"Huuuuu sudah merasa yang paling cantik aja padahal nggak sedikit cewek-cewek cakep di sekolah ini. Bukan hanya mereka!" Nai belum berhenti menggerutu sejak kami berjalan menjauhi mereka. Arin Squad.
"Sudahlah Nai... tidak perlu dipikirkan terus, tidak usah dibahas lagi. Percuma. Esok kumat lagi. Ku anggap ini adalah babak hidupku. Suka-suka mereka aja Nai." Aku tak mau Nai menjadi uring-uringan karena Arin Squad.
"Tapi aku geregetan lihat mereka, Cha. Ingin sekali meremas mulut mereka dan mencuci otak mereka supaya bersih. Nggak mikir negatif kayak gitu terus!" Nai berapi-api.
"Susah Nai. Mereka tidak suka denganku. Cewek kampungan, ketinggalan jaman dan gendut. Ah ya Nai, aku mau diet sampai berat badanku ideal . Sekarang beratku delapan puluh, tinggiku seratus enam puluh. Kamu jangan mengajak atau membelikanku makanan lagi, Nai."
"Apa? Diet? Aku nggak salah denger nih?" Tanya Nai heran.
"Ya nggak. Serius ini aku mau diet." Aku meyakinkan Nai.
"Kamu jangan ngajak aku ke kantin ya," kataku lagi.
"Wah aku nggak ada teman ke kantin dong Cha. Kamu mengerti dan kasihanilah temanmu ini." Aku tahu Nai pura-pura bicara begitu.
"Pergi sendiri dong."
"Icha, Icha...aku enggak percaya kamu mau diet."
"Ingat jangan sepelekan orang Nai," aku menjulurkan lidah.
"Qiiqiiqiiqii..iya..iya ma'af Icha. Memangnya kapan kamu mulai diet?"
"Besok boleh dan yang harus kamu lakukan adalah jangan memberikanku makananan atau makan di depanku."
"Icha...dengarkan ya, kita ini dalam masa pertumbuhan, nggak perlu pakai diet-diet, jadi makan aja sesukamu. Biarkan aja badan kita gembrot kayak drum. Mikirin diet ntar sakit loh."
"Iya maaaak. kalau enggak gitu aku kapan kurusnya. Lihat nih jalanku. Buuummm, buuummm, buuummm!" Aku menirukan raksasa berjalan dan Nai tertawa ngakak.
"Dasarnya badanmu begitu Icha. Nanti susut sendiri. Percayalah soalnya Tante Ati seperti kamu, Icha."
"Disamakan yang tante-tante sih."
Aku dan Nai tiba di depan kelas. Kami masih memanfaatkan waktu dengan duduk di bawah pohon besar depan kelas. Aku merapikan ikatan rambutku ke belakang. Hari ini ku ikat rambut bukan kukepang karena buru-buru mengejar jam masuk sekolah.
"Cha...nggak capek ngurusi rambut panjang gitu? sampai kapan kamu mau pelihara?"
"Sampai kapan-kapan Nai. Tunggu aku bosan. Kamu perhatian sama rambutku Nai?"
"Hehehe iya Cha dari kelas satu SMA kamu pelihara rambut panjang terus? Nggak bosan?" Tanya Nai.
"Ya nggak. Rambut ini bikin papa tambah sayang ke aku." Papa memang suka anak gadisnya memiliki rambut panjang. Elin rambutnya di bawah pundak sedangkan aku sampai pinggang.
"Diiiih yang anak papa."
"Tapi itulah Papa kan sukanya tampilan feminin. Kami anak-anaknya diminta seperti itu," uraiku.
"Yaaah nggak salah sih Cha. Kamunya kan cewek. kecuali kamu cowok diminta papamu pakai baju cewek, baru itu yang luar biasa."
Bel tanda masuk berbunyi. Kami semua masuk kedalam kelas dan mengikuti pelajaran dengan tenang. Cukup serius karena gurunya termasuk killer.
