Terlalu pagi bagi Ivory untuk sekedar membuka mata. Tapi tidak dapat ia hindari sebab seorang wanita berpakaian rapi, berwajah ketus, bertubuh langsing, dan rambutnya disanggul rapi sudah menunggunya disebuah pendopo kecil yang berada disisi barat pusat kegiatan belajar mengajar yang ada di dalam istana. Kegiatan belajar mengajar yang dikhususkan untuk calon datang, anak-anak keturunan raja yang barusia diatas tiga tahu, serta sekarang, Ivory yang akan menjadi seorang putri disana. Letaknya cukup membuat nyaman, karena nuansa alam yang disukai Ivory tersuguh tanpa diminta. Ada kolam ikan yang menyerupai sungai mengalir dan beberapa lotus tumbuh disepanjang aliran, ada beberapa pohon gingko biloba, dua pohon besar Oak yang entah berapa ratus tahun usianya, juga pohon bambu disepanjang pagar pembatas bagian belakang istana, serta tidak tertinggal, bunga berbagai warna juga tumbuh dengan subur di sisi-sisi jalan setapak.
Ivory sendiri mengenakan seragam khusus yang digunakan untuk murid yang mengikuti kegiatan belajar di istana. Rambutnya sudah disisir dan di kepang rapi oleh dayang muda yang ditugaskan menjadi pendampingnya mulai hari ini.
“Hei, Fu. Apa wanita itu jahat? Wajahnya terlihat tidak mudah diajak berteman.”
Fucia, nama dayang muda yang ditugaskan menjadi pendamping Ivory.
“Tuan putri, tolong panggil saya dengan kata 'dayang' didepan nama saya. Jika tidak, saya akan dihukum nyonya Mar.”
Ivory mengangguk kecewa. Ia sudah terbiasa dengan Retrina dan Monic, yang hanya mau dipanggil namanya tanpa embel-embel apapun.
“Dan juga, sebaiknya tuan putri jangan coba-coba mengajak nyonya Mar berteman.”
“Kenapa?”
“Nyonya Mar, kalau marah menakutkan.”
Ivory mengedip berkali-kali karena terkejut mendengar jawaban dayang yang sudah ia anggap seperti teman itu. Menakutkan katanya? Lalu bagaimana jika nanti Ivory tidak bisa belajar dengan cepat? Bagaimana kalau Ivory membuat kesalahan ketika sedang belajar, apa nyonya Mar akan memarahinya habis-habisan?
Sesampainya di bangunan panggung dengan bentuk kerucut itu, nyonya Mar menyambutnya dengan sebuah senyuman kaku dan tundukan hormat dengan tangan terlipat didepan perut. Anggun sekali. Mau tidak mau, Ivory membalasnya, meskipun tidak kalah kaku dari senyuman nyonya Mar.
“Selamat datang di kelas bimbingan dasar istana, tuan putri. Perkenalkan, nama saya Maria. Saya akan bertanggung jawab memberikan pelajaran tentang tata cara hidup di lingkungan kerajaan kepada anda.”
Ivory hanya diam menatap lurus pada wanita bersuara ringan seperti kapas didepannya.
“Silahkan duduk.” titahnya yang tidak bisa dibantah sedikitpun oleh Ivory. Kata-kata Fucia masih membayang-bayang di kepalanya.
Maria meraih sebuah kitab tebal bersampul coklat, selanjutnya bersampul hitam, selanjutnya bersampul merah, dan yang terakhir, bersampul hijau tua, lalu meletakkan berjejer. Bibirnya yang merekah itu kembali bersuara memberikan penjelasan untuk Ivory.
“Kitab berwarna coklat, untuk pelajaran tata Krama, anda wajib menyelesaikannya.”
“Ya??!” tanya Ivory dengan nada tinggi dan mata membola sempurna. Fucia yang tak kalah terkejutnya dengan nyonya Mar, harus bersusah payah mencubit kecil seragam Ivory untuk memperingatkan.
