Fyi : Cerita Yashinta ini sudah aku simpan di draft sejak 2020. Dulu aku adalah Exol. Fans EXO, grup k-pop dari agensi SM Entertainment yang debut 8 April 2012 lalu.
Itu kenapa kalian menemukan nama 'Sehun' di beberapa karyaku, salah satunya di My Eternal Enemy. Cause he is my ultimate bias yang nggak akan tergantikan oleh siapapun.
***
"Ka, gue nebeng mobil loe, yah." Aris setengah berlari mengejar Kafka setelah bubar sekolah, Kafka nampak menghentikan langkah dan berbalik menghadapnya.
"Kenapa?" tanya Kafka setelah berhadapan dengan Aris yang terlihat mengatur napasnya yang berantakan.
"Gue nebeng ke lapangan."
"Gue sama Yashinta,"
Aris berdecak, padahal Kafka membawa mobil. Yashinta tidak mungkin, 'kan menguasai semua kursi mobil?
"Ya gue di belakang, kan muat!"
"Yakali Yashinta mau dudukin semua kursi mobil," sambungnya setengah mengejek.
"Gue bilang dulu sama Yashinta."
"Harus banget izin loe, Yashinta baik, dia pasti kasih izinlah. Lagian—"
Aris tak melanjutkan kalimatnya saat Kafka berlalu begitu saja dari hadapannya. Ia berdecak, kemudian melangkah mengikuti Kafka menuju kelas Yashinta. Tapi ia sendiri berbelok ke arah parkiran untuk menunggu saja Kafka di sana. Tidak ingin mengganggu barangkali Kafka akan menghadiahi sun pada Yashinta. Haha.
Sementara Yashinta sendiri, di kelasnya, ia tengah merapikan semua peralatan belajar miliknya, senyuman dari bibirnya tak luntur sejak tadi pagi setelah Kafka keluar dari kelasnya dengan janji akan mengajaknya ke pertandingan.
Ranti yang sudah selesai mengemas semua peralatan belajarnya menatap gadis itu dengan ringisan, miris melihat tingkah Yashinta yang terlalu ekspresif.
"Loe yakin Kafka bakal ngajak loe?" pertanyaan Ranti membuat fokus Yashinta teralihkan, ia mendongak menatap sahabatnya itu.
"Yakin dong, Ranti."
"Yakin, nih, mau nungguin Kafka di kelas—" Ranti menjeda kalimatnya, menatap seisi ruang kelas yang sudah sepi, anak-anak sudah meluncur pergi sejak beberapa menit yang lalu. "–sendirian?" sambungnya.
"Gue gak bisa nemenin, habis ini mau ada les matematika."
Yashinta mengangguk penuh perhatian dengan kalimat Ranti. "Iya, Ranti duluan aja, jangan khawatir. Yas bakal baik-baik aja."
"Yakin?"
Yashinta mengangguk tanpa ragu, setengah ragu Ranti juga mengangguk setuju, kemudian berlalu duluan dari kelas. Sementara Yashinta hanya duduk di sana, di tempatnya. Ia patuh dengan apa yang dikatakan Kafka agar ia menunggunya di kelas saja.
Selang lima menit setelah kepergian Ranti, Kafka muncul dari arah pintu kelas. Yashinta tersenyum dan beranjak dari duduknya saat pemuda itu menghampirinya tanpa ekspresi.
Yashinta memasang senyum terbaiknya, menyambut kedatangan Kafka yang ia tunggu-tunggu.
"Kirain Yas, Kafka lupa." sahutnya dengan cengiran.
"Udah?" pemuda itu justru bertanya.
Yashinta menoleh pada tasnya yang ia letakan di atas meja, kemudian mengambilnya dan lagi-lagi tersenyum pada Kafka, kali ini dengan anggukan kepala. "Udah, Kafka."
"Ayo," Kafka berjalan, Yashinta mengikuti di belakangnya. Langkah lebar Kafka membuat gadis itu harus ekstra cepat agar tidak tertinggal.
Ia hanya melihat langkah kakinya yang kecil dan diam-diam membandingkannya dengan langkah lebar Kafka, sampai ia tidak sadar jika Kafka menghentikan langkah dan menghadap padanya.
Bruk!
