Please... Jangan Pergi
kelulusan adalah penantian Jenifer karena ia sudah tidak sabar memasuki masa-masa yang akan ia habiskan di bangku kuliah. selama ini ia hanya mendengar bahwa kuliah adalah tempat yang luar biasa dengan segala keindahannya.
Jenifer semangat mengikuti ujian menuju kelulusan. Ia belajar dengan sepenuh hati agar hasilnya memuaskan.
"Jen... tolong bantu donk jawaban no 21..." bisik Ikhsan.
"Bentar dulu aku masih ngitung ini..." Jeni ikut berbisik.
"no berpa yang sudah..." Edward ikut nimbrung.
"20 ke bawah sudah co..."
" ya sudah yang ada saja...."
Jeni memberikan jawaban dengan teman di kelasnya dengan kode tangan tentu dengan berbisik.
Jeni bukan orang yang terlalu pintar tapi ia cukup di andalkan dikelas karena ia adalah orang yang cukup kreatif dan aktif .
ujian selesai Jeni menarik nafas panjang ingin melepaskan ketegangan di pundaknya setelah berkutat dengan soal yang cukup hampir meledakkan kepalanya.
ia duduk di bangku taman di bawah pohon rindang halaman sekolah nya.
"lagi ngapain yang......" sapa Ilmi.
"yang yang palamu peang...." sungut Jeni.
Ilmi teman satu kelasnya Jeni di Jurusan IPA. ia suka menggoda Jeni dengan panggilan sayang.
" ya namanya juga usaha..."
" dari mana kamu?"
" nda ada cuma jalan jalan saja. kamu ngapain disini nangkring aja kaya burung pelatuk"
" enak aja kalau ngomong burung pelatuk... kamu yang punya burung aku yang di bilangin burung" jawab Jeni asal
" waw...... pernah lihat kah kamu punyaku" jerit Ilmi menutupkan tangannya di bagian sensitifnya.
" ahh .. bukan itu maksudku kan bilangan orang banyak begitu..." Jeni kaget dan mencoba menjelaskan maksud ucapannya.
" hahahaha...... aku tau maksud mu nda usah panik gitu juga kali.." Ilmi tertawa dengan sikap polosnya Jeni.
mereka berbicara panjang lebar mengenai soal ujian dan beberpa mimpi yang akan mereka raih nanti. tak terasa waktu untuk pulang mereka berpisah dan Jeni menuju rumahnya dengan ikut ojek langganan nya setiap hari. setelah membayar sejumlah uang Jeni memasuki rumahnya. Belum sempat ia mengetuk pintu, ia mendengar sebuah pertengkaran dari dalam.
" kamu harusnya lebih pintar mengatur pengeluaran dirumah kok bisa sampai seperti ini" pa Marsel meninggikan suaranya.
" papa fikir mama dirumah hambur-hamburkan uang saja. Mama juga berupaya semaksimal mungkin meminimalisir pengeluaran dirumah pa" Bu Nety tak kalah tinggi suaranya.
" ini harus bagaimna lagi Jeni akan masuk kuliah dan adiknya juga akan masuk ke sekolah swasta. pengeluaran kita kedepannya lebih banyak lagi " pa Marsel duduk di sofa dengan meletakkan kedua tangan di kepalanya, seperti memijat.
" dengan papa berteriak apa akan menyelesaikan masalah pa" Bu Nety menurunkan suaranya dan memberi pengertian.
" papa cuma bingung mah.. papa selama ini tenang karena papa fikir yang tabungan yang di simpan mama masih ada. tapi rupanya semua tabungan kita sudah terpakai untuk kebutuhan kita sehari-hari." pa Marsel menurunkan nada suaranya juga.
" apa kah mungkin kita coba menjual sedikit aset kita untuk bisa bertahan hidup pah. ?"
"sampai kapan kita akan menjual aset kita mah."
" ya setidaknya sampai keuangan kita stabil lagi. nanti mama juga akan coba bantu bekerja untuk bisa sedikit meringankan Beban keluarga." Bu Nety menjelaskan.
keluarga Marsel sekarang menjalankan usaha dalam bidang pabrik yang mengolah biji coklat untuk bisa di jadikan bahan mentah produksi yang mengirim keberbagai daerah. namun bukan tanpa sebab kemerosotan perekonomian pa Marsel karena ketidak telitian dia dalam berinvestasi, menyebabkan ia kerugian besar. hal itu juga berimbas pada keuangan di rumahnya.
sudah sekitar 6 bulan belum ada peningkatan dan akhirnya pa Marsel pelan-pelan merumahkan beberapa pegawai agar mengurangi pengeluaran. karena permasalah itulah pa Marsel seringkali marah pernah sekali waktu menghancurkan perabot rumah.
