*Episode 3

Lalu kemudian, Hanas berlari dengan cepat menuju kamarnya kembali. Niat ingin bertugas, seketika ia batalkan.

Melihat anaknya yang sangat terluka saat mendengar kabar itu, Saras dengan cepat mengikuti anaknya. Berjalan cepat menuju kamar sambil terus memanggil nama anaknya.

"Hanas. Hanas tunggu, Nak."

"Hanas!"

Panggilan itu tidak di hiraukan Hanas. Ia langsung menutup pintu kamar dan menguncinya dari dalam agar sang mama tidak bisa masuk.

"Hanas. Buka pintunya, Nas!" Saras berteriak di depan pintu sambil menggedor pintu kamar tersebut.

"Aku ingin sendiri, Mama." Terdengar suara parau dari dalam.

"Baiklah. Mama akan biarkan kamu sendiri. Tapi, tolong jangan bertingkah yang tidak-tidak ya, Nak."

"Apa yang dia katakan?" tanya Johan yang baru saja sampai di depan kamar tersebut.

"Dia ingin sendiri."

"Kalau begitu, biarkan saja dia sendiri." Johan berucap enteng seperti tanpa beban.

Saras menoleh ke arah suaminya yang sedang berdiri tegak di sampingnya saat ini. Dengan tatapan kesal, ia tatap suaminya.

"Kenapa? Ada masalah apa?" tanya Johan tak terima dengan tatapan itu.

"Kenapa kamu tega sekali dengan Hanas, Pa? Bukankah Hanas itu anak kita? Darah daging kamu, Pa." Terdengar nada kesal di setiap kata-kata yang Saras ucapkan.

"Ma, aku tidak tega pada anak kita."

"Kalau kamu tidak tega, lalu barusan itu apa? Kenapa kamu katakan langsung soal pernikahan tuan muda Dewa? Bukankah kamu tahu, Hanas dan tuan muda Dewa itu .... "

"Cukup, Ma! Sudah aku katakan dari kemarin-kemarin. Kalau tuan muda Dewa itu tidak boleh di dekati. Tapi apa, hah? Anak kita yang tidak bisa dibilangin. Dia tetap mendekati tuan muda Dewa. Sekarang, lihat kan apa yang terjadi. Yang sakit hati siapa? Dia juga, kan?"

Johan terlihat sangat kesal. Sedangkan Saras, ia hanya bisa menarik napas dalam-dalam, lalu melepaskannya dengan berat.

"Kamu yang tidak pernah memikirkan perasaan anak kita, Pa. Sejak awal, yang kamu nomor satu itukan cuma nona kecilmu itu. Sementara anak kita, kamu nomor duakan," kata Saras dengan nada pelan.

"Karena itu salah kamu sendiri. Siapa suruh kamu melahirkan anak perempuan. Dan, kamu manjakan lagi. Tidak tahu aturan dan tidak tahu batasan."

Johan beranjak setelah berucap kata-kata itu. Saras menggenggam tangannya dengan erat untuk menyalurkan emosi yang ada dalam hatinya. Ia kesal, marah, dan benci. Namun tidak bisa berbuat apa-apa selain diam.

'Kamu selalu menyalahkan aku tanpa kamu tahu, itu bukan salahnya aku. Aku juga tidak ingin seperti ini,' kata Saras dengan rasa sangat amat kesal dan sedih yang bercampur jadi satu.

Sementara itu, di dalam kamar, Hanas mendengarkan semua yang papa dan mamanya bicarakan dengan sangat baik. Kata-kata yang ia dengar menambah rasa sakit dan rasa benci untuk Yola dalam hatinya.

Ia mengangkat kepalanya untuk melihat pantulan bayangan wajahnya di dalan cermin meja rias. Ia tatap wajah itu dalam-dalam.

"Atas dasar apa kamu bisa mendapatkan semua yang kamu inginkan, Yolanda?" Hanas berucap sambil mengusap pelan wajahnya.

"Kalau dibandingkan dengan kecantikan, aku jauh lebih cantik dari kamu. Aku punya pangkat sebagai suster di rumah sakit. Sedangkan kamu? Apa pangkat yang kamu punya, hah! Tidak ada, bukan?"

