Zahra
"K-Ken ..." lirihnya.
Pria itu juga terperangah, mata Ken tidak bisa menyembunyikan raut keterkejutan yang terpancar jelas-- saat mendapati yang kini ada dihadapan pria itu adalah dirinya.
Ia juga cukup terkejut melihat penampilan Ken sekarang yang tampak urakan. Rambut Ken dibiarkan memanjang dengan stel asal-asalan.
Matanya juga tak sengaja menangkap, jika Ken telah melukis beberapa bagian tubuh dengan tatto permanent.
Tapi, satu yang tetap sama, Ken tetaplah Ken. Pria dingin yang dulu ... tetap mempunyai daya tarik tersendiri dimatanya.
Ia juga cukup cermat untuk mengetahui jika semua yang Ken kenakan adalah barang-barang bagus-- yang tak bisa disembunyikan, walau Ken sudah mencoba menutupi itu dengan penampilan berandalannya.
Mereka saling menatap beberapa detik dalam keheningan, sampai suara seorang lain mulai terdengar.
"Ini, Bos! Cewek ini mau tahu posisi Mesjid. Bos tunjukin dah..." celetuk lelaki kedua-- yang tadi sempat meninggalkannya bersama lelaki pertama.
Ken tampak mengibaskan tangan pada kedua lelaki yang tadi sempat mengusik-- namun akhirnya menolongnya itu. Kedua lelaki itu seperti paham isyarat yang Ken berikan, kemudian mulai beranjak dari tempat itu.
"Ternyata Bos seleranya yang muslimah, ya..." goda lelaki pertama sambil lalu, lelaki itu sempat menyeringai penuh keculasan-- kearahnya dan Ken secara bergantian.
"Kamu tahu dimana Masjidnya?" tanyanya hati-hati pada Ken yang tetap diam tanpa menyapanya itu.
Ken mengangguk tanpa kata. Ia pun menghela nafas lega. Walaupun ia tak tahu kenapa Ken berada di tempat seperti ini dan dipanggil 'Bos' oleh dua lelaki sebelumnya, namun ia tak berani menanyakan hal itu secara langsung pada lelaki es seperti Ken.
"Boleh tunjukkan dimana Mesjidnya?" tanyanya pada Ken.
Lagi, Ken hanya mengangguk.
Ia mulai ingin melangkah sembari mengangkat kopernya sendiri, namun Ken mencegahnya.
"Biar gue aja," kata Ken, tanpa fokus menatapnya.
Ah, kenapa pertemuan ini terasa sangat canggung. Padahal nyaris 10 tahun lamanya tidak bertemu dengan pria ini tapi sikapnya tetap sama seperti dulu. Dingin dan kaku.
Ken mengambil alih kopernya dan membawa itu. Mereka mulai berjalan beriringan menuju arah yang tidak ia ketahui, hanya Ken lah yang tahu kemana akan membawanya sekarang.
Dan entah kenapa, ia percaya saja, karena ia merasa cukup mengenal Ken walau Ken yang sekarang tampak berbeda dari segi penampilan.
Ken ialah salah satu siswa yang pernah mengikuti les privatnya. Ken berada dibawah bimbingannya selama tiga tahun mereka menghabiskan jenjang SMA. Entah kenapa Ken mengajukan diri untuk mengikuti kelas bimbingan belajar bersamanya, padahal menurutnya Ken adalah siswa yang pintar. Namun dari yang ia ketahui, Ken pernah tidak lulus SMP, sehingga dulunya Ken tidak percaya diri untuk belajar sendirian.
Ia dan Ken sempat dekat, bahkan mereka digosipkan berpacaran karena Ken memang bersikap protektif padanya. Walaupun begitu, tidak pernah ada pernyataan kongkrit dari seorang Ken padanya. Baik tentang perasaan pria itu, maupun tentang menanyakan kejelasan hubungan mereka.
