Keesokan harinya, sesuai janji jika Kafka akan menjemputnya. Yashinta senang sekali karena pemuda itu menepati janjinya dan tidak terlambat untuk datang.
"Kafka udah sarapan?" tanyanya setelah berada di dalam mobil Kafka, Kafka mulai melajukan mobil, meninggalkan pelataran rumah Yashinta.
"Belum,"
"Kebetulan, Yas bawain roti selai kacang. Kesukaannya Kafka, makan yah." ia mengeluarkan tupperware berwarna biru muda.
"Taro aja, nanti gue makan di sekolah."
"Sekalian air minumnya nggak?"
Kafka menoleh, "loe pikir gue anak TK?"
"Kalo nanti Kafka keselek gimana?" gadis itu khawatir.
"Nanti beli di kantin,"
"Uangnya ada?"
"Kalo nggak ada, nanti Yas kasih. Kalo Kafka nggak mau dikasih, biar Yas pinjemin aja, nanti kapan-kapan Kafka bisa ganti!" ocehnya yang hampir membuat kepala Kafka ingin pecah rasanya.
"Ngomong sekali lagi, gue turunin loe disini!"
"Kafka tega?"
"Hmm,"
Baru Yashinta akan kembali berbicara, Kafka sudah menoleh dengan tatapan tajamnya, membuat Yashinta hanya menggembungkan pipinya dan memilih diam atau Kafka akan benar-benar menurunkannya dipinggir jalan nanti.
Mobil Kafka tepat berhenti ketika sudah sampai di parkiran mobil sekolah. Yashinta memakai tasnya dan bersiap untuk turun dari mobil, tapi sebelumnya, ia lebih dulu mengambil tupperware yang tadi diletakannya di dashboard mobil dan menyerahkannya pada Kafka.
"Nanti sarapan, tupperwarenya jangan sampe ilang, itu kesayangannya Yas dari Mama, yah." pesannya pada sang pacar.
Kafka hanya membeku di tempat, ia kira Yashinta lupa dengan tupperware itu, faktanya tidak.
"Jangan ilang, yah, Kafka." pesannya sekali lagi yang hanya dijawab gumaman tanpa minat oleh Kafka.
"Hmm,"
"Yas ada piket, duluan yah. Dadah," pamitnya, kemudian turun dari mobil dan berlalu begitu saja meninggalkan Kafka.
Kafka menatap tupperware di tangannya, kemudian hanya menggeleng, tapi ia tetap membawa pemberian dari Yashinta.
Kafka hanya terdiam saat ia keluar dari mobilnya, Saras berdiri dengan wajah kesal. Pasti gadis itu marah karena kemarin Kafka meninggalkannya. Ah, Kafka tidak tau harus berkata apa.
"Udah jadi budaknya Yashinta loe sekarang?" tanyanya saat melihat apa yang berada di tangan Kafka, karena ia cukup yakin jika itu adalah pemberian dari Yashinta.
Belum lagi kejadian kemarin saat Kafka lebih memilih untuk menjemput Yashinta daripada menunggu dirinya. Dan pagi ini mereka datang bersama, sebuah kejutan luar biasa.
Kafka hanya diam.
"Bawa bekel, udah kaya bocah TK aja loe, Ka!" timpal Aris yang baru saja tiba, membuat tatapan beberapa siswa yang masih berada di sana mengarah padanya.
Kafka berdecak tidak suka, ia lantas berjalan ke arah sebuah tong sampah. Kemudian membuang tupperware itu kesana tanpa berpikir panjang.
"Yah, ko dibuang, sih, Ka. 'Kan sayang, bukannya dikasih ke gue aja," sahut Aris dengan raut memelas, menyayangkan tupperware yang sudah meluncur ke tempat sampah.
Kafka menoleh enggan, kemudian berjalan duluan meninggalkan Aris dengan Saras yang nampak masih marah padanya. Ia tidak ingin membuat kepalanya menjadi semakin pusing.
**
"Loe udah ngerjain tugas Bu Dania?" tanya Ranti begitu Yashinta selesai melakukan tugas piketnya.
"Udah." gadis itu menyahut dengan riang gembira.
