Dalam dunia berandal, siapa yang tak mengenalnya? Ia seorang ketua geng yang sedang ramai diperbincangkan saat ini. Sangat ditakuti, namun juga sangat disegani. hampir sebagian masyarakat tahu, jika keonaran yang dibuat oleh geng-nya adalah bentuk kepedulian terhadap orang-orang menengah kebawah. Ia akan berdiri paling depan tatkala banyak mafia tanah yang ingin merebut paksa dan mengsengketakan tanah atau bangunan milik penduduk.
Ia juga memberi makan anak-anak jalanan yang terlantar, lalu membebaskan mereka untuk tinggal di yayasannya. Yayasan itu ia bangun dengan uang pribadinya, dengan tujuan menampung Jompo, Yatim Piatu, serta orang-orang yang tak punya tujuan pulang. Kegiatan amalnya itu tak banyak diketahui orang, ia melakukannya dengan ikhlas dan atas keinginannya sendiri.
Tidak hanya kebaikan hati yang terbalut di tampang berandalan, tapi dari segi fisik, Tuhan juga menganugerahkannya sesuatu yang nyaris sempurna. Raut elok dengan wajah asli indonesia yang eksotik, hidung bangir dengan rahang yang tegas, bibir tipis yang terukir, tubuh tinggi yang atletis, serta senyuman mautnya yang menawan.
Namun sayang, karena semua kelebihannya itu pula, ia tampak sulit untuk ditaklukkan. Tidak, bahkan untuk menyapanya saja akan terasa susah, karena hanya dengan melihatnya saja, orang lain akan langsung segan untuk bertutur dibawah sorot matanya yang tajam.
Dialah Kendra Winarya, pria yang termahsyur dengan sikap dinginnya di seantero jagad jalanan.
Hampir lima puluh lima persen orang yang baru melihatnya, langsung menganggapnya adalah Pria es batu yang dingin. Serta empat puluh lima persen sisanya, menganggapnya pria yang kaku layaknya kanebo kering.
Tapi, untuk orang yang benar-benar mengenalinya, akan tahu bahwa ia adalah pria yang hangat dan punya jiwa humor yang lumayan.
Penilaian tentangnya bukan hanya sampai disana saja, selalu ada desas-desus atau berita terhangat tentang sang ketua geng tampan itu.
"Ken itu anak pengusaha terkenal."
Itu adalah gosip yang sering terdengar dikala ia berada di basecamp-nya bersama kawan satu geng-nya.
Lain cerita jika ia berada dalam lingkup keluarga atau relasi bisnis sang Ayah. Ulasan tentangnya, akan menjadi salah satu topik pembicaraan yang hangat, maybe.
"Ken membuat banyak wanita patah hati."
"Sulit dipercaya, Ken tidak tertarik dengan gadis-gadis cantik yang sering mendatanginya."
"Tidak mungkin, Ken pasti mendatangi mereka juga. Dia kan seorang playboy."
"Atau justru kanebo kering itu seorang penyuka-sesama-jenis?"
"ITU...TIDAK MUNGKIN..."
"Ken memang tampan sekali. Tidak ada yang tidak tertarik padanya. Bahkan yang sesama pria pun mungkin akan tergoda."
"Seorang Ken memang layak dinobatkan sebagai badboy termahsyur tahun ini."
Percakapan semacam itu, adalah makanan sehari-hari untuknya. Namun, ia tetap santai menanggapinya. Ralat, bukan menanggapi, lebih tepatnya mengabaikan semua itu.
Saat ini, ia tengah mengunjungi kantor utama Ayahnya. Dan ia tahu kedatangannya kesini akan selalu memancing banyak orang untuk bergunjing, tertutama kalangan para gadis dan wanita, baik yang muda sampai yang tua.
Mungkin, penampilannya akan berandalan diluar sana. Tapi jika ke kantor sang Ayah, ia masih bisa menyesuaikan diri dengan berpakaian rapi. Maka dari itu, desas-desus tentangnya akan santer terdengar di sepanjang langkah kakinya yang menapaki kantor sang Ayah.
Ia cuek, berjalan lurus kemudian berbelok diujung koridor. Ia mengetuk pintu lalu memasuki ruang kebesaran sang Ayah setelah dipersilahkan masuk oleh sang empunya ruangan.
"Ken, berhentilah dengan kegiatan anehmu itu, Nak. Lanjutkan usaha Papa saja, Papa akan pensiun," Kata Bagas, Sang Papa yang menyambut kedatangannya di kantor pria itu.
Ia menggelengkan kepala. "Tidak, Pa. Aku tidak mau bergantung dengan usaha Papa. Lagipula semua ini akan menjadi boomerang untuk hidupku," jawabnya.
"Selalu begitu alasanmu, Ken." Sang Papa berdecak lidah.
