Dila sudah siap dengan seragam Mts, karena dia ingin mendaftar di salah satu SMK baru sesuai arahan dari gurunya.
"Assalamualaikum, Dila. Dil ayo cepat nanti telat," panggil Nikma.
"Waalaikum salam ... masuk nduk, Dila-nya masih ganti baju," kata Bu Wati.
"Inggeh Bu, ayo ndul," kata Nikma menarik temannya Lala.
"Maaf ngeh bu, Dila cepetan kamu lelet ih," kesal Lala.
"Iya ini sudah selesai, Bu. Dila pamit ya," kata Dila pamit sambil mencium tangan sang ibu.
"Iya hati-hati ya," kata Bu Wati.
Dila pun mengangguk dan berangkat bonceng tiga bersama dengan sahabat-sahabatnya
Sesampainya di sekolah, mereka pun bergabung dengan teman-teman yang lain.
"Wah si trio kampret datang nih," ejek Nita saat melihat ketiga gadis itu.
"Kenapa memangnya, kalian picek gak bisa lihat, atau kecantikan kami terlalu membutakan matamu," kata Lala saat mendengar ucapan Nita dan teman-temannya.
"Kamu cari masalah huh," kata Nita yang tak terima.
"Cukup Lala, biarkan anjing menggonggong kita berlalu, toh dia juga itu melihat kepintaran kita," kata Dila menahan Lala.
"Swag," kata Nikma pada temannya itu.
"Kau cari mati," kata Nita menarik jilbab Dila hingga lepas.
Karena kesal, Dila langsung membalasnya dan tanpa sadar karena kukunya yang cukup panjang mencakar wajah Nita.
Gadis itu pun menangis karena luka di wajahnya, sedang Dila tak mengira jika reaksinya itu melukai gadis itu.
"Kalian berdua ini, belum apa-apa sudah berantem," kata guru IPS geografi yang membawa mereka.
"Tapi pak, Dila mencakar wajah ku, jadi hukum dia," kata Nita tak terima.
"Aku tau Semuanya Nita, jadi jangan buat bapak menghukum mu, dan berhenti membuat malu," kata guru itu dengan dingin.
"Bapak pilih kasih," kata Nita yang pergi begitu saja.
Sedang Lala, Nikma dan Dila kaget melihat reaksi dari guru IPS itu, pasalnya guru itu terkenal begitu keras dan mudah marah.
Tapi kenapa sekarang malah membantu mereka, dan malah memarahi Nita dan teman-temannya.
Pagi itu semua orang sedang melihat-lihat sekolah yang akan menjadi tempat menimba ilmu tiga tahun kedepan.
Dila pun memiliki ponsel jenis Nokia tiga ribu delapan ratus, yang penting bisa telpon dan SMS.
"Ada apa Dil, kenapa kok diem aja?" tanya Nikma.
"Gak deh, aku Uma merasa aneh saja saat tadi melihat tatapan dari pak Irwan," jawab Dila.
"Jangan bilang tuh guru suka sama kamu, beh bisa ngeri-ngeri sedap gitu," ledek Lala
"Ha-ha-ha, sayangnya dia bukan tipe ku," jawab Dila.
Ketiga gadis itu memilih duduk di bawah pohon keres, karena sambil menunggu pembagian baju olahraga.
Setelah selesai mereka pun pulang, tak lupa mereka mengantarkan Dila dulu.
"Mampir dulu yuk, kita rujakan sambil mencium aroma tembakau," ajak Dila tertawa.
"Boleh tuh, tapi kami yang ngambil mangga ya, habis bikin ngiler ih," kata Nikma melihat pohon mangga milik keluarga Dila.
"Oke, masuk dulu," ajak Dila
Lala dan Nikma sedikit ketakutan melihat Mbah Sarji, terlebih karena pria sepuh itu menatap dengan tajam.
"Wih... Mbah Dila kok serem sih," bisik Lala.
"Udah deh diam, assalamualaikum Mbah," kata Nikma dengan sopan.
"Waalaikum salam, masuk jangan cuma di luar, mau es?" tawar Mbah Sarji.
"Terima kasih Mbah," jawab Lala.
Nikma yang mendengar pun gemas sendiri, terlebih gadis itu bahkan terlalu grogi sendiri.