“Kenapa? Anda keberatan, tuan putri?”
“Ah, ti-tidak. Silahkan lanjutkan.” pintanya terbata-bata, menjulurkan telapak memberi isyarat agar Nyonya Mar kembali memberikan penjelasan.
“Kitab hitam, untuk pengetahuan umum.” Ivory mengangguk
“Kitab merah untuk tata cara berdandan dan berpakaian untuk seorang putri dan calon ratu, termasuk kewajiban anda setelah menikah dengan pangeran nanti.”
”Ratu? Memangnya aku akan dijadikan Ratu?”
Fucia ingin sekali menepuk mulut tuan putrinya itu dengan salah satu kitab yang sedang berjejer dimeja, agar tidak bertanya akan hal-hal yang tidak perlu ditanyakan. Fucia memejam sembari menggigit bibir dalam tunduk.
“Fucia, 'kan?” panggil Nyonya Mar dengan nada tegas dan wajah datar.
“I-iya, nyonya Mar.”
“Kamu sudah tau tentang tugasmu, bukan?"
“I-iya.” jawab Fucia gugup.
“Jawab dengan benar!” teriak nyonya Mar yang membuat dua orang dihadapannya terkejut bukan main hingga tubuh mereka terjingkat.
“Oh astaga.” keluh Ivory sembari mengusap dadanya yang berdebar karena rasa kejut berlebihan.
“Maafkan saya, tuan putri. Izinkan saya berbicara terlebih dahulu dengan dayang anda.”
“Si-silahkan.” tutur Ivory dengan raut tak tega kepada Fucia.
“Fucia. Sebutkan tugasmu sebagai dayang seorang putri.”
Dengan lancar Fucia menyebutkan satu persatu tugas yang diembannya. Mendengar itu, Ivory kagum dan semakin tau jika Fucia memiliki tanggung jawab yang sangat besar kepada dirinya. Terlebih ketika gadis muda itu menyebutkan tugasnya yang terakhir, Ivory tidak akan berhenti mengagumi sosok Fucia, temannya. Apapun yang terjadi, saya harus melindungi dan mengutamakan keselamatan tuan putri dari pada nyawa saya sendiri. Luar biasa kejam bukan peraturan sebuah kerajaan untuk pekerja nya?
“Bagus. Aku harap, kamu tidak melakukan kesalahan yang akan membuat pangeran atau bahkan sang Raja marah besar. Tuan putri, bisa saya lanjutkan?” berbeda dengan Fucia, tanya Nyonya Mar lebih penuh dengan kelembutan kepada Ivory.
“Silahkan.”
“Dan yang terakhir, kitab hijau tua, berisi tentang ilmu pengobatan dan nama-nama tanaman yang bisa atau tidak bisa di gunakan sebagai obat.”
Ivory jadi teringat akan ibunya yang ingin dia menjadi seorang ahli kesehatan. Mendadak, maniknya berkabut airmata. Namun semua tidak bertahan lama, ketika suara nyonya Mar kembali menginterupsi.
“Semua isi kitab ini rahasia. Jadi, saya minta anda merahasiakan semua yang anda pelajari dari buku ini kepada siapapun.”
“Ya, saya akan merahasiakannya.”
“Lalu, anda juga akan diberikan ujian khusus sebelum dinyatakan lulus dan mendapat izin untuk pernikahan segera dilaksanakan.”
Ivory mencari jawaban dari Fucia, dan gadis itu mengangguk sebagai jawaban.
“Baik. Saya mengerti.”
“Kalau begitu, mari kita mulai dengan kitab berwarna coklat.”
***
Hari yang sangat melelahkan. Ivory berjalan lunglai menuju kamar yang disediakan untuknya. Disalah satu bangunan disisi barat pusat kerajaan. Rumah itu cukup luas untuk ditinggali Ivory dan Fucia. Kamarnya juga besar, dan jendelanya menghadap tepat ke arah bukit sedikit menjulang yang ditumbuhi Padang rumput dan juga bunga-bunga yang sedang bermekaran.