Jeni yang sedari tadi berada di balik pintu mengurunkan niatnya untuk masuk kedalam rumah dan memilih meninggalkan teras depan rumahnya. ia enggan menyaksikan pertengkaran mama dan papanya. karena itu ia memilih untuk meninggalkan rumah sebentar.
ia berjalan tanpa tau kemana arah tujuannya agar menghilangkan sedikit beban kepalanya. saat di perjalanan Jeni bertemu dengan Edward yang membawa beberapa temannya dengan mobil sedan warna putih.
"Jen .... mau kemana bukannya rumahmu berlawan arah "
"aku cuma cari angin sebentar. " jawab Jeni datar.
"yuk ikut kami yuk ..."seorang gadis seumuran Jeni keluar dari jendela mobil. pakaian nya sedikit terbuka hanya mengenakan kaos tipis lengan pendek warna putih size kecil sehingga jika ia mengajar tangannya perutnya tepampang jelas.
"kemana....?" Jeni tidak begitu tertarik.
"sudah ikut saja " yang lain ikut membujuk.
"aku mau main basket nanti sore jadi nda bisa ikut kalian"
" kan nanti sore kita sudah balik kok... tenang aja... ini kan baru jam 9 " Edward ikut membujuk Jeni dan turun dari mobil untuk membawanya ikut bersama mereka.
Jeni akhirnya ikut Edward dan yang lain. berkeliling kota dengan mengunakan mobil. sambil bercerita Jeni yang tadi masih terpukul karena mendengar percakapan orang tuanya mampu sedikit melupakan apa yang terjadi tadi.
"kamu mau makan apa...? " tanya Serly gadis yang tadi membujuknya.
"apa saja ku makan ser...." jawab Jeni.
"wah hebat donk..... bisa donk nanti punyaku di makan..." Edward menimpali sembali melirih dibalik spion mobil.
" hah...." jeni bingung dengan muka polosnya.
namun yang lain tertawa lepas mendengar ucapan Edward. di dalam mobil ada Edward dan Jeni di bangku depan. bangku tengah di isi Serly dan Romi. bangku belakang di isi Elly dan Hendrik.
mereka menertawakan kepolosan Jeni yang sedari tadi tidak faham apa yang mereka bahas.
"mau makan apa Yang...?" tanya Romi kepada Serly.
" apa aja yang yang penting sama kamu " Serly bergelayut manja di lengannya Romi.
" kalian pacaran ya ?" tanya Jeni dengan polongnya kepada mereka yang ada di belakang.
" endak kok Jeni kami sudah nikah....." jawab Serly.
"mereka bukan hanya pacaran tapi dah kawin..." Elly menimpali dan di barengi tawa yang lain.
" ******.... kaya elo juga nda sering kawin aja saja Hendrik." jawab Serly sedikit kesal.
" sudah -sudah kalian ini jangan gitu donk temenku ini memang polos. ia pintar tapi kalau soal yang begini dia tu bodoh. bodoh banget malahan." Edward mencoba menjelaskan.
"hah.... jadi kamu nda pernah pacaran ya...." selidik Serly.
" hemmm" sahut Edward.
"kalau ciuman...?" Elly ikut penasaran.
"apalagi......." Edward masih yang menjawab pertanyaan membuat wajah Jeni memerah.
Serly maju kebangku depan dengan melangkah bangku yang ada di depannya.
"Jen... yang benar kamu nda punya pacar..?" Serly sedikit berbisik.
" endak ada...."
" masa sih aku saja SMP udah punya pacar.. dan tebak mantanku ada berpa...15 loe sekarang...." Serly bercerita dengan semangat seperti mantan banyak adalah sebuah prestasi yang bisa di banggakan.
"memang kamu nda malu kah punya pacar segitu banyak." jeni dengan lugunya menanyakan hal itu.
"haha....." seisi mobil menyambut ucapan Jeni dengan tawa
"haha... kalian ini kok jahat betul sich Jeni ku ini memang begitu bentukannya. jadi harap di maklumlah nanti kalau ia sudah tau apa itu cinta aku yakin kamu dan kamu bakalan kalah sama Jeni." Edward menjelaskan sambil menunjuk Serly dan Elly.
