bab 3 Meninggalkan rumah

Edward mengantarkan Jeni kerumahnya dengan selamat di perjalanan pulang Jeni tidak berbicara apapun. ia bergulat dengan fikirannya. Bahkan saat mobil sudah berhenti di depan rumahnya Jeni masih tak bergeming.

" Jen .... sudah sampai...." Edward membuyarkan lamunannya.

" oh.... iya terima kasih ya ...." Jeni tersenyum hambar.

Jeni berjalan lesu. jam tangan yang biasa ia kenakan di sebelah kanan ia pindahkan ke sebelah kiri. bukan tanpa alasan akan tetapi untuk menutupi jejak tatto di sana.

sebelum masuk rumah ia mengatur mood nya agar terlihat biasa saja.

"Jeni pulang...... mah..... pah......" ucap Jeni riang.

mama dan papanya Jeni menoleh bersamaan.

" syukurlah kamu pulang nak.... mamah kira kamu tetap menginap disana..." Bu Nety langsung berhambur ke arah Jeni dan memastikan tidak terjadi apa-apa pada anaknya.

"kamu ini.. kalau mau menginap paling tidak pulang dulu minta izin baru berangkat lagi.." pa Marsel menasehati

" iya pa mah... maafin Jeni.. tadi itu buru buru jadi tidak sempat pulang dulu izin mah...!"

"mamah telpon hp kamu nda aktif dan dari wa kamu bilang mau menginap di tempat siapa itu..... yang pakai baju kekecilan ... aduh.... membayangkan saja mamah merinding jika sampai kamu menghabiskan malam bersama mereka...." Bu Nety bergidik.

" iya maaf mah Jeni tau mamah khawatir makanya Jeni nda jadi menginap disana . maaf ya mah udah bikin mamah sama papah khawatir..." senyum Jeni terukir manis.

"ya sudah... segera bersihkan diri kamu... ini sudah jam 5 sore kita mau makan malam ada yang mau papah sampaikan sama kita semua." jelas Bu Nety.

" oh... iya mah....." Jeni tersenyum.. dan ia tau apa yang akan di bicarakan... pasti soal aset yang akan di jual batin Jeni.

**

Edward kembali menuju salon tempat Serly dkk. ia menuju ruangan pertama mereka datangi. Rupanya yang lain sudah menunggu.

" bagaimana sudah loe antar Jeni..." tanya Serly ketus.

" ehhh..." Edward menyahut enggan dan langsung duduk di salah satu kursi disana

" itu pacar kamu ya.....?" tanya Tony

" bukan .... dia nya mau tapi cewek nya sok jual mahal." Elly menjawab deselingi tawa mengejek.

" tapi Jeni memang cantik loe... body mulus seperti model aku loe juga naksir dia.." Tony sangat antusias.

"Erd.... pas dia mabok ada kau cicip nda.... bagaimna bibirnya..." Hendrik penasaran.

"heh.... kalau ngomong jangan sembarang ya.... aku bukan orang yang memanfaatkan peluang seperti kamu...." Edward mulai gusar dengan celotehan mereka.

" bodoh sekali kamu itu.... cewek se cantik itu nda sadarkan diri di tangan kamu..... dan kamu tidak gunakan wahhhh..... rugi banget ..." Romi ikut berkomentar.

"iya ... padahal bisa saja itu di.....emmm mantap dah tu..." Hendrik menyatukan telapak tangannya meumpamakan bersetubuh.

" hah..... otak kalian itu semua ************ saja.... udah aku cape mau pulang... kalian mau ikut atau mau disini...?" Edward berdiri dan tidak mau membahas lebih jauh tentang Jeni.

semua beranjak dari tempat duduknya dan segera meninggalkan salon tersebut. di perjalan Edward tidak berbicara. ia berselancar dengan fikirannya.

teringat lagi saat ia membopong Jeni ke rumah Om nya. ada getaran hebat dalam dadanya. juga aroma parfum yang Jeni gunakan sekan menari di hidungnya. Jeni yang terkulai lemah menangis ingin ia peluk dan berikan kecupan hangat dibibirnya. coba saja...... batin Edward yang merasa menyesal.

