Mendengar suara ibu, aku segera menghapus air mata yang masih membasahi pipi. Aku bercermin dan berusaha menunjukkan kepada ibu bahwa tidak ada masalah yang terjadi.
"Iya, Bu. Nur kesiangan," jawabku setelah membuka pintu itu.
"Mau sampai kapan kamu nganggur, Nur? Carilah pekerjaan! Apa kamu masih memikirkan Wisnu?"
"Enggak, Bu. Nur sama sekali tidak memikirkan Mas Wisnu. Lagi pula Nur memang sudah mantap untuk menceraikannya."
"Sudah 2 tahun kamu bercerai dari Wisnu, tapi kamu belum memiliki pekerjaan juga. Apa kamu mau menjadi tanggungan bapak terus-terusan? Bapak sudah tua, Nur."
"Iya, Bu. Nur mau bersiap-siap, mau mandi dan Nur mau mencari pekerjaan."
"Kamu ini sudah memiliki keterampilan di dunia bulu mata palsu. Pasti kamu masih bisa diterima di salah satu pabrik di kota ini."
"Iya, Bu. Kebetulan tadi teman Nur mengatakan ada lowongan pekerjaan di bagian knitting di tempatnya bekerja. Nur akan mencoba melamar pekerjaan di sana."
"Ya sudah, sana kamu siap-siap!"
Aku mengambil handuk yang tergantung di belakang pintu kamar. Lalu menuju kamar mandi di belakang dan membersihkan diri. Padahal aku sudah berbohong kepada ibu. Tak ada teman yang memberitahuku mengenai lowongan pekerjaan itu. Aku hanya ingin mencari kesempatan untuk menemui Mas Reza dan berkata langsung kepadanya mengenai kehamilanku ini.
Agar ibu tidak curiga, aku sengaja memakai pakaian atasan putih dan rok hitam. Aku juga membawa tas dan beberapa lembar kertas. Lantas aku berpamitan kepada ibu dan pergi menggunakan sepeda motor matic butut. Alat transportasi satu-satunya yang aku miliki sekarang.
Tujuanku adalah menemui Mas Reza di rumahnya. Tidak masalah jika aku bertandang ke rumahnya, karena memang aku dan Tanti bersahabat. Tanti tidak akan curiga jika kedatanganku sebenarnya adalah ingin bertemu suaminya.
Benar saja, saat aku datang rupanya Mas Reza sedang berada di depan rumah bersama istrinya. Hal itu membuat aku cemburu. Meski mereka hanya duduk berdua dan tersenyum. Entah apa yang sedang mereka bicarakan, tapi kedekatan mereka benar-benar membuatku ingin segera menghancurkan hubungan mereka.
Melihat aku bertandang ke rumahnya, Tanti tersenyum. Wajahnya begitu sumringah. Ia berlari kecil dan memelukku dengan erat.
"Nur, aku senang kamu datang ke mari. Aku ingin memberi tahumu sesuatu yang pasti membuat kamu terkejut," kata Tanti yang segera menarik tanganku masuk ke dalam ruang tamu.
Aku melirik ke arah Mas Reza yang sedang duduk di kursi yang ada di teras rumahnya. Aku memberikan kode kepadanya agar kami bisa bicara berdua. Tetapi Mas Reza hanya memandangku sekilas. Seolah dia sudah membenciku. Apa karena aku mengakui kehamilanku tadi pagi?
"Ada apa, Tanti? Kenapa kau terlihat bahagia sekali?" tanyaku dengan berpura-pura baik di depan Tanti. Ya, Tanti memang sahabatku. Tapi setelah dia menjadi istri laki-laki yang aku cintai, aku menjadi munafik. Berpura-pura baik, padahal hatiku sangat membencinya.
"Nur, aku hamil lagi," kata Tanti yang lagi-lagi memelukku.
Aku tak bisa berkata-kata ketika wanita cantik berambut panjang terurai mengatakan kehamilannya di depanku. Bagaimana mungkin Mas Reza justru membuat istrinya hamil ketika dia juga menghamiliku? Aku masih ingat betul apa kata Mas Reza. Jika dirinya hanya mencintaiku. Tapi buktinya dia sudah membuat istrinya hamil tiga kali, dan aku harap kehamilan ketiga ini akan berakhir sama seperti kehamilan sebelumnya.
"Selamat, ya, Tan! Akhirnya kamu hamil lagi," balas ku kepada Tanti.
"Iya, Nur. Kamu mau ke mana memakai pakaian seperti itu?"
"Sebenarnya aku sudah disuruh Ibu untuk bekerja. Tapi aku bingung. Aku ke sini untuk bertanya-tanya dengan Mas Reza. Mungkin saja di PT nya ada lowongan pekerjaan untuk wanita di bagian produksi."
