Aku menuju dapur memasang celemek siap untuk membuat sajian makan malam, aku sudah terbiasa dengan hal itu. Meskipun ada asisten rumah tangga, dia hanya membantu sekedarnya.
Dengan gaya bak seorang model, Karla mendekatiku mencoba mencari celah dalam diam ku.
"Jesi aku akan membantumu" katanya ramah seraya menyunggingkan senyum manisnya yang telah membuat mas Arsya jatuh cinta.
"Tidak perlu, kau adalah tamuku sebaiknya kau duduk dan temani mas Arsya, lagian tangan halus dan jari lentik mu itu nanti malah terkena pisau tajam ku ini" jawabku sembari ku potong wortel yang akan ku jadikan sup.
"Duduklah dekat mas Arsya, mba Asih akan mengantarkan teh dan kopi untuk kalian" sambung ku.
Ucapan panjang ku yang menohok, membuat Karla tidak berani mengeluarkan suara lagi dan akhirnya dia menuruti perkataan ku untuk duduk dekat mas Arsya.
Aku lirik mereka sekilas, benar-benar tidak tahu malu senyam-senyum bercanda tawa seperti tak punya rasa bersalah. Mereka lupa akan permintaanku untuk tidak berkunjung ke rumah, sebelum aku bisa menjelaskan semua pada Sisi.
Ish...miris sekali nasibku sudah yatim piatu, di khianati pula oleh suami dan sahabatku. Tanganku bergerak lincah begitu juga dengan pikiran ku sudah berlarian kemana-mana.
Tak butuh waktu lama makanan telah tertata rapi di atas meja, mas Arsya dan Karla juga sudah duduk di sana. Mas Arsya duduk di ujung meja, aku dan Karla duduk di samping, kami saling berhadapan.
"Mba Asih, tolong panggilkan sisi" pintaku pada asisten rumah tangga.
"Baik Bu" jawab mba Asih, wanita paruh baya yang sudah bekerja denganku sejak aku mulai mengandung.
Tak berselang lama sisi turun bersama mba Asih, dia duduk manis dekat denganku. Sebelum mengambilkan Sisi biasanya aku melayani mas Arsya terlebih dahulu.
"Mas Arsya, kau mau yang mana?" tanyaku dan Karla bersamaan, memberikan pilihan ayam goreng atau ikan, setelah sebelumnya ku taruh nasi di piringnya.
Mas Arsya hanya tersenyum melihat kami, seperti raja di layani para istrinya yang setia, pikirnya mungkin begitu.
"Mama, Tante, kenapa kalian bisa kompak begitu? tidak adakah yang bisa memberiku duluan?" ucapan Sisi membuat aku dan Karla saling pandang, terdiam sesaat.
"Baiklah Sisi, karena Tante sudah lama tak memanjakan mu, Tante akan melayani tuan putri" ucap Karla sembari mengambilkan nasi, sayur dan ayam goreng ke dalam piring Sisi.
"Terimakasih tante"
Bukan cuma suara sendok dan piring yang beradu, tapi juga celotehan Sisi meramaikan suasana, mas Arsya dan Karla yang selalu sahut menyahut dengan Sisi. Aku hanya menjadi penonton dan pendengar setia, tak lupa senyum ku tampilkan agar benar terlihat seperti keluarga bahagia.
Huh sudah malas dengan keadaan ini, keluhku dalam hati.
Ting tong, Ting tong
Suara bel rumah terdengar, dengan sigap mba Asih melangkah untuk membuka pintu namun aku cegah, bukan maksudku untuk tidak ingin menerima tamu, tapi ini kesempatanku untuk beranjak dari lingkaran luas namun terasa sesak.
"Ibu" sapa ku, terperangah karena melihatnya menggendong seorang bayi, hingga aku lupa untuk mencium punggung tangannya.
"Jesi, tolonglah bawa ini, dia sedang tidur dan sedikit berat" ibu menyerahkan tas yang ukurannya sedikit besar, pasti isinya perlengkapan si bayi.
"Eh_ iya Bu, mari silahkan masuk" aku mengajaknya masuk dan mempersilahkan untuk duduk.
Aku meletakkan tas yang ku bawa di atas sofa, saat aku hendak memanggil mas Arsya dan Karla ternyata mereka sudah berjalan ke arah ruang tamu. Sepertinya mereka sudah tahu kalau ibu akan datang ke sini.
Bagaimana ini? apa yang akan di tanyakan Sisi nanti? haruskah Sisi tahu tentang mereka Sekarang? Rentetan pertanyaan berkecamuk di pikiranku. Membuat aku pusing tapi aku harus tegar. Mungkin apa yang harus di tahan memang sudah tidak bisa di pertahankan.
"Nenek..." panggil sisi seraya berlari dari arah ruang makan hendak memeluknya, tapi tertahan karena dia melihat neneknya menggendong bayi.
Dia mengerutkan dahi, heran, siapa yang sedang dalam pelukan neneknya itu, tak mau di buat lama penasaran, langsung saja dia bertanya.
"Bayi siapa ini Nek?" Sisi mendekat seraya memegang kepala si bayi.