Ia sadar, jika ia menerima usaha Papanya begitu saja, maka itu hanya akan membuat api yang dulu sempat menyala antara ia dan Frans kembali berkobar, karena yang ia inginkan adalah lebih dari sekedar kobaran api saja, ia menginginkan yang lebih. Sebuah kebakaran, maybe.
"Lalu, Papa akan mewariskan usaha ini untuk siapa, Ken?" Tanya sang Papa serius.
Ia bersedekap dan memayunkan bibir, kemudian hanya mengangkat bahu cuek.
"Kalau kamu gak mau, biar Frans yang menggantikan Papa," ucap Papanya kemudian.
Ia terkekeh. "Itu memang harapan terbesar Frans dan Tante Irene, Pa," jawabnya santai.
"Jadi gimana? Kamu yang gak mau menerima ini. Papa harus apa?"
"Aku lebih suka usaha Papa diberikan pada Asisten Papa itu daripada Frans." Jawabnya enteng.
Sang Papa pun hanya geleng-geleng kepala mendengar usulnya yang dinilai asal sebut saja.
"Kamu jangan main-main terus, Ken! Kenakalan remajamu sudah harus dihilangkan. Kamu sadar kan umurmu sekarang berapa?"
"Hmmm ..."
"Asisten Papa itu sudah lain jurusan, Ken. Papa mendirikan usaha ini dengan susah payah. Lagipula, Papa bukan cuma ingin mempertahankan usaha saja, tapi Papa juga memikirkan nasib para pekerja yang bergantung di perusahaan Papa. Kalau kamu seenaknya saja menunjuk orang yang tidak berkompeten untuk meneruskan usaha Papa, itu sama saja meletakkan perusahaan ini diujung tanduk, kemudian banyak orang yang akan kehilangan mata pencaharian jika perusahaan ini bangkrut!"
"Mereka masih butuh pekerjaan dan bisa kamu bayangkan jika tiba-tiba mereka tidak bekerja lagi? Ingat Ken, Papa bukan cuma mengemban tugas untuk mencari keuntungan, tapi disini banyak orang yang bergantung untuk mencari nafkah untuk keluarganya," imbuh sang Papa panjang lebar.
"Tapi aku juga tidak berkompeten dalam bisnis Papa ini ..." jawabnya singkat.
"Setidaknya kamu masih punya latar belakang bisnis. Kamu pernah kuliah management bisnis jika kamu lupa," kata Papanya dengan intonasi sedikit menanjak.
Ia hanya diam tak menjawab. Keadaan pun menjadi hening sejenak dan ia lebih memilih berkutat pada ponselnya.
Dari sudut matanya, ia tahu bahwa Papa terus menatapi anak semata wayangnya ini, yang selalu cuek tentang semua usaha dan bisnis sang Ayah. Mau bagaimana lagi, ia kekeuh dengan pendiriannya dan nekat membuka usaha bengkel mobil sendiri, tanpa meminta bantuan dari pria yang bergelar Ayahnya itu.
"Lagian, mau sampai kapan kamu begini, Ken? Bengkel mobilmu itu juga gak akan menjamin hidupmu menjadi lebih baik. Melanjutkan dan mengembangkan usaha Papa, jauh lebih baik ketimbang usahamu itu."
Ia mengalihkan atensinya dari ponsel untuk menatap sang Ayah yang sudah bernada naik.
"Jangan remehkan usahaku, Pa!" jawabnya tegas.
"Tapi itu benar, lebih bagus kamu kembangkan usaha Papa didunia New Aplikasi. Semua ini semakin booming sekarang, kamu bisa merancang ide baru untuk dimuat di Aplikasi kita," kata Papa terdengar agak pongah.
Ia geleng-geleng kepala. "Nggak!" Jawabnya singkat lalu kembali fokus menekuri ponselnya.
Terdengar Papa menghela nafas panjang. "Lusa, Frans akan pulang dari Singapore," celetuk pria tua itu.
"Hmm, momen yang pas," sindirnya, mengingat jadwal kepulangan Frans bertepatan dengan sang Papa yang hendak pensiun dari masa jabatannya.
"Frans mengatakan akan sekalian mengenalkan calon istrinya nanti."
Ia mengernyit dan tersenyum miring pada sang Ayah. "Dia akan menikah?" Tanyanya berubah antusias, tiba-tiba ide gila terlintas dikepalanya. Mungkin membuat adik tirinya patah hati akan sangat menyenangkan.
Mungkin sang Papa menyadari senyumannya yang penuh maksud. "Ken, kalian bukan anak-anak lagi, akhirilah perang dingin kalian selama ini," kata Papa memperingati.
"Perang dingin?" Tanyanya diakhiri dengan tawa yang nyaring.
"Bagaimana bisa Papa mengatakan jika selama ini kami sedang perang dingin? Dia bahkan membuatku tidak lulus SMP, dia membuat masa remajaku hancur, dia membullyku, menyebabkan aku tak punya kawan baik," katanya lagi dengan cepat.