"Seneng banget, kenapa loe? Menang lotre?" tanya Ranti yang cukup penasaran. Karena biasanya, Yashinta tidak banyak bicara dipagi hari. Apalagi jika baru sampai, alasannya simple. Pertama, Kafka yang telat menjemputnya, kedua Kafka yang datang bersama dengan Saras.
"Enggak."
"Kafka?"
Yashinta mengangguk, yang justru membuat Ranti berdecak tidak suka melihatnya. Meski ia ikut senang jika Yashinta senang.
"Dia one time jemput loe?"
"Ihh, kok Ranti tau?" gadis itu semringah.
"Lagu lama. Begitu aja seneng, padahal Kafka lebih sering telat!"
"Justru itu Ranti!"
"Apa?"
"Harus diapresiasi!"
"Bucin loe tuh yang perlu diobati!"
"Ihh Ranti!"
Ranti hanya diam, enggan meladeni Yashinta yang cerdas dalam bidang pelajaran, tapi stupid di dunia percintaan. Karena jika tidak stupid, ia tidak mungkin terus menerus bertahan diperlakukan tidak adil oleh Kafka.
"Yashinta, ditanyain Deril!" suara teriakan salah satu siswi yang baru saja masuk kelas membuat Yashinta terdiam.
"Ngapain?" Ranti yang justru bertanya.
"Nggak tau,"
Ranti menatap Yashinta, seolah bertanya pada gadis itu ada keperluan apa Deril padanya.
"Kemaren Deril nawarin Yas masuk ekskul teater," gadis itu menyahut pertanyaan telepati sahabatnya.
"Loe mau?"
Yashinta menekuk wajahnya, kemudian menyahut dengan pasrah. "Kafka nggak kasih izin."
"Loe pinter banget Yas, sumpah. Cerdas!" sindirnya yang tidak habis pikir karena Yashinta mau saja menuruti apa yang Kafka katakan.
"Maksud Ranti?"
"Udah sono ke Deril, dia nungguin loe, pasti." usirnya, percuma saja memberi kejelasan pada Yashinta, gadis itu pasti tidak akan mengerti. Sekalipun mengerti, ia tetap akan menuruti Kafka.
"Yaudah, Yas kesana dulu yah."
Baru Yas akan beranjak, Deril justru lebih dulu masuk kedalam kelasnya, membuat Yashinta hanya berdiri saja di tempatnya.
Ranti tersenyum sambil menyender bahu gadis itu yang sudah kembali duduk.
"Kenapa Deril?"
"Tawaran aku kemaren, gimana? Kamu udah ada keputusan?" tanyanya, sesuai dengan apa yang diperkirakan Yashinta jika kedatangan Deril adalah untuk menanyakan hal tersebut.
"Yas nggak bisa, Deril. Maaf yah."
"Kenapa?" heran Deril. Padahal ia mengira jika Yashinta akan tergiur dengan tawarannya.
"Enggak dibolehin sama Kafka."
"Ehh,"
Yashinta menoleh pada Ranti, gadis itu hanya acuh tak acuh saja setelah menyambar tanpa permisi.
"Pokoknya Yas enggak bisa, maaf yah." sesal Yashinta tanpa mengindahkan perkataan Ranti barusan.
Deril diam sebentar, kemudian hanya mengangguk. Bagaimanapun, keputusan ada di tangan Yashinta, dan dirinya tidak bisa melakukan apa-apa, apalagi memaksa.
"Yaudah, aku nggak maksa. Kalo gitu, aku balik ke kelas, yah!"
Yashinta mengangguk, membiarkan Deril berlalu dari kelasnya, tapi tatapan Yashinta justru terpaku pada seseorang yang tengah berdiri di ambang pintu.
Kafka.
"Loe nggak lupa, 'kan hari ini kita ada tanding basket sama Alley Youth?" tanya Sean saat ia berpapasan dengan Kafka di koridor menuju kelas mereka.
Alley Youth, adalah sebutan untuk para pemuda yang terbentuk dalah sebuah tim basket yang berada dekat dengan gang sekolah SMA Firgo. Para pemuda itu terdiri dari anak sekolah lain, dan juga beberapa anak yang memang tinggal di daerah tersebut.
