Tap, tap, tap.
Derap langkahnya jelas terdengar. pria yang masih muda terlihat tampan dan gagah dengan menggunakan pakaian kerjanya lengkap, jas warna hitam, dasi dan juga sepatu pantofel nya. Menundukkan kepala memberi hormat.
Semua mata beralih ke arah sumber suara, lalu berdiri serempak, raut wajah mas Arsya berubah sumringah. Senyum bibirnya melebar tanpa beban, dia menundukkan kepalanya, eh tapi ada yang aneh dengan situasi ini, bukan cuma mas Arsya tapi ibu dan Karla juga melakukan hal yang sama.
Siapa dia, aku seperti pernah melihatnya? bertamu malam-malam begini, dan ada apa dengan mereka? kenapa mereka begitu hormat? aku bertanya-tanya dalam batinku.
"Selamat malam, Tuan Arsya Sanjaya" sapa orang itu dengan sopan.
"Selamat malam Pak Ken, mari silahkan duduk" kata mas Arsya. Oh namanya Ken...
"Tidak perlu Tuan, saya mencari nyonya Jesika Arsya Sanjaya" Ken tak mau basa-basi dan tak mau lama-lama, tersenyum dia melihatku.
Aku terperanjat seraya menunjuk diriku sendiri
"Benar nyonya" tersenyum, matanya melihatku dengan intens.
"Ada apa dengan istriku? Pak Ken" tanya mas Arsya, penasaran.
"Tuan muda ingin bertemu dengan nyonya Jesika dan menyuruhnya mengembalikan jas yang di bawa nyonya Jesika" ucap sekertaris Ken menjelaskan tujuannya.
"Apa!" ucap mas Arsya, Ibu dan Karla bersamaan, terkejut mendengar perkataan Ken. Mereka memandangiku dengan sorot mata berbeda, terlebih sorot mata mas Arsya yang tajam dan penuh tanya.
Mereka berfikir aku telah amat berani melakukan hal itu.
"Oh, jas orang sombong tadi" ucapku santai tapi langsung menyindir.
"Jesi, jaga bicaramu!" sentak mas arsya, menurutnya ucapan ku sudah keterlaluan. Karena sudah menghina seseorang yang telah menanamkan modal besar di perusahaannya sehingga berkembang dengan baik.
"Sebenarnya apa yang sudah kamu lakukan?" mas Arsya menggoyangkan lenganku, meminta penjelasan.
"Baiklah Pak Ken, saya akan mengembalikannya" aku tidak menjawab pertanyaan mas Arsya yang sepertinya menaruh curiga, aku berpikir akan menjelaskannya setelah pulang.
"Tunggu sebentar, saya akan ambil kunci mobil dulu" pintaku untuk menunggu.
"Nyonya tidak perlu membawa mobil, ikut dengan saya saja."
Perkataannya menghentikan langkahku, huf...dia pikir aku akan kabur apa.
"Masalahnya jas tertinggal di dalam mobil, belum sempat saya bawa masuk" terang ku padanya.
Sekertaris Ken hanya menganggukkan kepala. Setelah ku dapat kunci mobilnya, aku melihat Sisi, merasa sedih harus meninggalkannya dalam keadaan tidak baik-baik saja. Aku serahkan Sisi pada mas Arsya, berharap agar mas Arsya tidak memperkeruh suasana hati anaknya.
Dalam perjalanan hanya keheningan yang ada di dalam mobil. Aku tidak berniat bertanya apapun pada Ken, begitu juga sebaliknya. Terkadang dia melirikku sesekali lewat kaca spion, melihatku yang cuma diam dan melamun. Aku teringat akan Sisi dan keruwetan rumah tanggaku, bukan berpikir bagaimana cara menghadapi Tuan sombong itu.
Perjalanan yang lumayan jauh tapi tak terasa, karena sudah malam dan pastinya tidak terkena macet.
Mobil mewah yang aku tumpangi sudah memasuki perumahan elit, hanya orang-orang tertentu saja yang bisa memasuki kawasan ini. Aku juga baru pertama kali masuk daerah ini, aku arahkan pandangan ke kanan dan ke kiri, hanya ada beberapa rumah yang berdiri kokoh dengan gerbang-gerbang yang menjulang tinggi.
Aku telah sampai di depan gerbang yang paling tinggi di antara rumah lainnya dan terlihat paling megah.
Ken membunyikan klaksonnya agar ada yang akan membukanya dari dalam, pikirku.
Sekali klakson berbunyi pintu yang megah itu terbuka.
Hei, siapa yang membukakan pintu gerbangnya? kenapa tidak ada orang? tanyaku dalam hati setelah turun dari mobil, dan tak lupa membawa jas yang telah aku masukkan dalam paper bag.
"Serem, ngomong-ngomong sepi sekali rumahnya?" tanyaku, terus berjalan mengekor di belakang sekertaris Ken. Dia menoleh ke belakang tak menjawab pertanyaan ku melainkan hanya tersenyum, seolah-olah mengatakan bahwa rumahnya seseram yang punya.
