Pria Idaman Lain
Pagi ini di rumah sederhana, terlihat seorang gadis sedang kebingungan mencari sesuatu.
"Ya tuhan, kemana larinya kado milikku, mas kamu mengambil kotak merah milik ku gak?" teriaknya pagi ini.
"Berisik dek, kotak merah di bawah meja tv, semalem kamu ketiduran," jawab sang kakak kedua.
"Terima kasih, aku berangkat dulu, oh ya mas, kata ibu tadi kamu di suruh bawa cikar ke sawah gih, kasihan bapak ngangkut sendiri sama mas Zainal," kata gadis itu yang sudah menaiki sepeda miliknya.
Gadis yang baru lulus Madrasah Tsanawiyah, bernama Nurul Fadilah, semua orang memanggilnya Dila.
Sedang hanya satu orang yang memanggilnya cengeng, dan orang itu adalah kakak sepupunya.
Gadis berambut hitam panjang itu, sudah di anggap sebagai putri di keluarga pakdenya itu, bahkan Dila sudah seperti putri kesayangan.
Dia bergegas mengayuh sepedanya menuju ke daerah Jogoroto, tak lupa dia sambil terus berdo'a dalam hatinya.
"Semoga tak telat, jika tidak entah kapan aku bertemu dia lagi," batinnya terus menerus berharap.
Sesampainya di rumah milik sang pakde, Dila langsung memarkir sepedanya.
"Assalamualaikum pakde, bude, apa mas Andri sudah pergi?" tanya Dila dengan nafas yang ngos-ngosan.
"Tenang Dila, mas Adri mu paling masih tidur," kata bude dengan tawa.
"Ya ... aku kira sudah berangkat ..."
"Memang kenapa to nduk, kamu ini orang masnya mau kerja kok sedih gitu, masak iya mas Andri mu harus menemani kamu main terus sih," kata pakde yang baru selesai mengeluarkan dagangannya dari keranjang yang di bawanya.
"Habis Dila hanya punya mas Andri yang peduli, sedang dua mas ku sendiri sering usil pakde," Adi Dila dengan suara manja.
"Ya sudah masuk gih, bangunin mas Andri mu itu, pakde mau panen nangka muda dulu ya," pamit Dila.
"Iya pakde," jawab Dila yang langsung masuk kedalam rumah.
Dia pun langsung masuk ke arah kamar nomor tiga di samping dapur, Dila pun langsung masuk tanpa mengetuk pintu.
Kebetulan Andri sedang bersiap untuk berangkatlah bekerja, "kamu datang dek?"
Dila menahan tangan dari Andri, "apa mas harus pergi? terus dila harus main bareng siapa?"
"Kamu akan SMA dek, dan mas yakin kamu akan memiliki teman yang banyak," jawab Andri dengan suara lembut.
"Tapi semalem Dila denger dari bude likah, jika mereka ingin menjodohkan aku dengan keponakan suaminya, aku gak mau mas," tangis Dila yang tak terbendung.
Hatiku terkoyak mendengar dan melihat tangisan gadis kecil yang selalu mengikuti ku kemana pun.
"Jangan menangis dek, mas mohon ...."
Aku bingung, bagaimana bisa para orang tua ini ingin menikahkan Dila yang bahkan baru saja baligh.
"Biar mas ngomong dengan bapak dan ibu, mas gak mau kamu menikah sebelum waktunya," kata ku yang mencoba menghentikan tangisannya.
Dila pun sedikit tenang dan mulai terisak, aku pun mengajaknya keluar, untuk menemui orang tuaku.
Tapi langkah ku terhenti karena Dila yang ketakutan sampai bersembunyi di balik tubuhku.
"Mau apa Bude kesini?" tanya ku dengan nada yang tak terkendali lagi.
"Cukup Andri, bagaimana cara mu berbicara dengan bude mu, Dila ... nak kemarilah," panggil pak Budi bapakku
"Mboten Pakde, Dila mantuk mawon, mas Andri ..."
"Tidak pak, biar aku antar Dila saja, dia harus pulang, karena arif sudah menunggunya," kata ku yang tak ingin melihat gadis kecil ini ketakutan seperti ini.
Dila dan Andri menuju ke rumah gadis kecil itu, selama dalam perjalanan itu dila terus diam.
Bahkan Andri tak tau harus melakukan apa, hingga sepeda itu berhenti di tengah jalan yang cukup sepi.
"Ada apa dek?" tanya Andri kaget melihat Dila turun dari sepeda ontelnya
"Mas Andri, aku tak mau menikah, karena aku menyukai pria lain," kata Dila tiba-tiba.
"Dek kamu ini masih kecil, sudah ayo pulang, nanti kamu kehujanan, dan nanti biar aku yang membujuk orang tuaku agar tak menyetujui pernikahan mu,"
"Aku mencintai mu mas, aku mencintaimu ..." tangis Dila yang terjatuh di rerumputan pinggir jalan desa itu.
Andri pun memejamkan matanya, perasaan yang ingin dia singkirkan tapi kini ternyata terbalas.
"Tidak Dila, kita saudara, jangan merusak hubungan ini," kata Andri.
