Duduk di bawah sinar rembulan dengan diterangi lampu yang temaram membuat dia bisa memikirkan semua masalahnya dengan jernih. Tanpa di sadari ada sepasang mata sedang memandang kearahnya.
"Itu kan laki-laki yang tempo hari menabrak punggung ku di swalayan," ujar Nana dalam hati.
Nana berjalan lebih mendekat, untuk memastikan benarkah yang dia lihat. Namun, tak disangka kakinya tersandung batu dan hampir saja terperosok keselokan.
"Aduh... Kaki Ku." Nana memegang kakinya yang sakit.
Rey yang mendengarnya juga langsung menoleh ke arah sumber suara. Dia segera berdiri dan menghampiri Nana yang sedang kesakitan.
"Hati-hati, Mbak!" Ucap Rey
"Iya,terimakasih." Nana menatap pria itu.
Dan...
"Kamu...!" ucap keduanya bersamaan.
"Maaf!" Nana berdiri dan hendak pergi, namun di cegah oleh Reyhan.
"Tunggu!" Rey sambil memegang lengan Nana.
Tanpa bersuara Nana melihat tangan yang dipegang oleh Rey, merasa mendapatkan tatapan yang tak wajar, Rey langsung melepas tangan itu.
"Maaf," ucap Rey lirih.
"Bisa kita ngobrol sebentar?" Tanya Rey
Tanpa bersuara Nana hanya mengangguk, sebagai tanda dia setuju dengan ajakan Rey.
"Duduk di kursi itu saja!" Rey sembari menujuk kursi yang tadi dia tempati.
Setelah duduk keduanya hanya terdiam hingga beberapa saat, tak ada satupun yang buka suara. Hingga akhirnya Nana menoleh ke arah Rey. Membuat Rey buka suara.
"Maaf, boleh kita kenalan dulu?" Tanya Rey dengan sopan.
"Saya, Reyhan." Rey mengulurkan tangannya.
"Hanna, panggil saja Nana, balas Nana dengan mengatupkan kedua tangannya.
Rey segera menarik tangannya, baru kali ini dia mengenal wanita yang begitu sopan, walaupun usianya jauh di bawah dia, itu yang ada di dalam pikirkan Rey.
"Bolehkah saya bertanya?" Rey dengan sopan meminta izin kepada Nana untuk bertanya.
"Iya, silahkan. Selama saya bisa jawab saya akan jawab," ucap Nana.
"Maaf, untuk kejadian yang di swalayan," ucap Rey lirih.
"Sama-sama," jawab Nana datar.
"Apa masih ada yang sakit?" Tanya Rey lagi.
"Sudah tidak lagi," ujar Nana.
"Sudah semalam ini apa yang Nana lakukan di tempat yang sepi, apa Nana tidak takut?" Rey memulai pertanyaan.
"Sebenarnya saya mau pulang, rumah saya juga tidak terlalu jauh dari sini. Tapi karena ada beberapa hal yang harus saya selesaikan jadi saya masih disini," jawab Nana.
"Oh," jawab Rey.
"Anda sendiri sedang apa disini?" Tanya Nana.
"Sedang merenungi nasib yang tak kunjung ada penyelesaiannya," ucap Rey.
Nana mengernyit mendengar jawaban Rey.
"Kenapa bisa begitu?" Tanya Nana.
Tak ada jawaban dari Rey, membuat Nana jadi menyesal telah bertanya.
"Maaf, kalau saya salah bicara, saya harus pulang. Mama pasti sudah khawatir," pamit Nana.
"Mari saya antar," tawar Rey.
"Tidak usah, dekat kok," tolak Nana secara halus.
"Terimakasih sudah menolong saya, tadi.
"Assalamu'alaikum." Nana melangkah pergi.
"Waalaikumsalam." Rey berdiri mengantarkan kepergian Nana, dia menatap kepergian Nana yang semakin menjauh hingga tak terlihat lagi.