Apa, dia hanya tersenyum dan senyumnya itu_, kenapa sulit di artikan. Dalam hatiku berbicara.
Sampailah pintu terbuka dari dalam, aku lihat ada laki-laki paruh baya di balik pintu, dia menundukkan kepalanya lalu mundur selangkah menatap ku heran.
"Sekertaris Ken sudah di tunggu Tuan di ruang kerjanya" ucapnya lalu menutup pintu kembali.
"Baiklah terimakasih Pak Didi."
Mataku memindai setiap ruangan, terlihat rapi dari sofa, lemari yang di dalamnya banyak barang-barang antik semua terlihat mewah, bahkan lantai yang ku pijak ini, mungkin harganya melebihi jatah bulanan ku dari mas Arsya. Perpaduan warna putih, cream dan coklat memberikan kesan klasik modern yang lembut. Terlalu asik memandangi ruangannya sampai aku tak melihat kami sudah sampai depan pintu dan saat aku berbalik wajahku menabrak punggung kekar sekertaris Ken. Aku meminta maaf seraya tersenyum malu, sekertaris Ken hanya melihatku datar tanpa ekspresi, lalu dia mengetuk pintu.
Tok, tok
Mendengar suara dari dalam, sekertaris Ken membuka pintu dan menyuruhku untuk masuk.
Tak lupa sekertaris Ken menundukkan kepala meskipun orang yang di depannya sedang membelakangi, tak lama orang itu membalikkan badannya dan mata tajamnya itu langsung menuju ke arahku. Melihat ku dari ujung rambut sampai ujung kaki, aku yang di lihat dengan cara seperti itu merasa bingung, ku lihat diriku sendiri dan tak ada yang aneh, pakaian ku juga terbilang sopan, celana jeans, T-shirt, dan sepatu kets, gaya emak-emak masa kini. Lalu apa masalahnya? kenapa dia menatapku dengan sinis dan tersenyum menyeringai?
Seseorang yang di bilang Tuan muda itu berdiri berjalan ke depan menyenderkan bokongnya di meja kerjanya seraya menyilang kan kakinya tak lupa kedua tangan di lipat di bagian dada.
"Tuan, ini nyonya Jesika Arsya Sanjaya" sekertaris Ken memperkenalkan ku dengan jelas menyebut namaku.
"Selamat malam Tuan" sapa ku dengan senyum lalu menundukkan kepala, mengingat kesalahan ku tadi siang sebisa mungkin aku tidak memancing kemarahannya.
Dia hanya diam melihat ku tanpa ekspresi, sekertaris Ken juga hanya diam membuat aku bingung, harus bagaimana?
"Hehe, ini Tuan" aku maju beberapa langkah menyerahkan paper bag yang di dalamnya ada jas branded miliknya.
"Stop! kembali ke tempatmu" tangannya terangkat memberi peringatan kepadaku untuk tidak mendekat, aku pun mundur kembali ke tempat ku semula.
"Ken, ambil dan periksa" memberi perintah dengan suara tegas.
"Baik Tuan" Ken mengambil paper bag dari tanganku lalu mengeluarkan isinya memeriksa apakah ada yang rusak atau tidak.
"Tuan ini_" sekertaris Ken menunjukkan ada noda di lengan jas itu.
"Ups" ku tutup mulut dengan satu tangan, aku lupa tanpa sengaja jas itu ketumpahan susu coklat kemasan botol oleh Sisi.
Tuan Nathan langsung menyambar jasnya dari tangan sekertaris Ken, melihat lalu menciumnya, terlihat dari wajahnya dia merasa jijik, lalu melemparkannya ke mukaku. Secara langsung aku bisa mencium aroma parfum yang lembut dan tidak menyengat.
"Apa yang sudah kau lakukan? ha" dengan muka yang memerah dan rahang yang mengeras dia berteriak marah kepadaku. Namun dia tidak sadar dengan tindakannya itu membuat jasnya tersentuh ke dua kali olehku.
"Maaf Tuan" hanya satu kata yang bisa terucap
"Maaf, berapa kali kau meminta maaf tidak cukup untuk mengembalikan kesucian jas milikku" sudut bibirnya terangkat sesaat, terlihat jelas dia menghinaku. Aku di buat bingung dengan kata 'kesucian.'
Apa jas ini selalu di cuci dengan kembang tujuh rupa setiap malam Jumat, pikiranku tiba-tiba horor dan negatif. Aku merasa merinding takut, apa yang akan dia lakukan padaku setelah ini?
Bersambung...
Minta dukungan like nya ya teman-teman 😊, ini karyaku yang pertama yang masih banyak kekurangan, mudah-mudahan menghibur...
Terimakasih buat yang sudah kasih like🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 108 Episodes
Comments
🍾⃝ͩ sᷞuͧ ᴄᷠIͣ Hiatus🕊️⃝ᥴͨᏼᷛ
masih nyimak
2022-06-22
1
玫瑰
Ngawur 😁😂
2022-05-04
1