"Tapi-"
"Dila pulang!" suara itu menghentikan ucapan Dila yang masih ingin mengatakan perasaannya.
Zainal datang dengan wajah merah padam, dan menyeret adiknya agar segera pergi.
"Tunggu mas, biarkan aku bicara dulu, aku mohon ... setelah itu aku janji apapun permintaan mu aku ikuti,"
"Tunggu sebentar Zainal, bagaimana pun dia adik mu, jangan kasar begini," tahan Andri yang melihat kulit putih itu sudah kemerahan karena genggaman tangan Zainal.
"Kenapa? memangnya apa hak mu mencampuri urusan ku, pergi Andri kamu membawa pengaruh buruk untuk Dila," kata Zainal mendorongnya.
"Hentikan mas, jangan bertengkar, ini salah Dila, mas Andri pergi, pergi ...."
Aku terdiam kembali, saat melihatnya berkaca-kaca, gadis kecil itu bahkan tak bisa melawan kakak pertamanya.
Aku bahkan tak bisa melakukan apapun untuk menolongnya, apa aku pantas untuk melindunginya.
Aku memilih menyalakan motorku dan kembali kerumah, dan memilih untuk segera berangkat ke luar kota untuk memenuhi panggilan kerja itu.
Dila hanya bisa diam dan mengikuti mas Zainal, kakak pertamanya itu adalah orang paling keras kepala tapi itu di lakukan untuk melindungi dirinya.
"Mas, aku gak mau menikah ... aku ingin sekolah mas," mohon Dila saat melihat rumahnya begitu ramai.
"Tapi bapak sudah menyetujuinya," jawab Zainal dengan suara dingin.
"Kenapa kalian jahat, dupa baru lulus Mts mas, semua temen-temen Dila sekolah, tapi kenapa Dila harus menikah dengan orang yang tak suka kenal ..." tangis Dila.
"Cukup dek, kamu jangan bikin malu," kata Zainal yang berusaha menghentikan tangisan Dila.
"Mas, Ojo keterlaluan, Dila Iki sek cilik, (mas, jangan keterlaluan, Dila itu masih kecil)," kata Arif yang melihat Zainal yang begitu kasar.
"Arek Iki wes limo las tahun, gak cilik neh, (anak ini sudah lima belas tahun, bukan kecil lagi)," bantah Zainal.
Tak terduga dari dalam rumah terdengar suara ribut-ribut, mereka bertiga pun segera berlari masuk kedalam rumah.
"Kurang ajar, sopo seng ngekei awak mu hak ate nikahno putuku, lek wani patenono bapak mu Iki disek, arek sek sak unu aren mbok nikah ne, koen Iki nduwe utek opo gak, lek gak iso nyekolahno,ben aku seng nyekolahno, (kurang ajar, siapa yang memberikan dirimu hak untuk menikahkan cucuku, kalau berani bunuh bapak mu ini dulu, anak masih kecil begitu mau kamu nikahkan, kamu ini punya otak apa tidak, kalau gak bisa menyekolahkan biar aku yang yang menyekolahkan), " marah dari mbah Sarji, kakek dari Dila.
"Tapi pak, Iki duduk wong liyo, Iki dulure mbak likah, lan Dila iso urep seneng engko, (tapi pak, ini bukan orang lain, tapi ini saudara Mbak likah, Dila bisa hidup bahagia nanti)," bantah ibu Wati, ibu dari Dila.
"Nelongso aku ngedekno anak wedok seng arep ngedol anak e Dewe, koen eroh lek likah iku mesti intuk duwek teko keluarga ne cah Lanang, lek anak mu Nok Kono di sikso, piye! (menyesal aku membesarkan anak perempuan yang mau menjual anaknya sendiri, kamu tau jika Lika itu pasti dapat uang dari keluarga pria , kalau anak mu di sana di siksa bagaimana)!" marah Mbah Sarji yang masih tak habis pikir dengan pemikiran dari putrinya.
Pak Yono pun melihat Dila dan kedua putranya, pak Yono pun berdiri dan menghampiri putrinya Dila.
"Nduk, bapak arep Takon, awak mu arep di nikahno Karo ponakan e bude likah, genduk purun? (nak, bapak mau bertanya, kamu mau di nikahkan sama keponakannya bude Likah, anak cantik mau)?"
"Mboten pak, Dila tasek kepingin sekolah (tidak pak, Dila masih ingin sekolah)..."
"Yawes nduk, lek ngunu bapak pingin eroh awak mu sekolah, dan dadi kebanggaan bapak Yo, (ya sudah, kalau begitu bapak ingin tau kamu sekolah, dan jadi kebanggaan bapak ya)," seru pak Yono yang memeluk putrinya.
Semua pun terdiam, Dila tak mengira jika sang bapak tak ingin melihat putrinya itu terluka.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 175 Episodes
Comments
erma _roviko
Aku mampir walau sedikit telat🥰
2022-05-01
0
Heny Hennay🌻
mampir kk..
salam orang jawa kk🥰
2022-03-15
0
_⸙ᵍᵏKᵝ⃟ᴸ
aku menghadiir walaupun telat wkwkkk
2022-03-03
2