Hari-hari Sindy yang masih bertahan di rumah sakit bersama dengan dokter Alan. Setiap kali dokter Alan ingin mendekati gadis ini, Sindy selalu menghindar. Hingga bulan ketiga ketika masa magangnya akan berakhir ada sesuatu yang membuat Sindy sempat oleng ketika melayani pasien yang saat itu sedang melahirkan.
Setelah membereskan seorang ibu muda yang melahirkan secara normal Sindy bergegas keluar ruangan. Ia ingin merasakan udara segar karena di dalam kamar bersalin tadi sempat membuatnya mual melihat banyaknya darah pasien. Biasanya ia kuat menghadapinya namun entah mengapa ia sangat merasa hari ini dirinya tidak bisa menahan rasa mual yang berlebihan.
Setelah meneguk air putih, Sindy duduk di taman untuk menenangkan perasaannya. Di tengah pikirannya yang kalut, tiba-tiba ia ingat akan sesuatu dimana dirinya saat sedang tidak baik-baik saja.
"Astaga, aku baru ingat hampir dua bulan ini siklus menstruasinya belum datang. Ya Allah jangan sampai ini terjadi." Sindy buru-buru ke loker tempat penyimpanan tes pack yang biasa diberikan kepada pasien.
Ia masuk ke kamar mandi untuk melakukan pengecekan atas kecurigaannya. Alhasil apa yang sangat ia takuti kini terjadi. Ia menggenggam tes pack yang bergaris dua itu dengan sangat erat seakan ia ingin meremuknya untuk menyalurkan kekecewaannya pada dokter Alan.
Ketika makan siang tiba, ia tidak ingin bergabung dengan yang lainnya. Ia menghubungi dokter Alan untuk menyampaikan keadaan dirinya yang saat ini sedang hamil.
Dokter Alan yang merasa kesenangan bisa berduaan dengan Sindy menunda makan siangnya karena gadis itu akan menemuinya ruang pribadinya.
"Aku sangat senang Sindy ketika kamu ingin bertemu denganku disini." Dokter Alan hendak mengecup bibir Sindy namun gadis ini memalingkan wajahnya sehingga dokter Alan sangat kesal dengan dirinya.
"Aku ingin bicara serius dengan Anda dokter." Ucap Sindy lalu duduk di sofa dengan wajah tertunduk dengan menahan air matanya yang hampir tumpah ruah.
"Oh tentu sayang, aku sangat merindukan obrolan kita yang hangat tapi sayangnya kamu selalu menghindariku." Dokter Alan bangkit lalu mendekati gadisnya.
"Apa yang ingin kamu katakan, apakah ini mengenai hubungan kita?" Tanya dokter Alan seraya menggenggam tangan Sindy yang saat ini terasa sangat dingin.
"Aku hamil anak anda Tuan." Sindy menyerahkan respect miliknya pada dokter Alan.
"What?" Suara dokter Alan sedikit meninggi saat tahu Sindy hamil anaknya." Ia kemudian memiliki ide cemerlang untuk sekali lagi menjebak Sindy." Aku akan menikahimu kecuali kamu mau melayani aku lagi sayang supaya janinmu makin kuat, bagaimana?"
"Kalau caramu seperti ini, aku akan mengadukan kepada semua orang bahwa kamu telah memperkosaku sampai aku hamil."
"Lakukan saja apa yang kamu mau, aku tidak akan mengeluarkan nilaimu selama kamu magang di sini." Dokter Alan mengancam balik Sindy membuat gadis ini menyipitkan matanya melihat lelaki brengs*k yang duduk dihadapannya saat ini.
"Kau hanya seorang bajingan yang berkedok dokter untuk menghancurkan hidup orang lain, dasar manusia terkutuk." Umpat Sindy lalu meninggalkan ruang pribadi dokter Alan dengan hati yang remuk redam menahan emosinya yang hampir meledak.
"Dasar lelaki sialan, bisa-bisanya kamu ingin memanfaatkan aku dengan sejuta omong kosongmu itu." Gerutu Sindy yang tidak bisa menahan kekesalannya sambil membawa motornya menuju kosannya.
Setibanya di kos, ia terus memutar otaknya mencari solusi untuk bisa menghancurkan dokter Alan.
"Ya Tuhan apa yang harus ku lakukan pada lelaki bren*"sek itu. Aku terlalu bodoh sampai terjebak dalam permainan kotornya. Gairah cinta sesaat telah menghancurkan masa depanku yang sudah menunggu di depan mata." Sindy menghela nafas berat. Sesak di dadanya tak kunjung membaik.
Tidak berapa lama ia pun tertidur melupakan segala lara dihatinya.