"huh..... dasar pahlawan kesiangan " sungut Serly yang kembali kebangku belakang.
dari penjelasan Edward Jeni tau kalau Sely dan Elly mereka beda sekolah namun mereka satu kumpulan karena Hendrik dan Romi satu sekolah di SMA yang sama.
sampai mereka di salah satu warung makan karena ada dua pasang sejoli maka Edward memperlakukan Jeni seperti pacarnya juga.
itu semua membuat Jeni risih dan sedikit menjaga jarak dengan Edward karena duduknya dia terlalu rapat dan tepat duduk mereka cukup kecil jika untuk dua orang.
jeni meminta ijin untuk kekamar mandi. bukan tanpa alasan agar ia tidak duduk berlama-lama dengan Edward.
dikamar mandi ia berdiri di depan kaca dan meniti setiap jengkal badannya. Di merasa apa kekurangan nya sehingga ia sampai sekarang masih belum mempunyai tambatan hati dmyang bisa ia sebut pacar. kembali terngiang ucapan dan celotehan Serly dkk. tentang dia yang sudah hampir selesai SMA belum punya pacar bahkan tidak pernah...
derr... derr. derr
ponsel Jeni bergetar..
' halo selamat siank.' Jeni mengangkat telpon tanpa memeriksa siapa yang menelpon.
" sayang kamu dimana kok belum pulang teman mu yang lain sudah pulang kok kamu belum sampai." cecar Bu Nety
" maaf ma ada kumpulan teman ini jadi Jeni ikut sebagai salam perpisahan karena kan sebentar lagi mau lulus.." Jeni mencoba mencari alasan.
" teman kamu yang mana tadi ada teman main basket kamu kesini mau ajak main"
"ohh.." Jeni tergagap karena alasannya langsung terbantahkan.
" Edward ma teman satu kelas kami lagi makan " jawab Jeni sedikit terbata.
" mana di coba vedio call " jelas Bu Nety dan langsung mematikan telpon.
jeni berlari keluar dan menemui Edward juga menjelaskan semuanya dan tak lupa meminta dia agar bisa bekerja sama. Edward mengangguk tanda setuju.
jeni mengangkat telpon Bu Nety
" hallo ma...." sapa Jeni
" mana dia.." Bu Nety penasaran.
" hallo Tante..mohon maaf Tante saya bawa Jeni tanpa ijin soalnya tadi rencananya jemput dia dirumah.. tapi karena hari ini kami pulang cepat jadi pulang sekolah kami langsung jalan .maaf Tante." jawab Edward dengan menyatukan tangan tanda minta maaf.
" kalian hanya berdua ya..?"
" tidak kok Tante ada yang lain juga Jeni mengarahkan hp nya agar bisa menangkap gambar Serly dan Elly juga tak ketinggalan Romi dan Hendrik yang sudah di atas duduknya tidak berpasangan.
" oh.... ya sudah .. jangan lama-lama ya pulang nya Jeni itu masih pakai baju sekolah... kalau bisa langsung antar pulang saja." Bu Nety menasehati.
setelah mengucapkan salam Jeni segera mematikan telpon.
" tuh kan.... kamu salah culik orang Er... yang di culik anak rumahan yang begini jadi nya.." Hendrik merasa keseruannya sedikit terganggu.
"heh... aku bukan anak rumahan ya... kalian mau apa aku ikut..." Jeni menantang Hendrik karena merasa di anggap anak rumahan.
"ahhh .... yang benar...." ejek Serly
" betul aku serius..." jelas Jeni
" jangan Jen... kamu tidak usah terpancing ucapan mereka .. lebih baik kamu ku antar pulang saja..." Edward merasa tidak enak.
" tidak apa Erd.. aku ikut... anggap saja ini salam perpisahan sebelum kelulusan kita . "
Jeni merasa tertantang karena ucapan Serly dkk. ia ingin membuktikan bahwa ia juga bisa seperti mereka....
Jeni meminta bantuan Serly dan Elly untuk menganti pakaian nya namun dari berbagai potong pakaian yang di sodorkan padanya tidak satupun yang pas untuknya.
karena postur tubuh Jeni lebih tinggi dari mereka berdua. akhirnya Jeni di belikan setelan baru oleh Edward.
Jeni mengenakan celana Levis panjang dan kaos lengan pendek warna pink tidak lupa dibelikannya topi untuk mengantisipasi jikalau Jeni malu jika bertemu teman lain. Jeni menguncir rambutnya dan di masukkan di sela topi bagian belakang nya. saat keluar dari dari ruang ganti mampu membuat 3 pasang mata laki-laki yang menunggunya
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 21 Episodes
Comments