Takdir Cinta Kalisha
Sebelum lanjut novel ini, mohon dukungannya ya. Like selalu, favoritkan. Beri gift atau vote dan bintang lima juga...
Selamat membaca dan semoga suka.🌷
*/
*/
*/
Hai...Aku adalah Kalisha Azkia Putri dan keluargaku memanggilku dengan sebutan Icha. Aku bungsu dari dua bersaudara. Kakakku bernama Elin. Saat ini Elin sedang kuliah di sebuah universitas negeri sedangkan aku adalah pelajar SMA.
Sebagai pelajar sudah tentu waktuku sehari-hari habis buat menuntut ilmu di sekolah. Selebihnya aku mengisi hari-hariku dengan hobi melukis yang ku miliki sejak masih TK. Oh ya aku juga mengikuti kegiatan ekskul dua kali seminggu. Membosankan bukan? Ya tapi inilah duniaku. Aku tidak seperti teman-temanku yang lain yang selalu berkumpul bercanda bersama. Aku lebih asyik dengan duniaku sendiri dengan penampilanku seperti ini. Aku tidak memiliki kepercayaan diri untuk berkumpul dengan teman-teman yang lain. Aku tidak punya kelompok atau geng tapi aku mempunyai teman akrab yang bernama Nai. Jika teman-temanku memasang poto, tersenyum dan tawa bahagia di akun media sosial, aku hanya menampilkan gambar-gambar lukisan yang ku buat sendiri di salah satu media sosial. Akun satu-satunya yang kupunya.
Nyaliku tak ada untuk menampilkan foto diriku dengan penampilan yang seperti ini. Wajah pas-pasan tidak putih dan jauh dari kinclong. Model pakaianku out of mode atau ketinggalan jaman. Blus yang kupakai berpotongan sederhana dan rok di bawah dengkul adalah gaya pakaianku. Selalu itu walaupun warna dan coraknya berbeda.
Papa lebih senang anak gadisnya memakai rok, bukan celana panjang. Aku dan Elin menjadi terbiasa mengikuti kemauan papa tetapi karena Elin sudah pintar cari sampingan penghasilan sambil kuliah maka Elin bisa membeli celana jeans sendiri dan itu tidak dilarang papa. Papa hanya mau kami berhemat, menabung untuk keperluan kuliah kami. Papa hanya karyawan biasa, gajinya tidaklah besar tapi bisa untuk menyekolahkanku dan Elin. Mama pernah bercerita bahwa kami mempunyai nenek atau ibunya papa sedangkan kakek sudah meninggal. Tinggalnya tidak satu kota dengan kami.
Ditambah bentuk tubuhku yang rata dari bahu hingga ke pinggul tanpa lekukan seksi karena gemuk, lengkap sudah kekuranganku. Aku juga harus cukup puas dengan kemampuan yang ada. Tidak berani meminta banyak uang kepada papa dan mama karena papa sudah memberikan wejangan bahwa kami-aku dan kakak-harus hidup sederhana dan menabung untuk kuliah.
Rambutku panjang sepinggang dan tidak pernah kugerai karena panjangnya. Ribet sekali ke sekolah dengan rambut tergerai panjang dan berjalan kaki, karena itu rambutku lebih suka ku kepang atau ku ikat satu ke belakang. Ya aku berangkat ke sekolah jalan kaki sebab rumahku dan sekolah cuma berjarak lima ratus meter. Tidak ada motor. Motor dipakai papa dan Elin.
Kata sebagian kecil teman, badanku gendut, tidak berbentuk padahal menurutku sih nggak gemuk sekali. Mereka sering mengejekku. Cewek kuno, manusia langka, buntelan, atau ekor pari karena rambutku berbentuk ulir kepangan. Itulah panggilan mereka untukku. Suka-suka mereka saja dan kalau aku marah mereka semakin senang. Lama kelamaan aku memilih diam. Aku tak mau menggubris ulah mereka. Walaupun aku kesal dengan mereka, aku datang ke sekolah setiap hari. Rasa malas untuk berangkat sekolah selalu muncul tiap pagi tapi sekolahku harus tetap lanjut. Mama bilang jangan dipikirkan apa kata teman atau orang. Sekolah saja. Enak sekali ya mama bilang begitu. Aku yang menghadapi ulah mereka.
