*Episode 5

Lain halnya dengan Hanas. Ia yang mendengarkan apa yang papanya katakan, segera bicara karena takut dengan ancaman yang papanya berikan.

"Aku gak akan buka pintu, Pa. Aku ingin sendiri sekarang. Kalian pergi saja dari depan kamarku." Hanas berteriak dari dalam kamar.

"Hanas! Kamu baik-baik saja?" tanya Dewa dengan perasaan lega.

"Buka pintunya, Hanas! Aku ingin bicara sama kamu sekarang."

"Aku ingin sendiri, kak Dewa. Aku tidak ingin bicara dengan siapapun saat ini."

"Tapi Hanas .... "

"Tuan muda. Biarkan dia sendirian. Dia ingin sendirian, maka biarkan saja," kata Johan memotong perkataan Dewa dengan cepat.

"Tapi om Johan, aku ingin bicara dengan Hanas sekarang. Karena aku tidak punya kesempatan bicara lagi nanti, jika tidak malam ini."

"Tuan muda, jika orangnya sendiri tidak ingin tuan muda ajak bicara, maka tidak perlu memaksa. Toh nantinya yang menyesal bukan tuan muda."

Setiap kata-kata yang Johan dan Dewa ucapkan, Hanas bisa mendengarnya dengan sangat baik. Karena saat ini, Hanas sedang menempelkan kupingnya di daun pintu agar semua ucapan dari orang yang berada di luar kamarnya bisa ia dengar dengan jelas.

Hanas yang awalnya berpura-pura tidak ingin bicara dengan Dewa, kini terpaksa membatalkan niatnya untuk tetap bertahan dengan kepura-puraan itu. Karena ia tahu, jika papanya yang turun tangan, maka setiap rencana yang ia buat pasti akan musnah begitu saja.

Sementara itu, Dewa yang bisa menerima apa yang Johan katakan, ia akhirnya memilih menyerah. Tidak ingin terus memaksa untuk Hanas bicara dengannya. Ia malah berniat untuk meninggalkan tempat itu sekarang juga.

"Baiklah kalau begitu, om Johan. Sebaiknya, aku pergi sekarang." Dewa berucap dengan suara pelan tanpa semangat.

"Ya, itu lebih baik tuan muda," ucap Johan setuju.

Hanas kaget ketika mendengar Dewa menyerah untuk membujuknya membuka pintu kamar tersebut. 'Tidak bisa. Kak Dewa tidak bisa pergi begitu saja sekarang. Aku kan ingin bicara empat mata dengan dia,' kata Hanas menggerutu kesal dalam hatinya.

Mau tidak mau, ia terpaksa membuka pintu kamar tersebut karena tidak punya pilihan lain untuk melanjutkan kepura-puraannya itu.

"Kak Dewa."

Dewa yang sudah memutar arah, kini membalikkan arahnya kembali dengan cepat.

"Hanas." Dewa segera menghampiri Hanas dengan perasaan bahagia.

"Aku berubah pikiran. Aku berikan kak Dewa waktu lima menit untuk bicara empat mata denganku. Kita bicara di kamarku saja."

"Hanas!" Johan tak terima dengan apa yang anaknya ucapkan. Ia berteriak kesal pada Hanas.

"Om Johan, aku mohon. Izinkan aku bicara lima menit saja dengan Hanas di kamar ini. Aku mohon."

"Tapi tuan muda .... "

"Aku hanya ingin bicara saja, om Johan. Tidak akan lama."

Pada akhirnya, Johan pun mengalah.

"Baiklah. Kalian bisa bicara berdua di kamar. Tapi ingat, jangan lama-lama."

"Terima kasih, om Johan."

Dewa masuk ke kamar tersebut meski dengan perasaan sedikit canggung. Bagaimana tidak, yang ia masuki itu kamar seorang gadis. Jelas saja ada rasa tidak enak dalam hatinya.

"Duduk dulu, kak Dewa." Hanas meminta Dewa duduk di sampingnya. Yang kebetulan, saat ini Hanas sedang duduk di atas ranjang miliknya.

Dewa mengikuti apa yang Hanas katakan. Ia duduk di samping Hanas dengan rasa bersalah ketika melihat wajah kusut dari orang yang ia cintai ini.

"Hanas."

"Mau bicara apa?" tanya Hanas langsung.

"Aku ingin minta maaf padamu. Karena .... "

"Karena kamu akan menikahi adikmu?" tanya Hanas memotong perkataan Dewa dengan cepat.

