Aku Ingin Menjadi Tanti

Mas Reza bergegas masuk ke dalam rumah ketika mendengar teriakan Tanti. Aku pun menyusulnya, karena aku juga penasaran apa yang terjadi dengan Tanti sampai dia berteriak begitu kencangnya.

"Ya ampun, Tanti! Kenapa kamu sampai jatuh seperti itu?" tanya Mas Reza panik. Lantas ia segera membopong istrinya yang masih jatuh terduduk di depan kamar mandi.

Apa yang telah diperbuat Mas Reza kepada Tanti membuat aku semakin cemburu. Dengan mesranya dia menggendong Tanti di hadapanku. Padahal beberapa malam lalu hal yang sama telah diperbuat Mas Reza kepadaku. Mas Reza menggendong tubuhku, meletakannya dengan lembut di atas kasur hotel yang empuk. Sampai kami beradu di atas ranjang tanpa memikirkan Tanti.

Tapi kini Mas Reza seolah-olah tidak menganggap aku ada di rumahnya. Dia terlihat jelas begitu mengkhawatirkan Tanti. Padahal aku yakin, Tanti pasti hanya jatuh biasa. Jika pun tidak, aku berharap dengan jatuhnya Tanti akan membuat kandungannya bermasalah. Jika perlu keguguran sekalian. Agar Mas Reza tidak perlu lagi memikirkan kehamilan Tanti dan hanya memikirkan aku serta calon anaknya.

"Nur, kenapa kamu berdiri saja?" tanya Tanti pelan ketika melihat aku mematung memandangnya dengan tatapan nanar.

"Oh, iya, Tan. Aku panik dan bingung harus melakukan apa. Bagaimana kamu bisa terjatuh?" Aku segera menghampiri Tanti dan mengusap air mata yang menetes di pipi sahabat yang ku benci itu.

"Aku tidak tahu, Nur. Tiba-tiba saja aku terpeleset."

Mas Reza masih terlihat begitu panik. Meski pun tidak terjadi hal yang serius dengan istrinya. Dia terus-menerus mengelus perut Tanti di hadapanku. Entah disengaja atau tidak. Hal itu membuat aku segera ingin beranjak pergi dari kediaman mereka berdua.

"Tanti, sebaiknya kamu istirahat saja, ya! Aku akan pulang. Kabari aku segera jika suamimu ada informasi mengenai pekerjaan di perusahaannya." Aku yang sudah tidak tahan akhirnya memutuskan untuk pulang. Jika terus begini, aku bisa menjadi stres dan bisa berpengaruh dengan kandunganku. Aku harus menjaga janin yang sudah ditanam oleh Mas Reza di rahimku. Aku harus bisa merebutnya kembali, karena Mas Reza-lah cinta pertamaku dan aku tidak ingin laki-laki itu bahagia bersama wanita lain.

"Iya, Nur," jawab Tanti lemas.

Aku melirik ke wajah Mas Reza, namun sedikit pun Mas Reza tidak memandangku. Dia masih khawatir dengan jatuhnya Tanti tadi. Aku berharap Mas Reza melarangku pergi. Entah itu dengan alasan apa pun, tapi sepertinya memang dia menginginkan aku segera pergi dari rumahnya.

Aku baru melengkahkan kakiku keluar melewati pintu utama rumah Mas Reza dan Tanti. Tiba-tiba aku mendengar Tanti berteriak histeris dan menangis.

"Tanti, kamu pendarahan," kata Mas Reza dengan begitu keras. Hal itu membuat aku menghentikan langkahku dan sedikit tersenyum bahagia. Lantas aku berbalik untuk melihat keadaan yang sebenarnya.

Rupanya saat Tanti berdiri, bercak merah yang cukup banyak sudah membasahi rok yang dikenakannya. Hatiku sangat gembira. Bahkan ingin rasanya aku bertepuk tangan dan tertawa bahagia di depan Tanti.

"Ya ampun, Tanti! Kenapa kamu bisa seperti itu?" Aku berlari mendekati Tanti, berpura-pura iba terhadapnya.

"Sepertinya karena jatuh tadi, Nur. Bagaimana ini? Bagaimana jika kehamilanku yang ketiga juga berakhir seperti kehamilanku yang sebelumnya. Aku sudah menginginkan anak, Nur," kata Tanti seraya menangis.

Aku sama sekali tidak menjawabnya, namun dalam hatiku aku terus berdoa jika yang dikatakan Tanti akan terjadi. Yaitu kehamilannya akan kembali gugur seperti dua kehamilan sebelumnya.

Aku melihat Mas Reza panik. Mondar-mandir entah apa yang akan dia lakukan. Lantas aku pun melihat Mas Reza keluar dan memarkirkan mobilnya tepat di depan teras.

