri. Selama ini terbiasa dengan asisten yang siap melayani, hm.
Dewa keluar dari kamar, Baim sudah menunggunya di meja makan dengan semangkok mie instan dan secangkir kopi untuk dirinya sendiri.
Percuma buat lebih karena Pak Dewa tidak akan pernah mau ditawari.
"Pagi Pak Dewa," sapanya.
"Pagi, Baim. Apa tidurmu nyenyak?"
Selama ini Baim tidak pernah berani menyinggung privasi si bos, tapi kali ini terpaksa harus ia lakukan. "Bos, nanti akan saya atur memasang alat kedap suara dari kamar bos," ujar nya to the point.
Ha, Dewa terhenti saat hendak meneguk minumannya. Jadi kedengaran si Baim toh, begitu berisik kah mereka dalam hatinya. "Oh. Terserah mu saja," jawab Dewa cool.
"Sekalian kamu panggil itu si asisten Claudia,"
"Sonia?"
"Hm."
***
Sementara itu di kediaman Santoso, Irene mengomeli suaminya. "Pa, jemput Claudia sana."
"Ma! Mereka sudah dewasa dan Dewa bukan orang sembarangan, Putra dari keluarga Billioner. Pewaris tunggal TC grup yang berpusat di negara A."
"Iya. Tapi kita hidup di negara I, Santoso. Tidak malu apa, anak gadis mu dicap jelek jadi bahan gosipan media."
"Itu resiko yang harus dihadapi saat menjebak mereka kan, jadi biarkan saja. Dewa akan ke negara J, tentu saja mereka ingin melepas kangen. Kita juga dulu kurang apa, kamu ngintilin aku kemana-mana. Sifat kamu tuh nurun pada anakmu!" Santoso berkata ketus.
Cis, Irene mendengus kesal.
***
Sementara itu.
Di sebuah hutan rawa seekor Bangau sedang menari di pinggir danau menghalau kebosanan. Setelah turun ke Bumi, pencariannya belum juga membuahkan hasil. Pangeran impian tidak tau dimana rimbanya. Setiap Bangau sudah ditanyai, namun tidak ada yang bisa menjawab.
Bangau fana bicara menggunakan bahasa isyarat gerak tubuh, hah! Mana Kiren mengerti...
"Kiren, kiren!" Mengyue, sahabatnya si Peri rubah memanggil.
"Apa! Kamu tidak perlu berteriak, Mengyue. Aku kan gak budek," jawab Kireni terus saja menari. "Kalau yang kamu bawa masih kabar angin, lupakan saja. Aku tidak tertarik."
"Kiren, kali ini pasti akurat. Informasi yang aku dapat langsung dari Dewa Bintang."
Kireni menghentikan tariannya. "Apa katanya?" tanya Kireni antusias, menghampiri Mengyue.
"Bintang Pangeran Poenix sekarang berada di bagian Timur Bumi," jelas Mengyue.
"Benarkah, memangnya kita ada di mana sekarang?"
"Kiren, Kiren. Berapa kali mau aku beritahu agar kamu mengerti. Kamu itu hanya berputar-putar di bagian Barat Bumi, bagaimana bisa bertemu dengan Pangeran Impianmu itu."
"Hehe, iya aku lupa. Berapa jauh perjalan dari Barat ke Timur?" tanya Kireni.
Mengyue berpikir bagaimana menggambarkannya agar mudah dimengerti. "Hm, sekitar 24 jam menurut ukuran waktu matahari, tapi kamu harus melawan arah. Karena matahari di Bumi bergerak dari Timur ke Barat," jelasnya gak yakin juga Kireni bisa paham.
Ah, Kireni bingung apa maksudnya melawan arah. "Aku tidak akan mengikuti matahari Mengyue, dia jalannya lambat merayap. Dan tubuhnya terlalu panas, belum sampai ke timur aku sudah jadi Bangau bakar."
Nah kan benar, tambah ngawur. Ha! Siapa juga yang nyuruh kamu ngikutin matahari Kireni oneng dalam hati Mengyue.
"Aku akan terbang mengikuti Bangau fana biar cepat dan tidak tersesat," lanjut Kireni bersemangat.
"Kalau kamu terbang mengikuti Bangau fana, lebih lama lagi Kiren. Aku sudah menghitungnya. Itu akan makan waktu 72 jam menurut ukuran waktu Bumi."
"Artinya 3 kali matahari kembali ke Bumi bagian Barat?"
"Iya, benar. Tumben kamu pintar."
Kenapa jadi lebih lama, dalam hati Kireni. "Ya sudahlah, mau bagaimana lagi. Aku mau siap-siap dulu menemui Bangau fana yang akan berangkat, kebetulan sekarang lagi musim migrasi."
"Tunggu dulu, Kiren!" Mengyue menahan Kiren saat hendak beranjak meninggalkannya.
"Apa bangsa Peri Burung tidak diajarkan ilmu teleportasi? Aku tidak pernah melihat kamu melakukannya," lanjut tanya Mengyue. "Kalau bisa kan lebih cepat dari kedipan mata."
"Hehe, ada. Tapi aku tidak bisa, kamu tau di sekolah aku paling bodoh pada pelajaran menghapal. Apalagi mantra-mantra yang ruwet dan panjang."
"Astaga, Kiren!"
Mengyue prihatin melihat nasib sahabat barunya ini bisa terdampar di bumi hanya ingin mencari Pangeran tanpa ada bekal ilmu dan petunjuk apa-apa.
"Bagaimana kalau aku mengajarkan kamu mantra teleportasi leluhur Bangsa Rubah," tawar Mengyue.
"Oh, Mengyue. Kamu memang sahabatku yang paling baik hati," ucap Kireni penuh suka cita merasa sangat beruntung punya sahabat seperti Mengyue.
"Tentu saja. Itu karena kamu telah menolongku dari kejaran siluman ular tempo hari dan kamu tau kami bangsa Rubah tidak dibenarkan berhutang budi."
"Baiklah, apapun itu ayo kita mulai belajar ilmu teleportasi. Aku sudah tidak sabar ingin melihat Pangeran." Kireni melompat-lompat kegirangan.
***tbc.
Like, komen dan share ya, jumpa lagi thanks 👍
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 85 Episodes
Comments