Sesaat setelah Tuan Nathan marah-marah kepadaku, dia teringat akan jasnya kembali yang telah berada dalam tanganku, berada di depan dadaku terlihat seperti aku sedang memeluknya. Matanya melebar, dengan cepat dia mendekatiku menarik paksa jas yang ku pegang erat dan terjadilah adegan tarik-menarik. Dengan tubuh kami yang terlalu dekat hingga mata kami saling mengunci dengan tatapan tajam. Setelah sadar akan kelakuannya dia menghentakkan tubuhku, dengan badannya yang tinggi besar dan kekar mudah saja baginya untuk mendorongku ke belakang dan akhirnya aku terjerembab ke lantai.
"Auw" ku rasakan sakit di bagian pantatku, sekertaris Ken yang dari tadi hanya diam, akhirnya bergerak untuk membantuku berdiri. Aku usap pantat ku yang terasa panas dan pegal.
"Anda tidak apa-apa? nyonya" tanya sekertaris Ken.
"Ish... pantatku sakit sekali" keluhku, "Tuan mu itu beringas sekali seperti singa hutan" bisik ku lirih pada sekertaris Ken namun sayangnya terdengar olehnya.
"Apa kau bilang?" Tuan Nathan berteriak marah kembali, merasa terhina dengan ucapan ku.
"Apa?" karena aku juga sudah merasa kesal dengannya, aku pun berani berteriak padanya. "Tuan muda yang terhormat, kenapa anda bisa sekasar ini pada perempuan?, bukan maksudku untuk tidak memberikan jas anda, saya hanya ingin membawa pulang dan membersihkannya sebagai tanggung jawab atas kesalahan saya" lanjut ku menjelaskan tujuanku mempertahankan jas yang sekarang sudah tidak ada lagi di tanganku.
"Ken!" dengan nada yang lebih tinggi dia berteriak lagi hingga membuatku sedikit terlonjak. Aku mengelus dadaku untuk menetralkan debaran jantungku, aku memucat nyaliku menciut, aku menundukkan kepala dan tanganku bergetar karena takut.
"Antarkan wanita ini ke rumahnya!" perintahnya, sudah frustasi karena berhadapan denganku yang telah membuatnya hilang akal, melakukan hal yang seharusnya tidak ia lakukan yaitu menyentuh wanita lain.
"Baik Tuan" jawab Ken seraya menundukkan kepalanya, begitu juga dengan ku.
"Mari nyonya" Ken membukakan pintu mempersilahkan aku keluar duluan.
Setelah aku keluar dari ruang kerja Tuan Nathan, aku masih di buat terkejut, ku hentikan langkahku melihat ada beberapa orang berjejer di depan pintu, aku menghitung lebih dari lima orang pelayan di rumah ini dan yang lebih membuatku heran semua laki-laki tak ada satupun wanita di antara mereka. Semua orang menundukkan kepala kepadaku, aku tersenyum setelah tadi merasa tercekam dalam kandang singa, kini merasa tersanjung dengan perlakuan beberapa pelayannya. Mereka selalu hormat terhadap tamu yang datang tanpa perduli dengan statusnya, kaya atau miskin.
Sekertaris Ken keluar menutup pintu ruangan menyusul ku setelah selesai berbincang dengan Tuannya, dia berjalan ke arah pria paruh baya yang sepertinya adalah kepala pelayan rumah ini.
"Pak Didi, suruh semua istirahat, ini sudah larut malam" kata sekertaris Ken pada kepala pelayan seraya menepuk pundaknya.
Semua pelayan berkumpul berjejer rapi di depan ruang kerja Tuan Nathan bukan tanpa sebab, setelah sekian lama baru kali ini Tuan Nathan mengundang seorang wanita untuk masuk ke dalam rumah hingga membuatnya marah-marah, dan suara kemarahannya terdengar sampai luar ruangan.
"Baik Pak Ken" jawab Pak Didi, kepala pelayan. Setelah mengatakan hal itu sekertaris Ken meninggalkan para pelayan dan Pak Didi berjalan mendahului kami untuk membukakan pintu. Tak lupa aku mengucapkan terimakasih kepada kepala pelayan itu karena telah menyambut ku dengan baik.
Ketika sekertaris Ken membukakan pintu belakang mobil, aku sempat menolak aku ingin duduk di depan agar tidak merasa sepi dan bisa mengobrol. Sejujurnya aku ingin tahu tentang Tuan Nathan, namun dengan sopan sekertaris Ken menolak permintaan ku.
"Maaf nyonya Arsya, anda akan lebih nyaman bila duduk di belakang" ucapnya memberi penekanan pada kata nyonya Arsya, seolah memberi peringatan kepadaku kalau aku sudah bersuami.