"Kerjakan dengan kemampuan kalian. Awas, jika ada yang melirik atau bertanya dan ketahuan oleh saya, kalian siap-siap mengerjakan tambahan soal di depan kelas!"
Nah siapa yang mau menyelesaikan soal di depan. Kalau cuma satu ditambah satu tinggal sebut saja hasilnya tapi soal yang diberikan bisa ditebak soal rumit. Kita akan diminta oleh pak guru menerangkan cara pencariannya. Nggak ah. Lebih baik kerjakan soal-soal yang ada dengan baik.
Pelajaran selanjutnya menyusul sampai akhir jam pelajaran tiba. Rasa bebas, lepas dan gembira menyambut waktu pulang. Wajah kami kembali ceria. Perutpun tak ketinggalan bersuara minta diisi makan.
"Motorku sedang diservis Cha.. Aku pesan ojek online," kata Nai. Aku dan Nai beriringan keluar sekolah. Melewati lapangan yang luas dan tapak sepatu kami menimbulkan gesekan suara dengan lantai lapangan. Matahari condong sedikit dari posisi tegak lurus di kepala. Panas masih terasa.
"Sudah kamu pesan ojeknya, Nai? Kutemani sampai abang ojek datang nih."
"Sudah aku pesan Cha, tunggu dia datang aja," jawab Nai.
"Eh Cha, lihat itu Lion. Dia kayaknya mau ke sini."
"Ah pura-pura nggak lihat aja Nai. 'Kali dia mau ketemu sama kamu."
"Sama kamu nggak Cha. Dari kemarin dekat ke kita terus dia."
"Nggak mungkin sama aku." Aku menyangkal.
"Huuusss diam, dia sudah dekat." Nai menyenggol bahuku.
"Hai Nai, hai Icha, lagi apa?" Lion membuka percakapan.
Dijawab Nai, "Aku lagi nunggu ojek online dan Icha menemaniku."
"Boleh ngomong sebentar?" Lion minta ijin.
"Ya ngomong aja Li," kata Nai.
"Ini loh Icha... Aku mau minta tolong boleh nggak?"
"Minta tolong apa Lion? kalau bisa ku bantu, aku bersedia bantu," jawabku.
"Gampang Icha, ini menyangkut hobi kamu."
"Maksud kamu gambar menggambar ya?"
"Betul Icha, aku minta tolong kamu membuat gambar untuk adikku."
"Gambar apa Li?" Tanyaku.
"Terserah kamu gambar apa."
Ojek pesanan Nai datang dan Nai buru-buru mau pulang tapi aku cegah. Nai pulang aku tak punya kawan dan aku merasa risih bicara berdua dengan Lion.
"Aku mau pulang ya, tuh sudah datang ojeknya."
"Tunggu dong Nai, aku selesai ngomong baru kita bubar." Aku menahan Nai.
"Gambar yang mudah aja Cha, terserah mau kamu gambar apa, yang penting enak dilihat. Bisa kan?" Lion meminta persetujuan.
"Tunggu dulu. Menggambar butuh waktu, ide dan tenaga. Kamu mau kasih apa sama Icha kalau gambarnya selesai?" Pertanyaan Nai mengagetkan.
"Astaga kok kamu yang rempong Nai." Lion protes.
"Biarin, karena Icha tak minta apa-apa, aku sebagai teman membantu Icha aja."
"Nggak, nggak gitu Nak. Aku bersedia menolong adikmu." Aku setuju
"Kamu memang baik hati Icha." Lion tersenyum.
"Biasa aja Li, lebih banyak orang yang baik hati daripada aku," kataku.
"Huuuu muji-muji, ada maunya tuh," sela Nai.
"Nai sok tahu!" kata Lion rada ketus.
"Ya sudah, cuma itu aja kan? Ayo bubar, Icha keburu ditunggu sama mamanya." Ajak Nai.
"Nai Tunggu! Lion belum selesai bicara," cegahku.
"Ojekku sudah menunggu, Icha. aku mau pulang." Nai keberatan.
"Nai sabar dong, dikit lagi ya," pintaku.
