Aku terus mengikuti Mas Reza secara diam-diam. Tetapi entah mengapa wajah wanita itu sama sekali tidak terlihat. Siapa dia sebenarnya? Mengapa dia begitu manja dengan suamiku?
Aku bersembunyi di balik pilar besar dan melihat Mas Reza membawa wanita itu ke poli kandungan. Mas Reza merangkulnya mesra. Seperti yang dia lakukan saat merangkulku.
Aku berusaha mencari informasi dari perawat yang berjaga di depan poli kandungan itu. Tetapi perawat tidak bisa memberikan rahasia mengenai pasien. Padahal aku hanya bertanya nama pasien yang baru saja masuk.
"Anda siapanya pasien, Mbak?" tanya perawat itu yang membuat aku gelagapan.
Akhirnya aku memutuskan untuk kembali bersembunyi di balik pilar. Oang-orang memandangku dengan tatapan yang aneh. Mungkin karena wajahku yang pucat, ditambah jarum infus yang masih terpasang di lenganku. Dan aku berjalan sendiri membawa tiang infus tanpa ditemani siapa pun.
Bahkan seorang perawat pun mendekati ku dan menanyakan di mana kamarku berada.
"Aku sedang bosan di kamar, Sus. Aku ingin berjalan-jalan sebentar. Tanpa terasa aku berjalan sampai sini. Aku akan segera kembali," jawabku agar perawat itu segera pergi.
Cukup lama aku menunggu Mas Reza bersama wanita itu keluar dari poli kandungan. Sampai akhirnya seorang perawat membuka pintu dan terlihat sedang berbincang dengan seseorang yang ternyata orang itu adalah Mas Reza.
Aku tidak bisa mendengar apa yang mereka bicarakan. Karena aku yang terlalu jauh. Tetapi jantungku terasa seperti akan lepas dan keluar dari rongga dada ketika aku melihat Nur menggandeng mesra suamiku.
Kakiku semakin terasa lemas. Rasanya aku ingin pingsan saja. Tapi aku tetap penasaran, mengapa Mas Reza dan Nur masuk ke poli kandungan.
Mas Reza dan Nur berjalan mendekati pilar di mana aku bersembunyi. Aku mencoba untuk tetap diam di tempat agar mereka berdua tidak mengetahui keberadaanku.
"Kau langsung pulang saja, ya, Nur! Aku akan kembali ke kamar Tanti," kata Mas Reza ketika ia sedang berbicara di dekat pilar.
Aku melihat Nur membalas pelukan suamiku. Mereka bahkan terlihat seperti sepasang suami istri. Kenapa kau tega sekali, Nur? Apa yang kau lakukan dengan suamiku? Mengapa kau datang ke poli kandungan? Apa yang sebenarnya terjadi? begitu banyak pertanyaan yang membuatku ingin berteriak.
Tanpa terasa bulir bening terus menetes. Aku tak sanggup untuk berjalan ke kamar. Sedangkan Mas Reza akan menuju kamarku.
Seorang security muda datang membawa kursi roda. Dia endekatiku. Entah apa yang akan dia lakukan. Tetapi sepertinya ingin membantuku.
"Duduklah! Aku akan mengantar ke kamarmu. Di mana kamarmu?" tanya security muda itu yang bernama Fadli. Aku melihat nama itu terpampang di seragamnya.
"Ruang mawar nomor 9," kataku seraya duduk di kursi roda itu.
Security itu tidak menanyakan apa pun kepadaku selama perjalanan menuju kamar. Mungkin ia tahu jika aku sedang menangis. Tetapi mengapa tiba-tiba dia datang menawarkan bantuan? Entahlah!
Ketika aku dan Fadli memasuki lorong di mana kamar mawar itu berada, aku melihat Mas Reza yang sedang gelisah karena mendapati aku tidak ada di dalam kamar.
"Tanti! Dari mana saja kau?" tanya Mas Reza yang terlihat sangat panik. Aku tidak bisa menjawabnya. Mulutku terasa terkunci. Air mata ini pun hampir jatuh, tapi aku berusaha menahannya.
"Pasien harus menemui dokter di ruangannya. Karena tidak ada yang jaga, jadi perawat meminta bantuanku untuk mengantarnya," kata security itu yang membuatku terkejut. Bagaimana mungkin dia bisa berbohong di depan suamiku? Siapa sebenarnya Fadli ini?
"Oh, begitu. Maaf, aku baru saja selesai makan siang dan saat aku kembali istriku tidak ada," jawab Mas Reza, lantas Fadli mendorongku masuk ke dalam kamar kemudian ia berpamitan.
Ketika Fadli akan pergi, seorang perawat datang ke dalam kamar dan memanggil Mas Reza.