Aku menghembuskan nafas dengan kasar, lalu masuk duduk di kursi belakang kemudi. Sekertaris Ken mulai menyalakan mesin mobil dan melajukan nya, sampai di depan pintu gerbang ia membunyikan klaksonnya dan langsung terbuka pintu gerbangnya. Aku lihat sana-sini tidak ada orang yang bertugas menjaga pintu hanya ada seorang yang berada dalam pos satpam, sedang mengamati layar monitor.
"Oh ternyata pintu gerbangnya otomatis lewat klakson mobilnya" gumam ku lirih, "lalu untuk apa pelayan sebanyak itu?" Terserah dialah orang kelewat kaya mah bebas.
Mobil pun keluar dari bangunan megah nan mewah itu, aku bernafas lega bisa keluar dari kandang singa yang mengamuk. Aku berfikir masalah jas hanya sepele ternyata adalah masalah besar baginya dan sekarang sudah selesai. Aku melihat jam di pergelangan tangan kiri ku sudah menunjukkan waktu tengah malam, itu artinya aku sampai rumah waktu sudah hampir pagi.
Aku mulai resah teringat akan anakku dan permasalahan rumah tangga ku. Aku takut Sisi akan syok setelah mendengar dan melihat kenyataan bahwa ayahnya telah menikah lagi dan mempunyai seorang anak laki-laki. Mengingat Sisi begitu menyayangi ayahnya dan tak mau berbagi dengan siapapun, bahkan saat mas Arsya memberi perhatian sedikit saja pada anak lain dia akan merasa cemburu.
Flashback on
Arsya Sanjaya itulah nama panjangnya, seseorang yang sudah menemani kesendirian ku selama ini, memberiku kenyamanan, menguatkan saat aku lemah, memberiku rasa yang namanya 'bahagia'. Pria yang terlihat sempurna di mataku , sehingga membuat aku percaya dan mengikat janji setia padanya lewat tali pernikahan.
Kehidupan keluarga kami amatlah bahagia, kami selalu terlihat harmonis meskipun kami punya kesibukkan masing-masing. Dia sebagai pemilik perusahaan yang harus mampu mengendalikan perusahaan dengan baik agar bisa berkembang. Dengan uangnya yang terhitung lebih dari cukup lantas tidak membuatku malas-malasan, mas Arsya membukakan toko online untuk mengisi kejenuhan ku saat di tinggal dia bekerja, meskipun begitu aku tidak melupakan kewajibanku sebagai seorang istri yang harus selalu siap saat di butuhkan. Kesibukan kami tidak mengurangi waktu kebersamaan kami untuk bercengkrama.
Kehadiran Sisi melengkapi keluarga kecil kami, tiga tahun kami menunggu dengan sabar hadirnya Sisi. Waktu yang tak sebentar dan tak mudah ku lalui, saat orang-orang mencibirku karena tidak juga hamil, di saat keluarganya mulai resah dan menekan ku untuk cepat memberi keturunan, di kala itulah mas Arsya selalu memberiku semangat dan kepercayaan.
Beranjak lima tahun usia Sisi, kehidupan keluarga kecilku mulai terusik, pahitnya kehidupan mulai mendominasi nya. Di saat aku tahu bahwa suami yang aku puja, suami yang berhati lembut, dan sangat mencintai keluarga bukan lagi hanya suamiku melainkan suami dari sahabatku juga.
Sungguh memilukan, hubungan yang di mulai dari kesalahan namun perlahan menimbulkan rasa cinta. Rasa cinta yang melukai hatiku, rasa cinta yang meruntuhkan tembok kepercayaan yang ku bangun selama ini untuk mereka.
Bagai tersambar petir saat aku dengar mereka telah melakukan hal yang di luar batas, dan harus menikah. Sekujur tubuhku terasa panas dan terbakar, aku lemas rasa sakit menghimpit dada ku hingga aku tak mampu bicara, hanya derasnya air mata yang tak bisa tertahan.
Satu alasan yang terucap dari mulut mas Arsya, hanya khilaf dan bertanggung jawab dengan apa yang sudah dia lakukan. Sebuah alasan yang membuatku bisa menerima di madu, asalkan tanggung jawab dan bukan cinta yang akan di berikan, pikirku untuk menenangkan suasana hatiku yang kacau. Namun semua itu hanya alasan yang mampu berubah setiap waktu dan itu terbukti dari perubahan sikapnya.
Dan benar wanita yang saat ini berada di rumahku adalah Karla Wijaya, sahabatku juga maduku.
Flashback of
Semoga tetap menghibur ya 😊🥰
jangan lupa untuk tinggalin jejaknya, like, komen juga vote 🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 108 Episodes
Comments
Agus Haryatmo
semangat Kak.
2022-07-13
2
Dehan
bagus ceritanya
2022-07-08
2
玫瑰
Musuh dalam selimut.
Sahabat konon ..huh
2022-05-04
1