"Kamu gak lulus karena kamu yang gak fokus sekolah, Ken..."
"Aku gak fokus karena perbuatan anak tiri Papa itu!" Dengkusnya.
Sang Papa terdiam dan menghela nafas pelan. "Sudahlah, itu masa lalu. Apa kamu gak bisa memaafkan dia?" Tanyanya.
"Memaafkan? Dia bahkan gak pernah minta maaf padaku!"
Papa menggeleng pelan melihat tingkahnya yang keras kepala.
"Papa rasa itu wajar, kalian masih remaja saat itu dan memiliki kenakalan masing-masing."
Ia diam, menjelaskan pada sang Ayah hanya akan membuang waktu saja. Sudah bela-belain mengunjungi ke kantornya malah berujung pembahasan yang sama tentang Frans, menyebalkan!
"What ever..." Katanya malas.
"Jangan ada hal aneh yang kamu lakukan menjelang kepulangan Frans. Jangan gagalkan acara perkenalan dengan calon istrinya nanti!" kata Papa memperingati kembali.
"Ya, aku gak akan melakukan hal aneh menjelang kepulangannya. Aku juga gak akan menggagalkan acara perkenalan itu. Tapi, aku akan menghancurkan si brengsek itu, menjelang pernikahannya." Batinnya penuh dendam.
"Kamu dengar Papa kan, Ken?"
Ia menganggukkan kepalanya sebagai tanggapan untuk sang Ayah.
"Bagaimana jika kamu menikah juga, Ken?" usul Papa tiba-tiba yang terdengar akward ditelinganya.
Ia pun tertawa kencang. "Papa menyuruhku menikah? Hahaha..." Jawabnya disertai tawa yang tiada henti.
"Kenapa? Apa yang lucu dari hal itu?"
"Aku ini pria breng sek, Pa. Gak jauh beda lah sama Papa," jawabnya sekenanya.
"Jaga bicaramu, Ken!" Kata Papa tegas.
"Kenapa Papa marah? Jika aku berkiblat pada kebiasaan Papa yang memiliki banyak kekasih, apa itu salah?" Tanyanya enteng.
Papa berdiri dari duduknya, kemudian menyorotinya dengan tatapan tajam.
"Jangan atur aku soal pernikahan, Pa. Jangan..." Ia menggeleng-gelengkan kepalanya, bahkan menaikkan telunjuk dan menggerakkannya didepan sang Ayah.
"Aku akan menikah jika sudah saatnya. Atau jika aku memutuskan untuk tidak menikah, itu bukan urusan Papa." Katanya tersenyum smirk.
Papa terdiam. Sedikit banyak, ucapannya adalah benar adanya. Mungkin juga, harga diri Papa cukup tertampar sebab perkataannya tadi.
Tapi ia tak peduli, kenyataannya memang begitulah Papanya. Setelah menikah dengan Tante Irene pun, Papa tetap memiliki kekasih yang lain. Sudah hobi dan belum berhenti, bahkan saat usia yang sekarang sudah melewati setengah abad.
Jika dulu Mama kandungnya memilih tidak bertahan, berbeda dengan Tante Irene yang masih berada disisi Papa walau sudah tahu tabiat buruk Papanya itu.
"Papa hanya mau hidupmu terarah, Ken. Setidaknya jika kamu menikah, kamu akan menjadi lebih baik lagi dan memikirkan usaha yang Papa wariskan," kata sang Papa melirih.
Ia tertawa sumbang. Sedetik kemudian ia berdiri juga dari kursinya. "Apa setelah Papa menikah hidup Papa jadi terarah?" Sindirnya sengaja.
"Setidaknya, walau itu tak berlaku bagi Papa tapi mungkin itu berpengaruh untuk hidupmu, Ken. Papa hanya ingin kamu jadi lebih baik."
Ia tersenyum kecil. Sepersekian detik berikutnya ia kembali berkata singkat. "Ken permisi, Pa." ujarnya.
Ia pun berlalu tanpa mau mendengar jawaban dari mulut pria yang berstatus Ayahnya itu.
...Bersambung......
...Berikan Love, Vote, Like, Hadiah dan Komentar yuk di Novel terbaru othor♥️...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 128 Episodes
Comments
🦋𝖀𝖓𝖓𝖎𝖊 𝕰𝖛𝖎🍀
dengan mudahnya Ken membalikkan kata kata papanya
2023-01-13
0
Nuraini
langsung jatuh ❤ akutuh... moga ceritanya byk kejutan kaya novel sebelumnya thor
2022-08-26
0
Anah Azzahra
setia dg mu Thor... aku bacanya nunggu bab agak banyakan,,biar bisa maraton,,biar masuk dg ceritanya🥰🥰🥰
2022-03-07
1