Jika boleh jujur, ia memiliki rasa itu pada Ken. Bahkan sejak dulu. Tapi, ia memang tidak pernah tertarik dengan sebuah status pacaran, sehingga ia tetap merasa nyaman dengan hubungan pertemanannya dengan Ken di masa SMA.
Hingga masa putih abu-abu berlalu begitu saja dan ia harus mengikuti study beasiswa di Singapore. Ia tak tahu lagi apa kabar Ken sejak itu, begitupun perasaan pria itu.
Sampai saat ini, perasaannya tetap terpendam dan perasaan Ken hanyalah misteri yang hanya diketahui oleh pria itu sendiri.
"Ini Mesjidnya." Ken meletakkan kopernya di teras Mesjid.
Ternyata, perjalanan mereka menuju Mesjid tadi hanya diisi oleh keheningan, karena ia justru melamunkan masa lalu sementara Ken tetap diam dengan pikirannya sendiri-- yang entah apa.
Tanpa aba-aba, Ken sudah berbalik hendak meninggalkannya begitu saja di depan Mesjid.
"Ken, terima kasih!" ucapnya tulus.
"Hmm..." Hanya itu yang keluar dari bibir Ken.
Kemudian, pria itu berlalu dari hadapannya tanpa pembicaraan yang berarti diantara mereka berdua. Padahal ia berharap Ken akan menanyakan kabarnya, mungkin.
Ia segera tersadar dari pesona Ken yang mampu memporak-porandakan hatinya. Ia melihat jam di pergelangan dan menyadari hari semakin beranjak sore.
Gegas ia memasuki area Mesjid untuk menunaikan ibadah sholat Ashar.
..._____...
Ken meninju tiang penyangga saat tiba di basecamp. Bagaimana mungkin hari ini dia bertemu dengan gadis dari masa lalunya? Sepertinya semesta memang sedang ingin bermain-main dengannya. Mempermainkan perasaannya.
"Kenapa Bos?" Suara cempreng yang menyapa Ken adalah milik Ruli, preman pasar yang tadi memanggil Ken untuk menanyakan posisi Mesjid.
Ken tak menyahuti pertanyaan Ruli, hanya memberikan tatapan tak senang pada lelaki itu.
"Apa galau karena cewek tadi, Bos? Gue denger tadi, dia nyebut nama Bos. Kayaknya saling kenal, ya?" timpal Basro, lelaki satu ini yang tadi sempat menggoda gadis ditepi jalan, yang ternyata Ken justru mengenali gadis tersebut.
Sebenarnya Ken sempat melihat Basro menggoda gadis itu, hanya saja dia tak menyangka jika gadis yang digoda Basro adalah Zahra. Damned!
Ken mendengkus keras, memilih tetap bungkam pada lelaki bertubuh tambun itu.
"Kalau feeling gue nih, ntu cewek dedemenannya si Bos!" kata Ruli yang terus mengoceh.
"Gue rasa juga gitu sih, Rul. Tatapannya beda kan!" timpal Basro, membuat kepala Ken semakin pening.
"Berisik lo pada! Gue pulang!" ucap Ken dengan nada jengkel.
Kepergian Ken dari Basecamp pun diiringi gelak-tawa oleh dua lelaki yang hobi mencibir itu.
Ken berjalan sedikit cepat, tiba-tiba teringat Zahra yang sempat ditinggalnya di Mesjid tadi. Seharusnya sekarang Zahra sudah siap menunaikan Sholat yang hanya beberapa menit saja kan?
Ken pun kembali ke Mesjid, ingin memastikan gadis itu benar-benar telah pergi dari kawasan ini.
Ken berjalan dengan langkah lebarnya yang cepat, ingin melihat apakah Zahra telah pergi atau belum.
Ken sedikit berlari untuk menuju Mesjid yang sebenarnya posisinya tak begitu jauh dari tempat nongkrongnya.
Saat Ken tiba di depan Mesjid, ternyata Zahra masih disana. Gadis itu sedang mengenakan sepatunya di undakan tangga kecil didepan teras tempat ibadah itu.