"Keluarga pasien atas nama Tanti silakan ikut saya ke ruang perawat," kata perawat itu yang membuat Mas Reza bergegas mengikutinya.
Fadli yang sudah berada di depan pintu tiba-tiba berbalik dan mendekatiku.
"Aku tahu kebusukan suamimu dan aku tahu apa yang kau rasakan saat ini," kata Fadli seraya mengambil sebuah kertas dan menuliskan nomor teleponnya.
"Aku berjaga di bawah. Hubungi aku jika kau membutuhkanku!"
Aku menerima kertas itu lantas menyimpannya ke dalam saku baju yang sedang ku kenakan.
"Apa kau mengenal Mas Reza?"
"Aku sama sekali tidak mengenalmu dan juga tidak mengenal suamimu. Tapi saat pertama kali kau datang kemari aku tahu jika kalian itu suami istri."
"Lalu?"
"Aku melihat suamimu menggandeng wanita lain dan tiba-tiba kau datang membuntutinya. Mungkin kau tidak sadar aku sedang memperhatikanmu saat kau menangis, saat kau bersembunyi, itulah mengapa aku datang untuk membantumu."
"Kenapa kau membantuku? Bahkan kau bilang kau tidak mengenalku?"
"Aku tidak suka melihat wanita menangis. Apa lagi menangis karena disakiti oleh laki-laki. Maafkan aku jika aku lancang. Tapi itu sudah prinsipku. Aku memiliki ibu yang dulu disakiti oleh ayahku karena ayahku berselingkuh. Aku tahu bagaimana menderitanya ibu. Itulah sebabnya ketika aku melihatmu, aku teringat dengan ibuku. Sekali lagi maafkan aku jika aku lancang."
"Tidak, kau tidak lancang. Aku sangat berterima kasih karena kau sudah membantuku. Bahkan sahabat terdekatku adalah orang yang menghianatiku. Terima kasih sudah membantuku. Dan kau amungkin satu-satunya orang yang mungkin peduli denganku."
"Simpan nomorku. Namaku Fadli. Segera kirim pesan kepadaku dan beri tahu namamu. Aku akan kembali berjaga di bawah."
Fadli tersenyum seraya berlalu pergi meninggalkan ruanganku. Pria yang baru ku kenal justru sangat perhatian dan peduli denganku. Atau mungkin Fadli adalah malaikat yang diturunkan Tuhan untuk membantuku menghadapi Mas Reza dan juga Nur.
Aku segera menyimpan nomor Fadli pada ponselku dan mengiriminya pesan. Lantas aku menyimpan ponselku dan menguncinya agar Mas Reza tidak tahu jika ada orang baik yang sedang membantuku.
"Aku akan pura-pura tidak tahu mengenai perselingkuhanmu dengan Nur, Mas! Aku ingin tahu seberapa jauh hubunganmu dengan Nur," batinku seraya menahan air mata.
Mas Reza kembali ketika air mataku belum sempat ku hapus.
"Kenapa kau menangis, Tanti. Kau harus ikhlas. Mungkin Tuhan belum percaya kepada kita untuk menjaga seorang anak," kata Mas Reza.
"Iya, Mas. Mas makan di mana tadi?Kenapa lama sekali?"
"Aku makan di warung pinggir jalan di dekat rumah sakit. Padahal hanya makan dan langsung kembali ke sini. Apa itu terlalu lama bagimu?"
"Iya, Mas. Aku sempat menelponmu. Kenapa kau tidak mengangkatnya?"
"Benarkah? Bahkan aku sama sekali tidak memegang ponselku ketika aku makan, Tanti, dan ponselku sengaja tidak diberi suara. Maaf jika aku tidak menerima panggilanmu."
"Tidak apa-apa, Mas."
"Perawat tadi memanggilku. Proses kuret akan dilakukan sore nanti."
"Tidak jadi malam?"
"Sepertinya tidak jadi."
"Mas, sepertinya akan sangat merepotkan jika kau berjaga sendirian di sini. Bagaimana jika Nur menginap di rumah sakit untuk menjagaku, Mas?"
"Tentu saja. Itu lebih baik."
Aku memberi usul itu hanya untuk melihat bagaimana reaksi Mas Reza. Ternyata dia sangat mendukung jika Nur bermalam di rumah sakit dan menjagaku. Raut wajahnya tiba-tiba menjadi bahagia. Apakah Nur benar-benar penting untukmu, Mas?
Bersambung ....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 74 Episodes
Comments
文华亮
Fadli oh fadli, apakah dia masih jomblo, Kak?
2022-06-17
1
🅶🆄🅲🅲🅸♌ᶥⁱᵒⁿ⚔️⃠
sebegitu hapal si Fadli trhdp pasien di RS mskpn dia hanya sbg security
2022-03-13
2
Rice Btamban
lanjut
2022-03-10
2