"Tidak. Aku tidak akan membiarkan kamu mendapatkan apa yang kamu inginkan lagi kali ini. Sudah cukup aku melihat kamu bahagia sejak kecil dengan mendapatkan apa yang kamu inginkan, bahkan, kasih sayang papaku juga kamu rebut dari aku. Sekarang, aku akan buat kamu merasa, bagaimana rasanya tidak bisa mendapatkan apa yang kamu inginkan, nona Yolanda Aditama."

Hanas bicara sambil menggertak giginya dengan erat. Rasa kesal, jengkel, dan benci ia salurkan di giginya sekarang.

Ia bagun dari duduknya. Berjalan munda-mandir untuk mencari ide agar bisa menggagalkan rencana pernikahan yang baru saja ia dengar dari sang papa.

Sekuat tenaga ia berusaha berpikir, namun sayangnya, tidak ada satu ide pun yang muncul. Pikirannya mampat bak saluran air yang sedang tersumbat. Tapi tiba-tiba, bunyi ponsel membuat perhatiannya teralihkan seketika.

Dengan perasaan kesal, Hanas merogoh saku baju kerjanya, tempat di mana ponsel itu berada. Ia melihat layar ponsel tersebut dengan perasaan sangat malas dan jengkel. Tapi, nama yang tertera di layar ponsel tersebut seketika mengubah perasaannya.

"Kak Dewa." Hanas berucap dengan nada bahagia. Dengan cepat ia menggeser layar ponsel tersebut untuk menjawab panggilan dari Dewa.

"Halo Hanas." Terdengar suara khas milik Dewa di seberang sana.

"Ka--kak ... kak Dewa." Hanas bicara dengan suara sesenggukan dan sedih yang semakin ia buat-buat.

Mendengar suara parau khas orang yang baru selesai menangis itu, Dewa jadi khawatir. Perasaannya begitu cemas sekarang.

"Ada apa, Hanas? Apa yang sudah terjadi? Kenapa kamu menangis?"

"Kak Dewa tidak perlu cemas, kak. Tidak ada apa-apa? Aku tidak ... hiks-hiks .... "

"Hanas." Dewa semakin dibuat cemas dengan isakan dari Hanas barusan.

"Aku ... aku baik-baik saja kak Dewa. Ya, aku baik-baik saja."

"Di mana kamu sekarang, Hanas? Katakan! Kamu ada di mana? Aku akan datang untuk bicara denganmu."

"Tidak perlu, kak Dewa. Tidak perlu. Sudah seharusnya, aku dan kak Dewa tidak saling bertemu. Karena ... karena kak Dewa sebentar lagi akan menikah."

"Kamu sudah tahu, Hanas?" tanya Dewa melemah. Sejak awal, ia sudah menebak, kalau tangisan Hanas itu menandakan, Hanas sudah mendengar kabar pernikahannya.

"Tentu saja aku sudah tahu, kak Dewa. Aku sudah tahu kalau kamu akan menikah. Dan yang lebih tidak bisa aku pikir dengan akal sehatku adalah, kamu menikah dengan adikmu sendiri. Benar-benar sudah gila."

"Ini bukan keinginan aku, Hanas. Ini semua karena permintaan terakhir orang tuaku. Aku tidak bisa berbuat apa-apa selain menerima pernikahan ini."

"Permintaan terakhir yang tidak masuk akal kak Dewa. Kamu di minta menikah dengan adik kamu sendiri. Apa itu waras?"

"Yolan bukan adik kandungku, Hanas. Wajar saja kalo kedua orang tuaku ingin aku menikah dengannya."

"Hah? Wajar kak Dewa bilang? Kak Dewa menerima pernikahan ini?" tanya Hanas dengan perasaan sangat kesal.

"Aku tidak punya pilihan lain, Hanas. Mau tidak mau, aku harus terima."

"Kak Dewa jahat! Jahat sekali padaku."

__________________________________________

*Catatan: Untuk karya ini, aku cuma bisa berjalan perlahan. Cuma bisa up satu bab sehari. Harap maklum ya teman-teman. Maaf jika mengecewakan. Terima kasih ....

Terpopuler

Comments

Nispi Nurmala sari

Nispi Nurmala sari

hanas gtau diri ya

2023-06-11

0

Firtrian Delli

Firtrian Delli

km yg tak tau diri hanas

2023-05-06

0

Agna Saleh

Agna Saleh

kok jahat ya

2023-04-01

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!