Uuuhh mengapa sih mereka senang mengejekku? Memangnya aku badut berpenampilan lucu? Kasihan sekali diriku ini, jelek dan jauh dari sempurna. Setiap hari diledek sama Arin Squad, kelompok cewek yang ngakunya paling keren. Penampilanku tidak sekeren mereka. Aku punya banyak kekurangan dibandingkan teman-temanku. Kekurangan itu jadi bahan ejekan mereka. Menyakitkan dan memojokkanku. Kepercayaan diriku menguap. Tiada yang bisa dibanggakan dari diriku. Aku hanya bahan tertawaan teman-teman saja. Tetapi apakah memang mereka yang paling sempurna ? Ah entahlah. Walaupun begitu aku harus tetap datang ke sekolah. Hakku dan mereka sama, menuntut ilmu di sana. Aku tak mau mengalah dengan mereka. Yang pasti aku harus tetap sekolah.Sekolah ini menjadi pilihanku sejak masih di SMP. Aku tak mau pindah sekolah hanya karena Arin Squad mengejekku. Aku akan tetap datang menuntut ilmu.
Mungkin agak terhibur kalau aku juara bidang studi tapi itu tak pernah terjadi, IQ yang kumiliki biasa saja berada di antara ratusan anak pintar di sekolah. Ya sekolahku adalah sekolah favorit di kota kami. Beruntung sekali bisa masuk di sini dengan tes kemampuan akademik. Bukan populer karena pintar tapi karena penampilanku ketinggalan zaman. Menyedihkan.
Kata kakakku aku adalah anak kolokan dan manja yang tidak bisa apa-apa tetapi tentu saja aku tak setuju pendapatnya. Aku juga punya kelebihan. Namun tak jarang Elin bilang setiap orang punya kelebihan termasuk diriku. Kata Elin coret-coretanku di atas kertas selalu bagus termasuk lukisanku. Itu kelebihanku menurut Elin. Aku memang memiliki bakat melukis sejak Taman Kanak-Kanak. Haha Elin pasti hanya menghiburku.
Guncangan kecil di kedua kaki membuat mimpiku hilang. Perbuatan Elin kakakku setiap hari. Dia paling rajin melakukan itu. Elin membangunkanku setiap pagi Kalau tidak ada Elin mungkin aku sering terlambat ke sekolah. Padahal bangun pagi sudah jadi keharusan kami. Mama selalu mengingatkan jam lima subuh harus bangun, membersihkan dan merapikan tempat tidur, bersiap sekolah dan jangan lupa sarapan tapi aku selalu terlena. Lima belas menit dari bangun aku baru benar-benar mandi.
"Apa sih kak, baru jam berapa ini?"
"Sudah jam setengah enam, kamu tuh belum salat, belum mandi. Hari ini sekolah Icha." Elin menyingkap tirai jendela. Sudah agak terang di luar.
"Iya aku tahu sekolah. Bentar lagi aku bangun." Ke sekolah lagi, jumpa Arin dan kawan-kawan. Arin Squad, Arin sok-sokan. Malas sekali.
"Kamu malah tidur lagi deh.Icha bangun."
"Iya kak, aku bangun. Berisik."
"Bangun cepat. Sudah dimasakin air panas tuh sama mama." Elin masih saja dengan aksinya. Kali ini pundakku yang diguncang. Suara Elin cempreng.
"Kak, lima menit lagi kenapa sih? Rusuh amat!" Aku mendelik.
"Lima menit...lima belas menit! Terus nanti kamu nggak sempat sarapan, upacara tahu-tahu pingsan. Weleeh." Nah Elin takkan menyerah sampai aku benar-benar jalan ke keluar kamar dan mandi.
"Kak memangnya nggak kuliah ya? Nih aku bangun nih."
"Kuliah tapi nanti, jam sepuluh."
"Antarkan aku ke sekolah ya kak," pintaku.
"Apa? Sekolahmu dekat situ saja Ica. Kenapa harus diantar? Sudah mandi yang bersih dan wangi sana."
"Oke kakakku sayang. Aku mandi ya.
Sarapanku?"
"Ambil sendiri. Memangnya bayi semua disediakan. Mandi saja pakai air hangat."
"Brrrrr...dingin kakak. Ahahaha."
"Dasar manja!"
Pertama aku menyiram kakiku dengan air. Kuambil sikat gigi beserta odol lalu menyikat gigi. Air hangat ku siramkan ke kaki terlebih dahulu sebelum ke seluruh bagian tubuh. Aku mencuci muka. Hangat. Segar sekali.
Cukup lima menit bersihkan tubuh dengan air, lima menit memakai baju lalu sepuluh menit sarapan pagi. Mudah bukan? Elin seharusnya tidak perlu khawatir aku tidak selesai dengan mengurus tubuhku di waktu pagi. Jelek jelek begini aku selalu bisa menyelesaikan tugas dan kewajibanku.