🌷🌷🌷🌷
Malam terakhir Sindy membantu dokter Alan memeriksa semua pasiennya yang malam itu sangat padat pengunjungnya. Sindy yang lagi hamil dua bulan lebih ini sedikit kewalahan menangani pasien karena dirinya sendiri juga butuh istirahat. Dokter Alan sendiri tidak mau mengerti keadaan Sindy yang tengah hamil anaknya. Ia terus memaksa gadis itu untuk membantunya hingga semua pasien berangsur angsur selesai.
"Huhhh!" Pegalnya," Sindy mengerakkan kepalanya ke kanan dan kiri untuk merilekskan tubuh dan pikirannya yang sangat kelelahan.
Iapun duduk lalu menghabiskan sebotol air mineral yang sengaja ia bawa sendiri di dalam tasnya.
"Tok...tok!" Pintu itu diketuk dari luar yang ternyata salah satu OB yang membawakan nasi boks dan satu kotak martabak yang dipesan dokter Alan untuk mereka berdua.
"Terimakasih pak Edy" Ucap Sindy yang mengambil makanan itu dari tangan pak Edy yang merupakan OB rumah sakit.
Sindy meletakkan makanan itu lalu menuju ke kamar mandi untuk membersihkan wajah dan juga tangannya agar lebih fresh.
Di saat ia di dalam kamar mandi, dokter Alan menaburkan obat penggugur kandungan ke dalam martabak keju yang sengaja dipesannya untuk Sindy.
Setelah mengusapkan wajahnya dengan handuk kecil, Sindy keluar untuk menemani dokter Alan makan malam seperti biasanya.
"Terimakasih Sindy atas bantuanmu selama tiga bulan di rumah sakit ini. Hari ini tentunya kamu sangat kelelahan karena ini malam terakhir kita bersama setelah itu kamu lebih banyak tinggal di rumah." Dokter Alan memulai obrolan di sela-sela mereka menikmati makan malam berupa nasi goreng seafood tersebut.
"Cih, kamu bahkan tidak memberikan waktu untukku beristirahat sedangkan kamu tahu aku sedang mengandung anakmu, dasar ayah kurang ngajar." Umpat Sindy sambil melirik ke arah dokter Alan yang menikmati makanannya.
Setelah beberapa menit kemudian, Sindy sudah selesai dengan makanannya lalu dengan tenangnya ia membuka bungkusan yang satunya yang ia sudah tahu itu adalah martabak kesukaannya yang biasa dibeli oleh dokter Alan jika dirinya menginginkan makanan itu.
Sindy menikmati hidangan penutup itu tanpa rasa curiga. Dokter Alan yang melihat Sindy melahap martabak itu tersenyum penuh kemenangan karena telah berhasil mengugurkan kandungan kekasih gelapnya ini.
"Maafkan aku Sindy, aku tidak ingin orang lain akan tahu skandal kita dan resikonya reputasi rumah sakit ini akan dipertaruhkan." Ucapnya membatin.
"Terimakasih dokter sudah membelikan martabak kesukaanku, oh ya kapan anda akan menikahiku, aku tidak ingin menikah jika perutku makin membesar." Ucap Sindy menatap sendu wajah dokter Alan.
"Secepatnya sayang, aku akan menikahimu, yang penting saat ini kamu harus fokus pada kehamilanmu agar selalu sehat." ucap dokter Alan sambil melihat jam di pergelangan tangannya.
Selang sepuluh menit, Sindy merasakan perutnya mulai terasa mulas seperti kontaksi sedang menyerang rahimnya.
"akkkhhh!" Pekik Sindy disusul keringat dingin mengucur deras di pelipisnya.
"Kenapa sayang?" Tanya dokter Alan pura-pura panik.
"Aduh perutku dokter, ini sangat sakit!" Ucap Sindy sambil memegang perutnya dengan tubuh membungkuk menahan sakit.
Dokter Alan segera menggendong tubuh Sindy lalu dibaringkan ke brangkar pasien. Ia kemudian mengambil obat bius untuk membuat gadisnya tidak sadarkan diri.
"Apa yang anda lakukan?" Tanya Sindy ketika dokter Alan menyuntikkan obat anastesi tersebut ke lengan Sindy membuat gadis itu seketika lemas dan memejamkan matanya.
"Tenang sayang, sebentar lagi aku akan mengeluarkan anak haram itu dari rahimmu." Ujar dokter Alan tersenyum menyeringai menatap wajah cantik Sindy yang sudah diam membisu dengan nafas yang teratur.
Dokter Alan mempersiapkan semua alat medis yang khusus untuk melakukan kuret pada kandungan Sindy untuk mengeluarkan calon bayinya sendiri yang telah ia semaikan pada rahim gadisnya.
Karena sangat takut dengan reputasinya yang akan hancur ditambah lagi akan mendapatkan ancaman dari keluarganya apabila ia memiliki affair dengan seorang wanita khususnya di rumah sakit milik keluarganya itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments
Lina ciello
🤬😡😤
2024-06-17
0