"Oh, begitu. Coba kau tanya langsung saja kepada Mas Reza. Aku buatkan minum dulu, ya, Nur!"
Tanti pergi ke dapur. Aku segera menghampiri Mas Reza yang masih duduk di kursi di teras depan. Melihat kedatanganku, jelas sekali Mas Reza terlihat tidak suka. Tapi aku harus meminta pertanggung jawabannya.
"Apa karena Tanti hamil, jadi kau ingin menggugurkan kandunganku?" tanyaku tanpa basa-basi lagi. Tapi aku berusaha menahan tangisku di depan Mas Reza. Karena aku tidak mau saat aku menangis Tanti keluar dan akan curiga.
"Bukan begitu, Nur. Tapi kita ini belum menikah. Aku tidak menyangka jika kau akan hamil. Aku memang mencintaimu, tidak masalah jika kau hamil ketika kau sudah menjadi istriku, Nur."
"Jika kau ingin aku hamil setelah aku menjadi istrimu, untuk apa kau berkali-kali menyentuhku, Mas? Bahkan di saat aku sudah terlanjur hamil begini, kau malah memintaku untuk menggugurkannya. Apa kau tidak merasa kejam? Kau hanya merugikanku saja, Mas!"
"Jangan berkata seperti itu! Aku sedang memikirkan bagaimana cara untuk bertanggung jawab atas kehamilanmu itu selain menggugurkannya."
"Bagaimana, Mas? Katakan! Semakin hari perut akan akan semakin membesar. Aku tidak ingin lagi membuat malu orang tuaku. Mereka benar-benar sudah malu dengan perceraianku dengan Mas Wisnu, dan sekarang aku hamil di saat aku tidak punya suami."
Perbincangan aku dan Mas Reza belum selesai. Tapi Tanti keluar membawakan tiga cangkir teh hangat.
"Bagaimana, Mas? Apa ada lowongan di tempatmu? Nur ingin bekerja di sana. Kasihan Nur. Sudah 2 tahun menganggur setelah bercerai dengan Mas Wisnu. Tolong bantu masukkan dia ke tempat kerjamu, Mas!" ucap Tanti secara tiba-tiba. Padahal aku belum mengatakan masalah itu kepada Mas Reza. Karena tujuanku datang bukan untuk hal itu.
"I-i-iya. Nur sudah menanyakannya kepadaku. Besok aku akan mencoba mencari tahu mengenai lowongan pekerjaan di pabrik bulu mata di mana aku bekerja. Mudah-mudahan saja ada lowongan untuk Nur." Mas Reza menjawab pertanyaan istrinya dengan sangat gugup.
"Terima kasih, Mas. Aku harap aku bisa bekerja satu perusahaan denganmu," jawabku penuh arti tersirat di dalamnya.
"Aku juga berharap kamu bisa menemukan jodohmu di tempat kerjamu yang baru nanti, Nur. Kamu ini sudah menjanda dua tahun, loh. Apa kau tidak bosan?" tanya Tanti.
"Iya, Tan. Entah mengapa firasatku mengatakan jodohku ada di sana. Itulah sebabnya aku harus satu perusahaan dengan Mas Reza."
Sepertinya Tanti benar-benar tidak mengerti dengan kata-kata yang ku maksudkan. Ia nampak biasa-biasa saja. Bahkan duduk di dekat Mas Reza dan menikmati secangkir teh hangat yang baru saja ia buat.
Hoek ... hoek ....
"Kamu kenapa, Tanti?" Mas Reza sangat panik ketika melihat istrinya mual-mual setelah meneguk teh hangat itu. Benar-benar membuatku semakin cemburu. Aku ingin sekali menyiramkan secangkir teh hangat ini ke wajah Tanti.
"Aku mual, Mas. Sepertinya anak kita tidak suka minum teh," jawab Tanti dengan manja, yang membuatku semakin cemburu dan aku yang menjadi mual mendengar nada bicara Tanti kepada Mas Reza.
Tanti pun beranjak dari duduknya. Sepertinya ia ingin benar-benar muntah. Hal itu membuat aku dan Mas Reza hanya bisa terdiam untuk sekian detik. Sampai akhirnya suara sesuatu yang jatuh terdengar dari dalam dan Tanti berteriak keras.
"Mas!"
Bersambung ....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 74 Episodes
Comments
Azizah Fazatun
q kasih bunga buat penyemangat y thorrr
2022-04-08
2
🅶🆄🅲🅲🅸♌ᶥⁱᵒⁿ⚔️⃠
knp tuh si Tanti
jatuh kah 🤔🤔🤔
2022-03-13
2