Alley Youth memang seringkali mengajak anak basket SMA Firgo untuk bertanding dengan mereka secara damai.
"Gue inget,"
"Balik sekolah kita langsung kesana,"
"Oke, kalau gitu gue ke kelas Yashinta dulu." Kafka mempercepat langkahnya, meninggalkan Sean yang setelahnya hanya diam menatap kepergian Kafka.
Kafka sengaja ingin ke kelas Yashinta, untuk memberitahukan gadis itu jika dirinya tidak bisa mengantarkan pulang setelah bubaran sekolah nanti.
"Nyari siapa Ka?" tanya salah seorang siswa saat Kafka berdiri didepan pintu kelas 12 IPA 1, kelas Yashinta.
"Yashinta."
"Yashinta lagi ngobrol sama Deril,"
Kafka terlihat mengernyitkan dahi saat mendengarnya, siswa yang hendak keluar dari kelas itu kemudian berlalu. Sedangkan Kafka melangkahkan kakinya ke dalam kelas tersebut.
Ia hanya berdiri di ambang pintu, melihat Deril yang sudah selesai mengobrol dengan pacarnya. Langkah Deril semakin mendekat, Kafka tau ada keraguan tersendiri saat Deril berpapasan dengannya, tapi Kafka tidak perduli, ia juga tidak akan menghajar Deril. Ia melangkah begitu saja ke arah meja Yashinta, melewati Deril yang berdiri di hadapannya tadi.
Yashinta yang melihat sorot menyeramkan dari mata Kafka hanya mengepalkan tangan. Ia takut pemuda itu akan memarahinya karena tau dirinya masih berbicara dengan Deril, padahal Kafka sudah melarangnya kemarin.
Ranti nampak biasa saja, ia hanya akan bertindak jika Kafka sampai menyakiti Yashinta.
"Kafka," tegur Yashinta saat Kafka sudah berdiri tepat di samping mejanya.
"Tadi Deril cuma nanyain ekskul doang kok, Yas bilang Yas nggak bisa ikut ekskulnya." terangnya bahkan sebelum Kafka bertanya.
"Cuma itu aja. Kalo gak percaya tanyain ke Ranti."
"Pulang nanti gue ada tanding basket,"
Perlahan Yashinta mengangkat wajahnya, menatap Kafka yang sedikitpun tidak membahas mengenai masalah Deril tadi.
"Gue gak bisa anterin loe pulang," sambungnya.
Yashinta bernapas lega, ia terhindar dari amukan Kafka, begitu pikirnya.
"Yas ikut Kafka aja, gimana?"
"Yas pengen liat Kafka tanding," sahutnya saat mengingat apa yang tadi dikatakan oleh Kafka.
"Enggak perlu, loe balik aja. Minta dijemput sopir loe."
"Tapi Yas pengen liat Kafka. Yas janji nggak bakal ganggu,"
"Yah, Kafka. Yas pengen ikut!" gadis itu merengek seperti anak kecil. Kafka hanya diam, bagaimanapun Yashinta tau, Kafka pasti sedang memikirkan untung rugi jika mengajaknya.
"Yah, Kafka. Please," pintanya lagi dengan raut memelas, berharap Kafka akan mau mengajaknya.
"Yaudah, nanti pas bubaran sekolah loe tunggu di sini. Nanti gue jemput," sahutnya yang membuat senyum Yashinta merekah.
"Makasih, yah, Kafka. Yas janji, nggak bakal gangguin Kafka,"
Kafka mengangguk, kemudian permisi berlalu dari kelas Yashinta. Yashinta hanya menatapnya dengan senyum yang kian merekah. Ranti di sampingnya nyengir tidak karuan, ia risih melihat ekspresi Yashinta.
"Sinting!"
TBC
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 117 Episodes
Comments
El'
Yas pintar soal pelajaran. soal cinta mendadak oon🥴. maaf Yas kamu jan terlalu oon napa siii ,,, 🤭
2022-06-07
2
El'
on time ✅
one time ❎
😉✌️
2022-06-07
2
El'
Kafka 😡😡😡
2022-06-07
2