"Sisi sayang, ini_"
"Ibu!" dengan nada menekan aku memotong ucapan ibu yang akan menjelaskan bayi itu sebenarnya. Ku lihat ibu merasa kesal padaku.
"Ini anak Tante Karla, Sisi" ucap Karla lalu mengambil bayinya dari tangan ibu.
"Benarkah? kapan Tante menikah? kenapa tidak mengundangku dan mama juga Papa?" rentetan pertanyaan lolos tanpa jeda dari mulut Sisi.
"Lalu di mana papanya? kenapa tidak ikut?" lanjutnya to the poin.
Suasana menjadi sunyi, kami terdiam sibuk dengan pikiran masing-masing, pertanyaannya sesuai dengan dugaan ku. Rasa penasaran akan memenuhi pikirannya.
"Sayang ini kan sudah malam, waktunya untuk tidur kembalilah ke kamarmu, tidak baik jika tidur larut malam" ujar ku agar Sisi cepat pergi meninggalkan kami, para orang dewasa dengan permasalahannya.
"Tapi Ma, Nenek kan baru datang" memberi alasan untuk tetap di tengah kami dan aku tahu Sisi menunggu jawaban dari banyak pertanyaannya.
"Benar Sisi, nenek masih kangen baru juga datang, masak mau di tinggal tidur, sini duduk dekat Nenek" ucapan Ibu Widya, mertuaku. Berhasil membuat Sisi bertahan, duduk dengan tenang dekat neneknya.
Aku melihat ke arah mas Arsya, supaya dia bisa membujuk Sisi dan ibunya, tapi dia hanya cuek seraya mengangkat bahunya.
"Sisi lihatlah anak Tante begitu gemuk, lucu dan menggemaskan. Apakah Sisi suka?" Karla mendekat memperlihatkan bayi imut itu.
Aku pikir Karla akan membantuku dengan kata-kata manisnya, tapi malah membuatku semakin gelisah.
"Tentu saja Tante" jawab Sisi sumringah
"Apakah Sisi senang kalau punya adik seperti Deri? anak Tante Karla" timpal Bu Widya, Sisi tampak berfikir.
"Apa mama hamil Nek?" bukanya menjawab malah memberikan pertanyaan yang membuat mas Arsya memandangiku dengan tajam. Entah apa yang dia pikirkan.
"Sisi andaikan adik Deri ini adalah_"
"Ibu, aku mohon hentikan!" suaraku meninggi, karena emosiku mulai terpancing
"Jesika, kamu berani membentak Ibu mertuamu, lancang sekali kamu" hardik ibu Widya yang terlihat begitu marah.
"Bukan maksudku begitu,Ibu" ucapku pelan, agar Ibu tenang kembali.
"Jesi, sudah saatnya Sisi tahu, dia sudah besar pasti bisa mengerti, mau sampai kapan kamu bungkam? kasihan Karla, kasihan suamimu yang harus terus berbohong. Jangan kau tutupi lagi kebenaran yang seharusnya dari dulu terungkap" ucap Bu Widya panjang lebar, dan membuatku terpojok.
"Benar Jesi, aku sudah lelah dengan kebohongan ini, mengertilah jangan kau terus egois" keluh mas Arsya, mengungkapkan apa yang di rasa selama ini.
Hah, seharusnya aku yang lelah bukan dengan situasi ini, aku yang sudah tersakiti di sini dan aku yang harus pura-pura bahagia demi anak kita agar tetap bahagia, agar hati dan pikirannya tidak terguncang, kenapa aku yang jadi seperti bersalah karena ulah kalian.
Aku hanya diam, menatap manik mata mas Arsya dengan nanar, namun pikiranku telah bermonolog tanpa ku perintah.
Sisi yang melihat, mendengar, dan menyimak perdebatan kami terlihat syok. Baru kali ini dia melihat secara live drama pertengkaran rumah tangga. Selama ini kami selalu terlihat harmonis di matanya.
"Aku ingin Sisi tahu dan menerima Deri sebagai_"
"Stop mas, biarkan aku yang menjelaskan semua pada sisi, aku tidak mau pikiran polosnya terganggu karena banyaknya cerita dari kita semua. Lihatlah dia sudah tegang dengan situasi ini" ujar ku melihat Sisi yang hanya diam dan tak menggerakkan tubuhnya, sorot matanya sudah jauh menerawang entah kemana. Pada akhirnya semua mata tertuju pada Sisi yang hanya mematung dengan tatapan kosong.
Suasana hening tercipta, hingga terdengar suara langkah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 108 Episodes
Comments
Dehan
sudah aku favoritin ya kak..
saling dukung kak.. 😊
2022-07-06
0
Nisa Nisa
mau maunya bohong yg ujung-ujungnya diri sndiri dipersalahkan.. harusnya dari awal dijelaskan pelan pelan gk bisa apa memperkirakan bahwa bangkai gk bisa terus ditutupi.. akhirnya malah anaknya tahu dgn cara lebih menyakitkan
2022-04-25
2
Astuty Nuraeni
aku mampir kak..
2022-04-24
2