"Hanas. Ini hanya sebuah wasiat. Aku menikah dengan Yolan hanya karena wasiat dari orang tuaku yang sudah meninggal."

Hanas mengangkat wajahnya, lalu melihat wajah Dewa yang ada di sampingnya dengan tatapan tajam. "Kak Dewa jahat padaku! Kak Dewa bilang akan mencintai aku sampai kak Dewa tua kelak. Tapi apa, hah? Kak Dewa malah meninggalkan aku, dan malah ingin menikah dengan adik angkat kak Dewa itu."

Saat itulah, air mata tidak terbendung lagi. Hanas benar-benar menangis sejadi-jadinya sekarang. Dewa berusaha menenangkan hati Hanas dengan memegang tangannya.

"Hanas."

Hanas menarik tangannya dari genggaman Dewa. "Kak Dewa bohong! Kak Dewa bilang ingin menikahi aku dan hidup bersama sampai tua. Tapi apa? Kak Dewa .... "

Dewa tak sanggup lagi menahan gejolak yang ada dalam hatinya saat ini. Ia segera menarik Hanas ke dalam pelukannya. "Maafkan aku, Hanas. Aku tak berdaya sekarang."

"Kak Dewa bohong. Kak Dewa bilang cinta padaku. Tapi apa? Kak dewa malah ingin meninggalkan aku," ucap Hanas sambil menangis dalam pelukan Dewa.

"Aku tidak bohong. Aku benar-benar mencintai kamu, Hanas. Aku bahkan sangat mencintai kamu. Tapi ... wasiat itu membuat aku tak berdaya. Aku tidak punya pilihan lain selain mengikuti apa yang tertulis di dalam surat wasiat itu."

Mendengar kata-kata yang Dewa ucapkan. Hanas mendorong Dewa menjauh darinya.

"Aku benci kak Dewa!"

"Kamu pantas benci padaku. Karena aku, tidak bisa menepati janjiku padamu. Maafkan aku Hanas. Setelah malam ini, kita tidak akan punya hubungan lagi," ucap Dewa sekuat mungkin menahan perasaan yang ada dalam hatinya.

Ia mulai sadar dengan tujuan awal ia datang ke rumah ini. Ditambah, wajah Kania sekarang sedang bermain-main di mata Dewa sekarang.

Hal itu semakin memperkuat kesadaran Dewa yang hampir saja menghilang saat ia bertatap muka dengan Hanas, gadis ia ia cintai dengan sepenuh hatinya.

Bak tersambar petir, Hanas saat mendengar kata-kata yang Dewa ucapkan barusan. Sebenarnya, ia ingin membuat Dewa sadar, kalau Dewa itu hanya mencintai dia. Tapi sayangnya, Dewa malah mengatakan sesuatu yang tidak pernah ia pikirkan sebelumnya.

"Aku minta maaf, Hanas. Selamat tinggal," ucap Dewa sambil memperkuat langkahnya dan membulatkan tekatnya untuk pergi meninggalkan Hanas.

Tapi sepertinya, Hanas tidak membiarkan hal itu terjadi. Ketika Dewa melangkah menuju pintu, ia dengan cepat memeluk tubuh Dewa dari belakang. Mendekap punggung itu dengan sangat erat.

"Jangan pergi, kak Dewa. Jangan putuskan hubungan ini. Karena aku tidak sanggup hidup tanpa kak Dewa. Hari-hari berlalu akan terasa hampa, jika kak Dewa tiada."

Dewa menutup matanya. Meresapi rasa sakit yang perlahan menjalar ke seluruh hatinya. Sejujurnya, ia juga tidak ingin berpisah. Tapi apalah daya, tanggung jawab yang ia pikul lebih memberatkan hidupnya dari pada cinta.

"Maaf Hanas. Aku harus pergi." Dewa berucap sambil membuka tangan Hanas yang sedang memeluk tubuhnya dengan erat.

"Kak Dewa .... "

Hanas jatuh ke lantai dengan perasaan hancur. Amarah, sakit hati, dan kebencian memenuhi hatinya saat ini. Menimbulkan dendam yang semakin kuat dalam hatinya.

Terpopuler

Comments

Lisstia

Lisstia

mampir thor

2023-01-05

1

Sisi Tarsun San'ngisa

Sisi Tarsun San'ngisa

orang tuamu yang antusias banget menjodohkan mu dengan Yolan kok

2022-11-10

2

Mersy Loni

Mersy Loni

dari awal aku tuh udah dkung yolan n dewa.jadi ga ada kasihan"nya sama hanas malah ga suka bnget sama sikap hanas.

2022-09-03

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!