"Oke Icha, lima menit lagi ya. Bang, tunggu ya!" Seru Nai kepada Abang ojek. Abang ojek mengangguk tapi belum lama aku aku bicara seperti itu, Nai kabur dengan ojek online. Pulang. Meninggalkanku berdua saja dengan Lion. Aku menarik nafas panjang. Aku dan Lion Aku berjalan pelan.
"Jadi bisa ya Cha?" Lion memastikan.
"Bisa adikmu kelas sepuluh, kan? Untuk apa sih gambarnya?"
"Buat penilaian guru aja sih."
"Memangnya enggak bisa bikin sendiri? Adikmu di Mading juga Li, bareng aku."
"Ya benar tapi karena tugasnya banyak, dia harus menyerahkan tugas gambar ini dan dia belum sempat membuat sendiri. Jadi aku minta tolong kamu, Icha."
Semilir angin menyebarkan harum parfum Lion. Bau parfum yang awet, jam segini masih tercium baunya. Tentu harganya lumayan mahal. Lain dengan parfum semprot yang kupakai, tertiup angin saja baunya hilang. Mengingat Lion berasal dari keluarga mampu, bukan hal aneh parfumnya istimewa. Beda dengan aku. Parfum lima puluh ribuan. Kalau parfumku habis, parfum Elin menjadi sasaranku.
Aku berjalan tanpa berani menoleh pada Lion. Melangkah dengan perasaan was-was jika ada yang mengawasi atau melihat kami jalan berdua. Pekarangan sekolah mulai sepi. Ada rasa lega di hati.
Jika ada yang melihat kami berjalan seperti ini, maka keesokan harinya berita akan menyebar ke seantero sekolah secepat kilat. Bahkan bisa jadi trending topic. Baru bicara sama cowok saja sudah heboh apalagi mengobrol berduaan dengan salah satu makhluk paling top di sekolah.
"Baiklah Lion. Aku bisa bantu."
"Makasih ya Icha. Eh kamu pulang pakai apa?" Tanya Lion kemudian.
"Pakai apa ...? Aku jalan kaki aja, rumahku deket, dua ratus meter dari sini," kataku.
"Hahaa..gimana kalau ikut aku saja," kata Lion.
Apa? Ikut dia? Itu jadi sensasi luar biasa di sekolah ini. Tidak. Tidak.
"Ooh nggak apa-apa, nggak usah saja, Li. Terima kasih Lion. Cuma dekat kok."
Tak pantas dong Li aku ikut kamu pulang naik motor. Aku sadar siapa diriku ini.
Namun tak ku sangka gerombolan cewek kelas A5 melintas di sebelah kami. Aku tahu pipiku pasti merah karena ketangkap basah berdua dengan Lion meskipun tidak melakukan apa-apa. Sungguh aku merasa malu. Mereka tersenyum dan tertawa ke arah kami.
"Ciiiieeee Lion... diam-diam berdua di sini. Bikin janji ya. Hahaa..." Kata seorang cewek. Aku tertunduk.
Salah satu cowok di belakang mereka menyambung, "Lion, kamu belum pulang?"
Lion menjawab, "Belum. Ada urusan."
"Urusan apa urusan?? Oke aku tinggal ya Lion! Bye Lion." Dia melambaikan tangan dengan senyum menggoda Lion. Entah apa yang ada dibenaknya. Lion membalas dengan lambaian.
"Urusan hati eh bukan!" Jawab Lion enteng.
"Woooo..ahahaha iya deh. Mimi mau dikemanakan hah?"
"Hahahaha..." Lion tertawa lepas.
"Hati-hati ada yang cemburu!" Seru teman yang lain lagi.
Mimi yang dikenal dekat dengan Lion memiliki tubuh yang tinggi bak model dan rambut sebahu lurus. Aku tak sebanding dengan Mimi.
"Aku harus pulang Lion. Sampai di sini ya," ujarku.
"Iya Icha. Terima kasih ya sebelumnya. Info ke aku ya soal biaya, aku ganti." kata Lion.
"Iya sama-sama Li."
