Hari ini, langit bersinar cerah. Gumpalan-gumpalan awan putih pada bentangan luas langit biru yang indah, juga burung-burung yang terbang bebas, terlihat begitu bahagia dengan dunianya.
Berbeda dengan alam yang seolah memberi harapan, Ivory terlihat suram. Dia seperti menunggu sebuah hukuman mati yang tinggal menghitung jam. Namun, bagian paling menyedihkan adalah ini semua nyata baginya. Kenyataan yang bahkan tidak pernah ia bayangkan, ketika ia sadar jika akan dihadapkan pada berbagai kegiatan pelatihan di kerajaan. Tujuannya, untuk membuat Ivory lebih tau dan mengerti tatacara, tata Krama, kewajiban, dan juga tanggung jawab selama hidup di istana.
Hari ini, dia mengenakan gaun berwarna Lilac, dengan leher membentuk huruf V sedikit rendah, kain pada lengan sedikit menerawang karena tidak diberi furing, dan juga ada bunga yang menempel di tiga titik bagian depan. Begitu pas di tubuhnya yang memang ramping dan indah. Ia sama sekali tidak memakai make-up, hanya bedak yang biasa ia gunakan. Untuk tatanan rambut, ada dua kepangan di bagian kanan dan kiri, diikat pada satu titik, kemudian disanggul rapi. Ivory terlihat semakin cantik.
“Mereka tiba.” itu suara Monic yang memberitahu Ivory yang belum mau meninggalkan kamar. Ivory merasa tidak siap jika harus bertemu sekali lagi dengan sang pangeran. “Cepat berdiri dan ikut menyambut mereka , Vo.”
Ivory menatap sebal pada sosok Monic yang tidak juga merasa berdosa sudah mendorong dirinya untuk masuk ke dalam jurang mengerikan.
“Iya. Aku tau.”
Di halaman rumah sudah gaduh. Ada banyak prajurit pengawal beserta kuda mereka, ada juga masyarakat yang berbaur dan berbondong-bondong datang hanya untuk melihat prosesi pinangan pangeran pada calon putri yang akan menjadi pendamping hidupnya.
Di ruangan depan yang dikhususkan untuk menerima tamu, Ivory, kedua orang tuanya, raja, dan juga pangeran sedang duduk berhadap-hadapan. Ada beberapa barang-barang berharga yang dibawa pihak kerajaan sebagai syarat pinangan untuk calon mempelai wanita.
“Jadi, selain kedatangan kami untuk meminang putri kalian, kami juga menjemput calon putri kerajaan untuk mengikuti pelatihan dasar bagi setiap wanita yang berasal dari luar lingkungan istana kerajaan.” kata sang raja, memulai pembicaraan.
Ivory menunduk, menggigit bibir sembari memperhatikan jemarinya yang saling tertaut. Inilah bagian yang paling tidak dia sukai yang sering ia dengar dari desas-desus para gadis jika sedang berkumpul. Ia mungkin akan hidup terjamin dan tidak kekurangan satu apapun disana, tapi dia harus rela menukar semua itu dengan kebebasan miliknya, kebebasan yang membuat dia hidup bahagia.
“Anda bersedia kan, nona Ivory?” lanjut raja Geogini.
Ivory mengangkat wajah, menoleh kearah kedua orang tuanya berada, kemudian kembali menunduk sambil mengangguk pasrah. Pangeran Grey yang menangkap ketidak tulisan dari gestur Ivory, hanya mengulas senyum tipis.
“Saya dulu, juga menikah dengan cara yang sama.” sang raja mulai bercerita tentang masa lalu. “Saya juga tidak mencintai ratu, saat itu. Tapi, seiring berjalannya waktu, saya sadar jika wanita yang rela melepaskan kebebasannya demi mendampingi saya, adalah wanita yang begitu baik. Beliau juga wanita yang dermawan. Sejak itu, saya mulai mencintainya. Dan rasa cinta saya semakin besar ketika putra pertama kami lahir.”
Grey sering mendengar dongeng membosankan ini dari bibi Yulia, wanita yang merawatnya sejak balita. Tapi entah mengapa, ketika ia mendengar kakeknya sendiri yang bercerita hari ini, terdengar begitu bermakna. Seperti mendapat gambaran dan juga sebuah wejangan untuknya kedepan.
“Dan sampai hari ini pun, saya masih begitu mencintainya. Meskipun ia telah mendahului saya untuk menghadap sang pencipta.”
Sampai akhirnya sang raja menyelesaikan kisah pertama kali bertemu dengan sang ratu, suasana hening. Hingga kemudian suara Rose menginterupsi.
“Kami sangat terharu mendengar kisah anda, Baginda raja. Dan kami berharap, putri kami juga akan menjadi sosok seperti ratu. Semoga dia menjadi putri yang baik, dermawan, dan tidak memandang orang lain karena strata.”
Sang raja mengangguk setuju.
“Saya hanya bisa berpesan, agar dia tidak lupa dengan tempatnya berasal, dan hidup saling menghargai satu sama lain dengan pangeran. Semoga mereka bersama sampai menua, dan bahagia.”
Ivory tidak terima dengan bualan ibunya yang sok bijak itu. Perlahan, kakinya meraba lantai, dan saat menemukan telapak kaki sang ibu, dia menginjaknya dengan daya tekan lumayan besar hingga membuat ibunya meremas pakaian yang dikenakan.