Mbah Sarji pun pergi begitu saja, sedang Dila menarik kedua temannya dan ternyata sudah ada bumbu rujak dan juga mangga muda tersedia di meja.
"Yaelah nona besar, udah di sediain ternyata," kata Nikma yang gemas sendiri melihat Dila.
"He-he-he, sepertinya itu tadi mbak Anis habis dari sini, ya udah ada sisa, tuh bumbu masih banyak, sudah makan aja, sambil menikmati pemandangan tembakau yang fi jemur," kata Dila lagi.
"Oke deh, dan rasanya mantul mak, pedes ey..." kata Lala yang sudah makan dulu.
"Eh jangan bikin kemecer dong, aku juga mau," kata Nikma yang bergabung.
Tak lama Mbah Sarji datang sambil membawakan es jangelan yang di belikan di warung.
Dila pun menerimanya, dan terlihat sang Mbah sudah membawa arit mau ke sawah.
"Mbah mau kemana? kok bawa arit, ini sudah mau sore loh,"
"Iki loh nduk, arep ngewangi bapak mu, wes Nok omah ae ya," kata Mbah Sarji.
"Inggeh Mbah," jawab Dila.
Setelah puas main, Lala dan Nikma pamit pulang, terlebih sudah makin sore.
Tak lupa mereka juga membawa mangga muda, karena tadi di suruh ibu Wati.
"Ibu, tadi yang ke sawah bapak sama Mbah saja?" tanya Dila.
"Tidak kok, sama paklek juga, memang kenapa sih dek?"
"Ya cuma nanya saja, habis kalau tembakau gini kan tinggi buk, ingat- mas Zainal hampir hilang dulu," kata Dila yang tertawa.
"Memang kenapa, namanya juga anak kecil ikut Kesawan dek, sudah gih antar ke sawah yuk, kasihan bapak sama yang lain," kata Zainal yang langsung memiting Dila.
"Iya mas, lepas ih ..." protes Dila.
Keduanya pun membawa tas untuk mengirimkan makan, "mas tungguin, ini jembatannya kenapa sekarang cuma bambu doang,"
"Ayo dek, kamu ini lama ya," kata Zainal yang mengandeng tangan Dila.
Keduanya memang sengaja lewat di kebun belakang rumah, dan ternyata mereka memilih lewat kuburan desa.
Tak butuh waktu lama untuk keduanya sampai, tapi mereka berdua tak melihat pak Yono, Mbah Sarji dan juga paklek Latif.
"Mbah, bapak!" panggil Dila.
"Dek jangan teriak-teriak dong, sudah ayo masuk ke sawah dan nyari di saung," ajak Zainal
Dila pun heran karena tak melihat satupun orang di sawah, "bapak!" teriak Zainal yang kini mulai khawatir.
Tiba-tiba dia terperosok masuk ke sebuah irigasi kali kecil yang ada di tengah sawah.
Tapi saat Dila terjatuh, Dila kaget melihat ada seseorang yang tertelungkup di pinggir galengan.
"Bapak!," teriak Dila yang menangis gemetar.
"Ada apa dek?" tanya Zainal.
Dila pun tak menjawab pertanyaan sang kakak, dia langsung berlari menghampiri pak Yono yang tak sadarkan diri.
"Bapak!" kaget Zainal yang melihat Dila yang membalik tubuh sang bapak.
Pak Yono pingsan dan dahinya memar, "mas, ini bapak kenapa?" tangis Dila melihat sang bapak.
"Tunggu di sini dek, biar aku minta bantuan orang-orang," kata Zainal yang keluar dari sawah untuk meminta pertolongan.
Dila pun bingung karena di sawah tak ada siapapun, dan pak Yono bisa pingsan seperti ini.
"Kalau bapak pingsan, paklek dan mbah kemana? tolong!" teriak Dila yang langsung memancing para warga yang mencari rumput.
Zainal pun datang dan membantu sang bapak, dia dan para warga membawa pak Yono pulang.
Tapi Dila masih mencari sang Mbah dan paklek yang tak tau dimana mereka.
"Mbah! paklek! kalian dimana!" teriak Dila yang masih begitu khawatir.
"Mbak Dila tadi saya lihat mas Latif menuju ke tempat diesel," kata seorang pemuda.
Saat Dila ingin pergi, Arif menahannya dan ikut mencarinya, dia tak bisa melihat adiknya yang panik pergi sendiri.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 175 Episodes
Comments