Rey masuk kedalam mobil mewahnya, duduk bersandar di belakang kemudi, tanpa dia sadari sejak pertemuannya dengan Nana tadi membuat dia senyum-senyum sendiri.
Membayangkan bagaimana bahagianya dia jika menikah dengan seorang wanita yang lemah lembut seperti Nana.
'Wah, lupa lagi! nggak minta nomor ponselnya." Rey sambil mengacak rambutnya.
'Nanti lah kalau ketemu lagi, Bismillah bisa ketemu dia lagi. NANA nama yang bagus," Rey sambil terus tersenyum.
Rey mengendarai mobilnya dengan kecepatan sedang, sambil menikmati suasana malam yang mulai lenggang dia terus tersenyum mengingat pertemuannya dengan Nana.
Sementara Nana, yang telah sampai di kediamannya berusaha memberikan alasan yang tepat untuk sang Mama. Dia tidak ingin membuat sang Mama terluka.
Mendapatkan pekerjaan adalah harapan sang Mama, karena setelah kematian ayahnya Nana menjadi tulang punggung keluarga.
"Gimana,Sayang! Di terima kerjanya?" Tanya mama Rika.
"Maaf, Ma! Nana nggak jadi interview, bosnya ternyata mencari sekretaris cowok, jadi ya... Nana menjeda ucapannya.
" Ya, sudah. Yang sabar ya, pasti ada rezeki di tempat yang lain," sahut sang mama memberi semangat kepada Nana.
"Iya, Ma!" Nana menghambur memeluk mama yang amat dia sayangi itu.
"Maafkan Nana ya, Ma! Belum bisa menjadi kebanggaan mama." Nana semakin memeluk erat mamanya.
Nana hanya menerima sebuah anggukan dari sang mama.
Seusai itu, Nana beranjak ke kamarnya, membersihkan diri sebelum akhirnya dia beristirahat di ranjang favoritnya itu.
Dilihatnya layar ponsel, tak ada apapun disana, hanya bekas panggilannya dengan papa Aqila dan Hafiz saja yang masih tersimpan di sana.
'kok ada,ya! Orang yang setega itu menelantarkan anak kandungnya sendiri. Mana mereka masih kecil lagi. Muda-mudahan mereka dalam keadaan baik-baik saja.' Nana bermonolog mengingat kejadian siang tadi.
***
Tepat jam sepuluh malam, Ria keluar dari rumahnya, dengan pikiran yang tak menentu menuntunya pergi ketempat hiburan malam. Tanpa basa basi lagi Ria langsung bergabung dengan teman-teman sosialitanya yang sering nongkrong di sana.
"Hai, tumben loe main?" Tanya Ayu.
"Suntuk gue dirumah, yang ada ribut terus sama tu laki tak guna." Ria sambil meneguk minuman yang baru saja tersaji di mejanya.
"Kalau bukan karena suami loe, tu harta juga nggak bakalan jadi milik loe, tau!" Ayu dengan suara sedikit meninggi.
"Iya, sih! Bener juga. Tapi gue uda nggak butuh lagi sama dia. Jadi, gue suruh aja dia pergi dari hidup gue," Ria dengan dengan nada menggebu.
"Kalau sama gue, loe masih butuh nggak!" sahut seseorang dari arah belakang Ria.
Dan begitu Ria menoleh...
🤗
Hayo siapa lagi tu yang datang🤭... Ditunggu up selanjutnya ya gaesss.
🍂🍂🍂🍂🍂
Terimakasih, jangan lupa fav, Like, komennya ya gaess, jaga kesehatan, jangan lupa bahagia😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 109 Episodes
Comments
oyen
cem ceman nya ria tu
2022-04-26
1
SriHarmanto
siapa itu...
2022-04-25
1
◌ᷟ⑅⃝ͩ●⍣క🎸BuNdAιиɑ͜͡✦●⑅⃝ᷟ◌ͩ
siapa?
2022-04-21
1