Aku melangkah ringan meninggalkan Lion. Benar kata Nai, Lion mencari dan meminta pertolonganku. Tidak apa selagi aku bisa membantu aku akan menolongnya. Menolong sesama merupakan perbuatan baik, kata Mama begitu.
Tiiiiin. Tiiiiin.
Suara klakson motor nyaris membuat terkejut. Tak butuh waktu lama, motor bebek berada di sebelahku. Tampak Elang di atas motornya. Perbuatan Elang membuatku berhenti melangkah. Hanya berjarak lima puluh meter dari rumah. Elang berhasil menghentikan langkahku.
"Kamu baru pulang juga Icha? Kok nggak ketemu ya?" Tanya Elang.
"Iya nih tadi temenin si Nai nunggu ojek online. Kamu duluan saja."
"Aku bonceng sampai rumah yoook." Ajak Elang.
"Terimakasih. Terima kasih Elang. Sudah deket kok, nggak apa. Aku jalan kaki saja Kamu lanjut pulang." Aku menolak.
"Aku tahu kamu pasti menolak tawaranku tapi aku tak bosan mengajakmu jika melihatmu jalan kaki. Ya terserah kamu aja deh. Aku mampir ke rumahmu beli makan siang. Aku duluan ya."
"Ya." Aku mengangguk kecil.
Kalau bertemu di jalan begini Elang menjadi sosok yang ramah. Mau menegur dan memperhatikan tetapi jika di sekolah atau di kerumunan orang banyak Elang adalah Elang yang cuek. Tidak mau memandang ke sekeliling. Sikapnya membuat histeris cewek seantero sekolah tapi Elang tetap Elang yang cuek. Tak terpengaruh dengan cewek-cewek cakep di sekolah. Apa mungkin Elang tidak nor***?
Wajahku bercampur keringat. Hari ini panas sekali. Aku dahaga bukan main. Aku masuk ke warung mama dan mengambil segelas air putih dari galon. Minum es? Nanti dulu, tunggu mama tidak ada di sini. Mama melarangku minum es.
"Icha...kamu sudah pulang nak?" Mama menyambut dengan pertanyaan.
"Sudah ma," sahutku.
"Kamu mau makan? Mama ambilkan ya?"
"Nggak usah ma, Icha belum mau makan Icha mau duduk aja. capek."
Aku mencari kipas yang menempel di dinding ternyata kipas mati. Pantas tak ada angin sedikitpun.
"Kipasnya kok mati sih ma," protesku.
"Dihidupkan aja sayang. Ambil makan siang kamu ya."
Kipas ku hidupkan . Aku kembali ke tempat duduk tapi saat membalikkan badan menuju tempat dudukku semula, aku melihat eEang senyum-senyum tidak jauh di depanku.
"Kamu makan di sini ya? Kok aku enggak lihat motor kamu?" Tanyaku sediki grogi. Ampun senyumnya hampir membuat jantungku lepas.
Jangan sering-sering menebar senyuman menawan itu. Aku terpesona.
"Ada tuh di bawah pohon besar. Tak nam pak ya, apa kurang besar? Aku memang cuma meminta motor bebek pada orang tuanku."
"Iya... iya. Biarpun motor bebek, modisnya seperti Arin."
"Huuuk...Arin??? Kenapa Arin?? Beda dong....hahaa." Elang tertawa. Motor Elang memang sudah dipermak menjadi keren.
"Minta dong motor besar biar tambah keren seperti... seperti Lion," kataku. Ternyata enak juga mengobrol dengan Elang.
"Orang tuaku cuma mampu membelikan ini," kata Elang.
"Iya...iya. Sebenarnya orang tua kamu di mana?" Aku mencoba mengorek informasi namun Elang tak bodoh. Enggan terbuka.
"Ada di suatu tempat, di rumah mereka," jawab Elang santai
Iya tahu tapi di mana?
Sifat tertutup Elang mulai tampak. Dia tak mau terus terang dimana kedua orang tuanya tinggal. Elang sendiri menjadi anak kost di sini.