**

pukul 7 malam semua anggota keluarga pa Marsel sudah berkumpul di meja makan. semua menikmati makan malam tanpa ada pembicaraan berarti.

tiba-tiba

" Jeni kok jam tangan nya nda di buka.... ?" Bu Nety memperhatikan tangan kiri Jeni.

" oh... iya mah.. ini.. agar Jeni tidak lupa serial drama Korea yang akan tayang malam ini" Jeni berupaya berbohong.

"oh... dikira dari tadi nda mandi soalnya jam tangan nda di lepas.." Bu Nety manggut-manggut.

selesai makan malam meja di bereskan dan sambil menikmati makanan penutup pa Marsel membuka pembicaraan.

" Jeni, jermy. sekarang usaha papa di ambang ke bangkrutan. jadi selain kita harus mengirit mengeluarkan kita juga harus menjual beberapa aset yang kita punya untuk bertahan hidup." jelas pa Marsel.

" apa pah .... jadi jermy bagaimna pah... apakah juga gagal sekolah di swasta pah...?" jermy gusar.

" kalau itu papah usahan tetap namun kita harus menjual beberapa aset kita.."

" aset seperti apa pa....?" tanya Jeni.

"rumah kita ini..." jawab Bu Nety.

"Apaaaa........!" jermy dan Jeni menyahut bersamaan.

"iya sayang..." jawab pa Marsel

"apa harus rumah ini pa..." Jeni sock.

" iya sayang karena selain untuk kebutuhan kita papa juga harus membayar karyawan papa yang ada di pabrik. dan itu jumlahnya tidak sedikit." Bu Nety menjelaskan.

" kenapa jual rumah pa kenapa nda jual mobil sama motor jermy saja pa .." jermy masih berharap tidak meninggalkan rumah yang sudah ia tinggali sejak dulu.

"itu juga termasuk Jermy ... jadi kita bukan seperti dulu lagi yang mempunyai keuangan yang stabil. jadi tolong kita semua belajar hidup sederhana." Bu Nety menjelaskan.

" kalau ini di jual kita harus tinggal dimna pah... mah...?" tanya Jeni.

"kita akan tinggal dirumah nenek di kampung. nanti kita bisa ikut menanam padi disana." Bu Nety menjelaskan.

"jadi mulai besok kalian sudah mulai berkemas Minggu depan kita sudah pindah dari sini." jelas pa Marsel.

tidak ada pembicaraan lagi semua segera menuju kamar masing-masing. Jeni pun demikian ia menuju kamarnya dengan langkah gontai.sebwlum sempat ia menutup pintu kamarnya Jermy mendorong pintu.

"kak.... apa kakak mau tinggal di tempat nenek di sana kan kampung ka... jauh dari keramaian. aku nda mau tinggal disna ka nda mau...!"

" tidak bisa dek.. Kaka juga berat meninggalkan rumah kita ini namun mau apa lagi keuangan keluarga kita sekarang lagi susah... tapi tadi kan papah juga janji kalau keuangan kita kembali normal kita akan kembali tinggal disini .." Jeni mencoba menjelaskan kepada adiknya.

" tapi tetap saja ka.. aku tidak mau pergi...."

" ya kecuali kamu mau papah batalkan pengajuan sekolah kamu ke swasta..?" Jeni memancing.

" oh ... tidak tidak aku tidak mau itu di batalin. aku udah keterima dan lulus murni karena tes jadi kalau di batalin aku tidak mau..!"

" jadi kalau begitu kamu harus mengikuti saran kakak segera berkemas dan kita akan pindah Minggu depan."

Jermy tidak menyahut dan langsung meninggalkan kamar Jeni. Jeni segera menutup pintu. ia menyalakan shower di kamar mandinya dan menangis dengan keras disana. ia berupaya tegar dengan semua yang keluarganya hadapi namun hatinya hancur berkeping-keping.

rumah yang sudah menjadi tempat tinggal mereka dari dulu harus mereka tinggalkan setiap sudut ruangan menjadi saksi bisu semua kenangan yang terukir disana.

namun demi kebaikan semuanya maka merekapun harus segera meninggalkan rumah itu.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!