"Nur! Ayo bantu papah Tanti ke dalam mobil. Kita harus segera membawanya ke rumah sakit," kata Mas Reza yang lagi-lagi tidak memandangku.

"Aku juga hamil, Mas! Kenapa hanya Tanti yang kau pedulikan?" batinku.

Setelah Tanti masuk ke dalam mobil, Mas Reza segera mengunci pintu rumah. Dia mengajakku ke rumah sakit untuk memeriksakan Tanti. Aku pun mengikuti kemauan Mas Reza, karena aku penasaran apa yang terjadi dengan kandungan Tanti.

Sesampainya di rumah sakit, Tanti langsung ditangani beberapa dokter dan perawat di IGD. Rupanya Tuhan mengabulkan doaku. Tanti benar-benar mengalami keguguran.

Aku tak bisa menahan tawaku lagi ketika dokter kandungan mengatakan jika Tanti harus menjalani kuretase.

Tanti menangis, sementara mas Reza terlihat begitu lesu dan loyo setelah mendengar vonis dari dokter. Aku tidak mungkin tertawa bahagia di depan mereka berdua. Selayaknya aktris profesional, aku pun menangis di depan Tanti dan berpura-pura ikut merasakan kesedihan yang sedang Tanti rasakan.

Hari itu juga Tanti harus menjalani kuretase. Sedangkan aku tidak mungkin pulang sendiri karena sepeda motorku berada di rumah Mas Reza. Tapi Mas Reza juga tidak mau meninggalkan Tanti sendirian di rumah sakit.

"Tanti sedang istirahat di kamar, Mas. Bukankah kuret itu akan dilakukan malam nanti? Kau bisa saja berpamitan kepada istrimu. Lagi pula kau belum membawa sehelai pakaian untuk Tanti kan? Katakanlah kau akan pulang untuk mengambil pakaian ganti dan antar aku pulang, Mas! Aku tidak boleh terlalu lelah, jika tidak aku bisa bernasib sama seperti Tanti."

Aku berusaha membujuk Mas Reza. Akhirnya pria yang sudah ku cintai sejak SMA itu menyetujui keinginanku.

Mas Reza berpamitan kepada Tanti. Tanpa curiga Tanti pun mengizinkan Mas Reza untuk mengantarkanku pulang.

Aku duduk disebelah Mas Reza. Tempat yang seharusnya menjadi posisi Tanti, kali ini aku tempati. Suatu saat nanti aku lah yang harus tidur di sisi Mas Reza setiap hari, bukan Tanti.

Dalam perjalanan aku sengaja diam, karena Mas Reza pun sepertinya tidak ingin bicara terlalu banyak denganku. Aku tahu pikirannya sedang kemana-mana. Apa lagi istrinya yang sedang merasakan sedih yang luar biasa.

Sesampainya di kediaman Mas Reza, dia segera turun dan masuk ke dalam rumahnya. Aku tidak langsung pulang, tetapi aku mengikuti langkah Mas Reza.

Sepertinya Mas Reza segera memasuki kamar untuk mengambil barang-barang milik istrinya. Aku menutup pintu utama rumah berlantai dua itu. Menguncinya dan berharap tidak ada siapa pun yang menggangguku bersama Mas Reza di rumah ini.

"Izinkan aku untuk menjadi Tanti sehari saja, Mas," gumamku lirih. Lantas aku menyusul Mas Reza menuju lantai dua.

Pintu sebuah kamar terbuka. Aku melihat Mas Reza sedang mengambil beberapa baju di almari. Aku masuk ke kamar itu, mendekati Mas Reza dan memeluknya dari belakang.

"Apa ini kamarmu, Mas?" tanyaku yang masih memeluk Mas Reza dengan erat. Membuat Mas Reza menghentikan aktivitasnya dan berbalik kembali memelukku.

"Iya, Nur. Ini kamarku dengan Tanti. Maafkan aku tidak bisa terus bersamamu. Kau lihat sendiri kondisi Tanti 'kan?"

Aku melepas pelukannya perlahan, kemudian membelai pipi Mas Reza dan mengecup bibirnya dengan lembut.

"Ayo bercinta lagi, Mas! Aku ingin menjadi Tanti hari ini."

Bersambung ....

Terpopuler

Comments

Margawani

Margawani

walah yg perempuan tdk punya harga diri, yg laki" pembohong dan tdk setia... 😭

2022-10-13

0

Laras Sati

Laras Sati

nur km wanita tp km ky ngk punya harga diri

2022-04-08

2

Azizah Fazatun

Azizah Fazatun

thorrr ku harap Tanti sgr tau ada apa dg suaminya

2022-04-08

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!