Yashinta mengusap kepalanya saat ia menabrak dada Kafka, Kafka hanya berdecak melihat tingkah gadis itu, mendorong kepala Yashinta agar mundur sedikit jauh darinya.
"Loe nggak liat?" tanyanya sewot seraya merapikan seragamnya.
"Enggak!"
"Langkah Kafka kecepetan, Yas nggak mau ketinggalan."
"Makannya liatin kaki Kafka terus. Dada Kafka sakit, ya?"
Kafka menggeleng.
"Kalo kecepetan bilang, biar gue jalan di belakang loe."
Yashinta terdiam. Sungguh permintaan Kafka yang tidak pernah ia pikirkan sebelumnya.
"Kepala loe nggak papa?" tanya Kafka kemudian, Yashinta menggelengkan kepalanya sembari menggigit bibir bawahnya. Kenapa ia gugup mendapat perhatian semanis ini dari Kafka? Padahal selama ini ia sering berharap untuk diperlakukan layaknya pacar oleh pemuda itu.
"Mau gitu terus?" pertanyaan Kafka membuat Yashinta tersadar dan mendongak menatap pemuda dengan tinggi 1,9 m di hadapannya.
"Apa Kafka?"
"Gigitin bibir loe!"
"Oh!" Yashinta refleks menghentikan aksinya untuk tidak menggigit bibir bawahnya, hal itu adalah kebiasaan yang dimiliki Yashinta saat ia sedang gugup.
"Loe jalan duluan, gue di belakang."
"Kenapa nggak barengan aja? Yas maunya barengan, kita, 'kan pacaran."
Kafka berdecak, tapi kemudian ia menggerakan kepalanya, meminta Yashinta untuk segera berjalan. Gadis itu menurut, kemudian melangkah dengan Kafka di sampingnya.
Yashinta hanya terdiam selama kaki mereka melangkah menuju parkiran, ia tidak memiliki topik apapun untuk dikatakan kepada Kafka. Biasanya ia akan terus mengoceh sekalipun Kafka menyuruhnya diam, tapi kali ini, gadis itu tampak anteng sekali.
Bukan apa-apa, hanya saja Yashinta merasa tersipu dengan Kafka yang mau menuruti keinginannya kali ini. Sebagai seorang pacar yang diabaikan, perlakuan manis Kafka ini tentu saja membuat perasaan Yashinta senang.
"Gimana?"
Aris langsung menagih janjinya pada Kafka begitu mereka berdua datang ke parkiran. Pemuda itu begitu semringah saat melihat kemunculan Yashinta dan Kafka.
"Yashinta ngaih izin, 'kan pasti?"
Yashinta yang tidak mengerti hanya menatap Kafka dengan Aris secara bergantian.
"Gimana, Yas?"
"Gimana apanya, Aris. Yas nggak tau apa-apa."
"Ini oncom nggak bilang?" Aris menunjuk Kafka yang nampak acuh tak acuh.
"Kafka nggak bilang apa-apa."
Aris berdecak, kemudian mendekat pada Yashinta. Mata Kafka terus mengawasi gerak-gerik Aris, sampai pemuda itu berdiri di antara Kafka dengan Yashinta ketika melihat jarak dua orang itu yang berdekatan.
Sean yang juga belum berangkat hanya melihat gerak-gerik Aris sambil bersandar pada body mobilnya.
"Aris mau apa, sih?" Yashinta nampak risih. Kafka menarik kerah seragam Aris, menjauhkannya dari Yashinta dan menarik Yashinta untuk berdiri di belakang tubuhnya.
"Dia nebeng mobil gue," Kafka menyahut kemudian.
"Urusannya sama Yas?"
"Enggak ada urusan, masuk mobil sana!"
Gadis itu mengangguk meski bingung, kemudian berlalu masuk ke mobil Kafka, sementara Kafka melempar tatapan kesalnya pada Aris.
"Loe kenapa nggak nebeng Sean aja, sih?"
Aris menoleh pada Sean yang menaikan alis, tak lama beberapa siswa datang dan masuk ke dalam mobil pemuda itu.
"Gue bawa suporter!" sahutnya yang kemudian masuk ke mobilnya.
Kafka tak berekspresi, ia juga masuk begitu saja ke mobilnya, Aris mengikuti dengan cepat. Sampai kemudian mobil melaju meninggalkan SMA Firgo, meninggalkan debu yang beterbangan.