“Fu,”
“Dayang Fu.” koreksi Fucia akan panggilan yang disematkan untuknya.
“Kita hanya berdua. Tidak ada yang mendengar apalagi tau. Asal kamu tau, aku tidak ingin membedakan kedudukan kita. Aku dan kamu itu sama. Kita sama-sama manusia, dan memiliki hak yang sama pula.”
“Saya tidak melarang, tapi akan menjadi kebiasaan jika anda terus memanggil saya seperti itu. Jadi saran saya, panggil saya dengan yang seharusnya saja.”
Ivory mendesah frustasi. Otak dan tubuhnya benar-benar lelah. Dan Fucia, dia akan menjadi dayang sekaligus penasehat untuk Ivory. Dan jangan lupakan status baru mereka, teman.
“Baiklah.” celetuk Ivory dengan nada kesal, kemudian berjalan ke arah ranjang dan duduk disana. “Setelah ini, aku harus melakukan apa?”
Fucia menyuguhkan satu cangkir teh hijau tawar, yang langsung diminum Ivory tanpa bertanya terlebih dahulu.
Dan dalam hitungan detik, teh itu menyembur dari dalam mulut Ivory. Rasanya aneh, menurut pendapat pribadi dari Ivory.
“Teh apa ini? Kamu mau meracuniku?” cerocosnya sebal, karena rasa teh itu benar-benar membuat perutnya mual tidak keruan.
Fucia terbelalak, tak lama setelah itu terkekeh pelan sembari menatap ekspresi tuan putrinya yang terlihat aneh, lucu dan menyebalkan dalam satu kali lihat. Mana mungkin minuman kesukaan semua wanita didalam istana itu disebut racun oleh Ivory.
“Tuan putri. Itu teh hijau tanpa gula. Anda belum tau khasiatnya?” tanya Fucia yang mendapat gelengan lugu dari sosok gadis yang akan menjadi istri dari sang pangeran. Lantas, dengan dengusan nafas kecil yang menguar diudara, Fucia memberi tau kepada Ivory “Energi anda akan pulih dengan cepat, meningkatkan fungsi otak, mencegah resiko terkena serangan jantung, menjaga tekanan darah agar tetap normal, meningkatkan kesuburan rahim, dan masih banyak lagi yang tidak bisa saya jelaskan satu persatu. Lebih baik anda membaca kitab berwarna hijau yang diberikan nyonya Mar kepada anda.”
“Kamu juga menghafal kitab itu?”
“Iya. Kecuali kitab berwarna merah. Itu tidak diajarkan kepada kami. Kepada semua pekerja istana.”
“Kenapa?” tanya Ivory dengan rasa keingintahuan yang besar.
“Karena, itu hanya diperuntukkan bagi keluarga istana. Kami sebagai pekerja, selama masa bekerja di istana, kami dilarang menikah.”
Ivory baru tau. Apa itu artinya, Fucia akan melajang?
“Waah, hebat. Kamu lebih pintar dari dugaanku, Fu. Maksudku, dayang Fu. Aku harus rajin dan banyak belajar darimu.”
Fucia tersenyum senang mendengar pujian dari Ivory.
“Ngomong-ngomong, apa yang dilakukan pangeran saat hari menjelang sore begini?” []
Bersambung.
Bonus visual putri Dayana.
...Dayana Miranda, 27 tahun....
...🍃🍃🍃...
...Jangan lupa dukung IVORY, dengan cara Follow aku ini, simpan karya sebagai cerita Favorit, Like setiap episode, dan tinggalkan Komentar yang membangun untuk penulis....
...Thanks....
...Vi's...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments
Widya Febrina
jgn duluan suka sama pangeran Grey, Vo...kamu akan susah duluan nanti ...okay
2023-01-15
1
rizkijr
muka pelakor bangettt si thorrr🤣
2022-10-08
1
Nanik Lestari
Baru segitu sdh Lelah
2022-09-17
1