"Wah ini pasti sarapanku.Waoow sedap sekali. Nasi bakar buatan mama pasti menggugah selera. Harumnya membuat penghuni perutku bernyanyi minta diberi jatah pagi hari."
"Hei...hei Icha...ini punyaku. Itu sarapan mu." Cepat sekali Elin mengambil sepiring nasi yang kupegang.
"Pelit amat sih kak! Kan sama aja isinya," protesku. Mama bikinnya dibedain lagi.
"Ya bedalah. Aku punya pakai daging, kamu punya campur ayam," kata Elin.
"Kok beda sih...? Mama! Nasi kak Elin ada dagingnya dan aku punya pakai ayam. Mama...!"
"Gitu aja mewek, jangan nangis tambah jelek. Jadi di sekolah kamu juga gitu? Diejek lalu mewek." Elin ngomong seperti bebek, nggak mau berhenti.
"Enggak dong, kan aku adikmu yang kuat. Ah udah ah keburu telat nih." Aku tak memperhatikan Elin lagi. Konsentrasi pada sarapan.
"Ya sudah makan sana."
"Ada apa sih ribut-ribut. Kenapa Icha sayang?" Mama datang mendekati kami.
"Ma nasi bakar kak Elin enak, ada dagingnya. Icha punya cuma ayam."
"Sayang...kakakmu meracik sendiri. Dicampur dagingnya dan bakar sendiri. Kak Elin bikin sendiri, makannya juga sendiri."
"Harusnya makan bagi-bagi dong. Uuuhm kenyang. Ma...Icha pergi ya. Dadaaa..." Aku pamit ke sekolah setelah minum susu. Cium tangan mama dan keluar.
"Ya pergilah. Hati-hati ya." Usapan lembut tangan mama mampir di kepalaku.
"Iya mama sayang. Dekat aja kok, anakmu ini nggak bakalan kenapa-kenapa."
"Huuuuss nggak boleh ngomong begitu. Kita tak tahu dimana dan kapan musibah terjadi. Sedang jalan tiba-tiba tersandung dan berdarah, musibah juga kan?"
"Oke..oke mama! Daaa kak!"
"Daadaaa....barengan babang tampan ya Chaa! Hahaa"
"Enggak. Gempar sedunia entar." Aku melenggang keluar meninggalkan mama dan Elin.
"Huaahaahaaa." Tawa Elin.
Si tampan itu namanya Elang . Mana mungkin aku berjalan bersisian dengan Elang. Pastinya aku minder dan Elang belum tentu juga mau pergi sekolah denganku. Aku cuma siswa biasa yang punya kekurangan. Dilirik saja enggak sama Elang. Elang tumpangannya motor tiap ke sekolah walaupun cuma motor lama yang dimodifikasi. Ya buat apa jalan kaki. Bikin cape saja.
Elang itu cowok yang ngekos di depan rumahku tapi tidak persis di depan rumah melainkan agak ke kanan. Elang memang terkenal karena tampan dan pintar di sekolah. Meskipun anak kos tapi nama Elang hampir mengalahkan ketenaran nama Lion yang katanya sudah keren dari lahir.
Biarkanlah Elang dengan ketampanan dan kepintarannya dan biarkan para cewek-cewek cakep di sekolah berlomba-lomba mencari perhatian elang. Aku toh tidak punya kemampuan untuk menarik elang. Sudah nggak cantik, penampilanku tidak menarik dan mungkin status ekonomi keluargaku tidak selevel dengan keluarga Elang. Huuuh kok aku jadi memikirkan Elang. Kejauhan mikir ah. Dia saja nggak mikirin aku. Icha..Icha sekolah yang benar biar jadi sukses seperti keinginan papa.
"Icha...!! Aku duluan ya. Ketemu di kelas."
"Nai...ya!!!"
Nai menyapaku. Dia diantar papanya ke sekolah. Aku baru tiba di simpang depan gerbang sekolah kami. Aku terus berjalan. Satu persatu teman-temanku berdatangan. Ada yang diantar, ada yang naik motor ataupun berjalan kaki seperti diriku. Hari ini kami tidak memakai seragam putih abu-abu melainkan memakai baju batik.
"Nai kamu belum masuk kelas?" Tanyaku.
"Belum Icha. Aku menunggumu. Yuuuk."
"Pagi ekor kuda." Arin menyapa kami.
"Ekor parinya mana?" Tanya Idel teman Arin.
"Kok kalau jalan kayak bebek sih. Kondisikan bokong kamu. Makanya jangan gendut jadi cewek," kata Iyun.