Ken memandangi wajah Zahra dari jarak tak sampai 3 meter. Entah apa yang Ken pikirkan mengenai gadis itu. Tatapannya dalam dan tampak serius.
Ken sadar, Zahra bukan lagi remaja SMA yang penuh pesona, melainkan sudah berubah menjadi gadis dewasa yang dapat membius mata para pria.
Kenapa Ken harus kembali ke Mesjid dan melihati gadis itu? Ah, buang-buang waktu saja!
Zahra sudah terlihat menarik kopernya, tapi lagi-lagi entah kenapa Ken juga mengambil gerak cepat dan sigap melangkah, Ken menghadang langkah gadis berkerudung biru itu.
"Gue aja yang bawa!" ucap Ken. Intonasi suaranya terdengar bergetar.
Ken menahan koper yang akan diangkat oleh Zahra dengan tangan mungil gadis itu.
"Ken? Aku pikir tadi kamu sudah pergi," jawab Zahra dengan mata membola.
"Y-ya, tadi gue pergi..." kata Ken.
"Dan sekarang kembali lagi?" tanya Zahra.
Ken menggeleng cepat. "Bu-bukan, gue ada urusan lewat sini. Terus ngelihat lo lagi," jawabnya, padahal dia tidak tahu urusan apa yang dimaksud oleh perkataannya itu.
"Oh ..." Zahra tampak manggut-manggut.
"Lo mau kemana?" tanya Ken dengan niat basa-basi.
"Tadi niatnya mau ke Panti, tapi macet didepan. Mana belum sholat ashar." Zahra tersenyum kecil.
"Sekarang jadi ke pantinya?" Ken justru bertanya lagi.
Zahra menggeleng. "Udah kesorean, besok aja deh."
"Jadi sekarang mau kemana?" Tanya Ken lagi dan Zahra justru terkekeh.
"Kenapa tertawa?" tanya Ken keheranan.
"Kamu... gak biasanya banyak omong kayak gini, rasanya udah lama banget gak denger kamu ngomong dengan banyak kalimat," celoteh Zahra diakhiri dengan kekehannya.
Ken hanya tersenyum miring, ucapan Zahra memang ada benarnya dan sebenarnya hanya pada gadis inilah dia bisa mengeluarkan banyak kata dan kalimat, tapi itu dulu, 10 tahun yang lalu.
"Gak penting banget pembahasan lo!" gumam Ken.
Zahra terkikik geli. "Ya udah, gak usah dibahas kalau gitu," ucapnya.
"Lo mau kemana? Biar gue anterin!"
"Serius kamu mau nganterin?" tanya Zahra dengan mata membulat.
"Iya ... anter ke Taxi!"
Zahra terdiam, kemudian bersuara kembali di beberapa menit berikutnya. "Aku bisa sendiri, Ken ..."
"Disini kawasannya gak baik buat lo! Udah mau gelap juga."
Zahra tersenyum. "Makasih,"
"Makasih untuk apa?" tanya Ken mengernyit.
"Makasih, ternyata kamu masih peduli sama aku," jawab Zahra pelan.
Ken diam dan tak menyahuti lagi ucapan Zahra. Mereka pun hanya berjalan bersisian menuju jalan utama dan Ken menyetop Taxi yang lewat untuk Zahra naiki.
Pertemuan kembali itu pun berakhir sampai disitu, tak ada yang tahu kapan mereka bisa bertemu lagi.
Sebenarnya ada banyak hal yang ingin Zahra tanyakan pada Ken, tapi melihat sikap Ken yang masih sama seperti dulu, bahkan nyaris lebih dingin dan kaku sekarang, Zahra jadi urung menanyakan hal lainnya pada pria itu.
...Next?...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 128 Episodes
Comments
Mah Arga
oh jadi Zahra g mau Nerima Frans karena suka sma Ken
2022-06-29
0
Anah Azzahra
jangan² beasiswa Zahra kuliah di Singapura atas rekomen Ken 🤔 entahlah... lanjut baca
2022-03-08
0
Anah Azzahra
makin seru ceritanya
2022-03-08
0