"Ranti kenapa nggak diajak, Yas?" tanya Aris ditengah perjalanan.
"Ranti ada les matematika, tadi juga buru-buru."
"Yah, pantesan."
Yashinta hanya mengangguk-anggukan kepalanya, kemudian ia mengambil ponsel yang berada di dalam tas dan sibuk dengan sendirinya. Membuka sebuah aplikasi berwarna merah yang dapat menampilkan bermacam vidio.
"Yas,"
Bukan hanya Yashinta, Kafka juga menoleh pada Aris yang baru saja memanggil Yashinta.
"Kenapa Aris, manggil-manggil Yas terus. Yas tau nama Yas bagus,"
"Loe suka EXO?" tanya Aris antusias saat melihat layar ponsel Yashinta. Gadis itu sedang menonton MV terbaru dari idol grup kesayangannya yang baru saja comeback.
"Iya, Yas suka. Aris juga, suka?" Yashinta bertanya tak kalah antusias. Ia melupakan satu hal jika Kafka sangat tidak suka jika dirinya membahas apapun tentang para idol dari negeri ginseng tersebut.
Bahkan Kafka pernah mau membuang lighstick EXO milik Yashinta hadiah dari papanya.
"Aris suka?" tanyanya lagi.
"Sedikit, sih. Gue bukan EXO-L sejati kaya loe,"
Yashinta nyengir, memamerkan deretan gigi putihnya. Sementara Kafka yang sedang menyetir hanya sesekali menoleh padanya.
"Kenapa loe suka EXO?"
"Kenapa, ya? Suka aja. Yas udah suka mereka tiga tahun setelah debut, mereka keren, mereka bukan cuma ngenalin kpop, tapi juga Korea."
"Korea, 'kan bukan negara kita, Yas." Kafka menegur.
"Yas tau, Kafka. Tapi, 'kan satu benua sama kita." gadis itu lagi-lagi berucap ngawur.
"Yas, tuh, suka leadernya EXO. Aris tau, 'kan siapa?"
"Suho hyung?"
"Hmm."
"Yas juga suka Bekhyun, cute banget. Chanyeol juga, Sehun juga ganteng banget, Yas cinta."
Mendengar cinta, otomatis mata Aris mengarah pada Kafka yang juga menoleh pada gadis itu.
"Tapi bias ultimatenya Yas cuma Kafka aja, kok. Beneran!" gadis itu sibuk sendiri saat Kafka menatapnya, ia takut Kafka akan marah.
"Yas sayangnya cuma sama, Kafka aja."
"Kalo loe disuruh pilih antara EXO sama Kafka , loe pilih mana?" Aris justru memancing.
"Yas, nggak bisa milih, lah. Kafka sama EXO itu berharga buat Yas."
"Yakin?" kali ini Kafka yang bertanya, Yashinta menatap netra tajam penuh ancam itu.
"Pilih Kafka!" ia menentukan pilhan dengan plin-plan.
"Karena?" Aris yang bertanya.
"Karena Kafka pacarnya, Yas."
"Sekalipun Yas bisa ke Korea dan ketemu semua membernya EXO, Yas enggak yakin dari mereka ada yang mau jadi pacarnya, Yas."
"Kalau Kafka, 'kan udah jadi pacarnya Yas. Iya, 'kan Kafka?"
Kafka mengangguk, sementara Aris tertawa terbahak-bahak. Menurutnya, jika ia memiliki pacar seperti Yashinta, pasti akan sangat menyenangkan. Aris pasti akan sangat menyayanginya.
Berbeda dengan Kafka yang justru sering mengabaikan gadis itu. Karena memacarinyapun Kafka hanya sekedar bermain-main saja.
Tapi, sebagai kawan dekat Kafka. Aris tidak yakin jika Kafka tidak memiliki perasaan apapun pada Yashinta. Rasanya mustahil untuk tidak terpesona pada kecantikan dan kebaikan yang dimiliki seorang Yashinta Wiraguna.
TBC
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 117 Episodes
Comments
Kim Reyaa
hhhhhhhh..... masih Q pantau thor
2022-12-04
0
El'
cerita ini serasa membawa balik ke masa putih abu
2022-06-07
2
El'
😆😆😆🤣 aduhhh Yas,,, sikit ditatap tajam langsung hahaaaa lucu kamu
2022-06-07
2