Anak kurang ajar. Kalau saja tidak ada raja disini, sudah aku hajar habis dia.
Sang ibu mengumpat dan mendumal dalam hati. Namun satu sisi dalam benaknya juga tidak kalah sedihnya karena harus rela melepas putri semata wayangnya itu.
“Saya juga sering membicarakan itu dengan cucu saya.” lanjut raja Geogini menoleh pada Grey. “Dia dan kakak perempuannya besar bersama seorang pengasuh. Kedua orang tuanya juga sudah pergi mendahului.”
Grey merasa sesak bila mendengar cerita tentang orang tuanya yang meninggal akibat sebuah konspirasi di istana ketika ia berusia tujuh bulan. Semua itu diceritakan oleh bibi Yulia setelah ia berusia tujuh belas tahun, saat itu. Grey tertunduk.
“Dan saya juga sering menasehati dia agar menjadi laki-laki yang gagah, berpendirian kuat, dan bermental baja. Akan tetapi kembali lagi kepada definisi laki-laki sejati, dia harus menghargai seorang wanita. Menyayangi dan menganggap wanita itu adalah bagian dari dirinya sendiri, terlebih seorang istri.”
Grey menatap Ivory ketika raja sedang berbicara tentang itu. Tatapannya tajam menghujam, dan Ivory tidak dapat memungkiri jika pangeran Grey adalah sosok yang terlihat tegas.
“Istri adalah ratu dalam istana, dia adalah rumah ketika kita lelah dengan semua persoalan dunia, dan istri adalah segalanya, karena dia adalah bagian yang ada dalam hidup kita.”
***
“Kenapa ibu membual omong kosong begitu didepan raja?” bisik Ivory dengan nada kesal sambil memasukkan pakaian kedalam tas besar yang akan ia bawa keistana.
Oh ya. Dia akan menjalani pendidikan khusus mulai besok, dan ia bisa pulang untuk mengunjungi orang tuanya satu Minggu sekali dengan kawalan prajurit kerajaan. Kemudian, jika dia sudah dinyatakan lulus dan bisa hidup mandiri, dia akan segera dinikahkan dengan pangeran dan menjadi bagian dari keluarga kerajaan. Berada disana untuk waktu yang sangat lama, atau bahkan selamanya. Tidak ada lagi kebebasan, atau rengekan pulang untuk orang tua.
“Ibu akan menyesal mengatakan itu.”
Sontak, sang ibu melayangkan pukulan tepat dikepala Ivory hingga gadis itu meringis kesakitan dan mengusap dengan bibir mengerucut sebal.
“Bodoh! Ibu melakukan itu untuk dirimu. Jika pangeran itu cerdas dan tidak bebal, dia akan mengerti maksud ucapan ibu itu ditujukan untuknya.”
Ivory kagum mendengarnya. Senyuman terbentang di bibirnya, lantas memeluk erat Rose sebelum kebersamaan mereka akan berakhir hari ini.
“Terima kasih, ibu.”
Setelah drama tangis untuk melepas Ivory, gadis itu terduduk lesu didalam tandu yang diangkat oleh enam orang pengawal. Dia menatap bungkusan makanan yang dibawakan oleh ibunya untuk dia habiskan sesampainya di istana.
Telapaknya terulur untuk mengusap kain biru polos dan kembali mengingat bayangan ayah dan ibunya dirumah. Lalu, bayangan itu sirna ketika salah seorang dari luar tandu memberi informasi jika mereka akan sampai di istana.
Ivory menghela nafas, dan bersiap untuk menjalani hidup barunya yang pasti akan terasa berat dan sulit dilalui.
Dan disinilah dia berada hari ini. Dihadapkan pada berbagai acara penyambutan, tepuk tangan dan juga riuh para dayang-dayang yang sudah bekerja dan mengabdi dalam kurun waktu lama di istana. Dan diujung sana, ada sebuah penyambutan luar biasa lainnya yang menjadi inti dari semua acara. Sepasang kursi kosong disamping raja. Satu pasang lain sudah terisi, yang Ivory tebak, itu adalah saudari kandung Grey. Kalau tidak salah namanya putri Lilac Verhouten Geogini.
Berjalan disepanjang karpet merah penyambutan, jantung Ivory mendadak berdegup lebih kencang dari sebelumnya. Tangannya berkeringat dingin, dan kepalanya terasa pening. Sampai sebuah suara baritone diam-diam berbisik di telinganya dengan penuh penekanan dan nyata, membuat hati dan nyalinya seketika mengerut, ciut.
“Selamat datang di neraka yang kami sebut, Istana.”[]
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments
Widya Febrina
semangat Ivory... perjuangan mu baru segera akan dimulai...takhlukkan itu semua... anggap saja istana itu taman bermainmu 🤭🤭🤭😁😁😁 jgn terintimidasi dari ucapan Grey itu
2023-01-15
1
Nanik Lestari
Semoga Ivory tidak naif yg cenderung bodoh, juga gampang ditindas
2022-09-17
1
YuWie
xixixi..boleh juga tuh si ivory..cari kaki ibunya..ijek dg keras..hahahah..dasar anak tak ada akhlak.
2022-05-06
2