"Bokongku ini kenapa kamu yang repot? Suka-suka rambutku mau kayak apa. Urus saja diri kalian." Aku memandang tajam.
"Heh kalian kalau ketemu bak dikit ya omongannya." Nai bicara.
"Siapa suruh rambutnya seperti ekor kuda. Icha aja nggak sewot kok kamu marah. Lebay."
"Kamu tuh yang lebay. Nama orang bagus-bagus dipanggil ekor kuda. Kamu tahu nggak ngasih namanya aja dikasih orangtuanya pakai selamatan, potong kambing buat undang orang baca doa."
"Nai...sudah ah. Yuk kita masuk."
"Kamu tuh dipanggil begitu nggak mau ngelarang. Panggilan itu seperti candaan tapi ini sudah sering kali dilakukan, hampir setiap ketemu dia memanggil dengan cara seperti itu." Cewek itu adalah Idel, anggota Arin Squad. Geng cewek paling top di sekolah.
"Ngapain diurus, biarkan saja Nay...mulut mereka sendiri."
"Kamu ini masih tenang-tenang saja Cha."
"Memangnya aku harus ngapain Nai sayang? Balas mencak-mencak, omelin dia gitu? Buang-buang waktu aja Nai."
"Gregetan lihat mereka."
Sreeett
Nai menarik kursinya dan aku pun melakukan hal yang sama. Lima menit lagi pelajaran dimulai. Sebuah kursi terisi penuh oleh siswa, tidak ada yang sakit hari ini. Semua hadir dan Pak Eduardo guru bahasa Inggris masuk ke kelas kami. Pelajaran dimulai.
"Cha..kuperhatikan pak Eduardo keseringan menatapmu." Nai mendekatkan kepala kepadaku.
"Ah Nai, kamu mengarang cerita."
"Benar Icha, nggak percaya sih Cha." Suara Nai sedikit berbisik.
"Huuu. Wajar saja guru memperhatikan muridnya."
"Ini lain Cha."
"Abaikan saja Nai. Jangan ngawur. Kerjakan tugas."
"Kenyataan loh Cha.. Pak Ardo memandangmu penuh makna...hihihi." Nai berbisik padaku.
Bisa-bisanya Nai berpendapat begitu. Namanya guru, mengawasi setiap muridnya bukanlah hal yang aneh.
"Aku selesai. Aku keluar dulu ya. Daaa..." Nai menatapku melongo. Siswa yang selesai mengerjakan tugas dibolehkan istirahat di luar. Aku meninggalkan Nai.
"Aku tiga soal lagi. Oke... tunggu di luar ya, jangan jauh-jauh," kata Nai.
"Nggak...di bawah pohon aja."
Nai mengerti maksudku. Aku menunggu di bawah pohon depan pintu kelas.
Nai selalu memintaku untuk menunggunya tidak jauh dari kelas supaya aku tidak menjadi sasaran empuk geng Arin Squad. Geng cewek keren yang tidak pernah ramah padaku. Geng yang suka menertawakanku. Tak apa itu hak mereka dan hakku juga dong mendapatkan ilmu di sekolah. Oleh karena itu aku masih tetap datang menuntut ilmu.
Nai saja terlalu perhatian. Ia selalu tak tega melihatku diolok-olok teman-teman. Tidak semua teman tetapi kadang aku merasa tersudutkan juga.
"Sabar ya Cha...jangan dipikirkan kata-kata mereka. Mereka juga punya kekurangan kok. Hanya saja kekurangan mereka tidak nampak," kata Nai suatu waktu.
"Aah Nai...aku tidak apa-apa. Nih lihat aku baik-baik aja kan? Aku tidak ambil pusing ucapan mereka."
Aku bohong. Tiba di rumah, olok-olokan dari teman-teman sering muncul begitu saja di pikiranku. Membuatku termenung dan bertanya kenapa? Dasar kuno, ketinggalan jaman, gendut, bla...bla...blaa.
...🌷Mohon dukungannya. Terima kasih.🌷...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 44 Episodes
Comments
IndraAsya
👣👣👣 Jejak 💪💪💪😘😘😘
2022-11-06
2
𝕹𝖚𝖗𝖚𝖘𝖞𝖘𝖞𝖎𝖋𝖆
Senengnya punya saudara gitu. Meski sedikit nyebelin tapi menyenangkan
2022-10-26
2
𝕹𝖚𝖗𝖚𝖘𝖞𝖘𝖞𝖎𝖋𝖆
biar anget, Kak 🤭🤭🤭
2022-10-26
2