"Aku tahu tinggalnya di rumah,tapi di kota mana?" Kutanya lagi, mungkin dijawab.
"Di sebuah kota kecil tak terkenal. Kamu mau tahu apa lagi?" Permintaanku salah. Suara elang mulai datar, sepertinya ia tidak suka jika aku mencari tahu tentang dirinya lebih jauh. Penuh teka-teki.
"Tidak, aku tidak ingin tahu apa-apa lagi," balasku.
Percuma mengorek informasi tapi yang punya diri tertutup.
"Icha majalah dinding minggu depan adalah menjadi tanggung jawabmu, sudah ada gambaran?" Elang tanya lagi.
"Sudah ada sedikit gambaran tapi adik-adik kelas lumayan kreatif, bisa mencari ide bagus. Semua menjadi mudah dan siap tepat waktu." Aku menjelaskan.
"Syukurlah kalau begitu. Informasi tentang teknologi terbaru bisa ditambahkan setiap minggu Icha, supaya wawasan kita bertambah luas," sarannya.
"Oke nanti kita bisa berbagi tugas dengan masing-masing tim."
"Siiiip. Aku sudah selesai makan. Berapa semuanya?"
Sebentar ya, aku tanya mama. Ma ini udah, berapa semuanya?!"
"Semua sepuluh ribu sayang!" Seru Mama dari tempatnya berdiri.
"Sepuluh ribu rupiah saja kataku."
"Kok sedikit amat ya."
"Oh kalau mau ngasih seratus ribu, boleh kok. Makannya cuma nggak banyak Lang, jadi ya segitu. Harga di sini bersahabat kan."
"Heehehe... terima kasih ya. Ini uangnya. Lebihnya buat kamu saja, Icha."
"Looh? Ah tidak. Sebentar aku ambil kembaliannya, jangan pergi dulu." Jelas saja aku menolak. Sisa empat puluh ribu lumayan banyak daripada jumlah yang seharusnya.
"Tak apa Icha. Aku traktir kamu."
"Tidak Elang. Tunggu!! Yaaahh...."
Aku meminta uang kembalian pada mama. Pemberian Elang tak bisa ku terima. Aku kembali lagi bawa uang kembalian tapi Elang sudah keluar dan melajukan motor. Uang ini tidak akan aku gunakan. Sebaiknya kubelikan jajanan saja dan besok jajanan kuberikan pada Elang.
Mama bertanya padaku, "Kenapa Icha?"
"Uang kembalian Elang Ma. Orangnya sudah pulang," jawabku.
"Oya? Tak apa, kalau makan di sini lagi, mama nggak mau terima uang Elang. Makan gratis saja."
"Gini aja ma, uang ini Icha belikan jajanan buat Elang." Sekalian bisa ketemu Elang lagi. Eh....
"Gitu ya. Ya sudah, boleh juga. Mama lihat kamu belum makan dari tadi."
"Hehee iya, Icha mau makan nih." Ngobrol dengan cowok cakep menghilangkan rasa lapar.
"Sana ambil sendiri ya Cha."
"Iya ma, gampang tuh."
"Heemmmh gampang tapi tak dikerjakan. Jangan suka lambat makan, bisa sakit."
"Iya mama sayang." Aku memeluk mama.
"Bau keringat anak mama."
"Tuuuh kaaan mama....Nggak jadi nih makannya."
"Heeei jangan gitu. Anak mama baunya wangi kok."
"Hahahaahaa. Makasih ma. Sayang mama!" Aku peluk mama lagi ditambah kecupan sayang. Aku beruntung jadi anak bungsu. Semua perhatian di rumah ini tercurah untukku apalagi perhatian dari mama.
...**Mohon dukungannya readers. Terima kasih.🌷...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 44 Episodes
Comments
R.F
2 like dan satu mawarku hadir
Semangat kaka
2022-11-05
1
Embun Kesiangan
cewek introvert seringkali punya fikiran gini y😅
2022-10-14
2
Embun Kesiangan
😍dpt pujian
2022-10-14
2