Mobil yang dikemudikan Kafka berhenti tepat di depan gerbang rumah Yashinta, gadis itu mulai membuka seatbeltnya dan bersiap untuk turun.
"Kafka nggak mau mampir dulu?"
Kafka menoleh, ia terlihat seperti memperhatikan rumah Yashinta, kemudian beralih menatap gadis itu.
"Bokap loe udah balik?"
"Kayaknya udah, itu mobilnya udah ada!"
Kafka diam sebentar, ia hanya mengetuk-ngetukan jari telunjuknya pada gagang stir, membuat Yashinta menoleh dan memerhatikannya.
"Kafka mampir nggak?" gadis itu bertanya sekali lagi.
"Enggak deh,"
"Kenapa? Nggak mau ketemu sama Papa?"
"Malu Yas."
Gadis itu mengerutkan keningnya, menatap heran pemuda yang baru saja mengatakan 'malu' itu. Yashinta tersenyum kecil.
"Biasanya juga nggak pernah malu, aneh, deh, Kafka!" cibirnya kemudian.
"Udah, sana masuk. Bokap loe pasti nunggu." suruh pria itu agar Yashinta tidak terus mengoceh. "Sorry ya, gue telat jemput loe!" sambungnya.
"Iya, nggak papa Kafka. Kafka gak perlu minta maaf."
Kafka tersenyum, senyum hangat yang membuat Yashinta senang sekali melihatnya, sangat jarang Kafka tersenyum, apalagi padanya.
"Kafka senyum sama, Yas?"
"Iya!"
Gadis itu lagi-lagi tersenyum, ah bahkan hampir tertawa mendengar jawaban lembut Kafka. Ia bahkan merasa pipinya memanas karena tersipu.
"Makasih, yah, Kafka."
"Buat?"
"Buat semuanya!"
"Termasuk buat gue yang selalu nyakitin loe, terimakasih untuk itu?"
Yashinta tanpa ragu sedikitpun mengangguk.
"Besok gue jemput," sahut Kafka mengalihkan pembicaraan, merasa risih dengan sikap sang pacar.
"Iya, lebih dari lima belas menit Kafka nggak dateng, nanti Yas diantar sopir aja."
"Gue gak bakal telat, gue janji!"
Gadis itu mengangguk, "Oh iya, pulang nanti Kafka telpon Yas, yah."
"Batre hape gue abis,"
"Nanti sampe rumah langsung Kafka charger, yah?"
Tidak ada sahutan dari Kafka, pemuda itu hanya diam membiarkan Yashinta berharap-harap cemas padanya.
"Harus banget?" tanyanya setelah beberapa saat.
"Haruslah, Kafka. Biar sebelum tidur, Yas denger suara Kafka, yah."
Anggukan dari Kafka membuat Yashinta tersenyum senang, ia kemudian turun dari mobil. Kafka melajukan mobilnya sebelum Yashinta benar-benar memasuki gerbang. Yashinta hanya menatapnya, menatap kepergian mobil Kafka sampai menghilang dari penglihatannya.
Tiba-tiba ia teringat dengan ocehan Ranti di halte tadi. Tentang mantan-mantan Kafka yang terjebak, dipaksa atau mungkin dengan sukarela menyerahkan diri pada Kafka, menyerahkan miliknya yang paling berharga.
Tapi padanya, sejauh ini Kafka tidak pernah melakukan hal macam-macam. Atau meminta apapun yang sifatnya merugikan satu pihak, Yashinta terutama.
Entah apa alasannya. Tapi Yashinta cukup yakin, jika Kafka sayang padanya.
"Non Yas,"
Yashinta tersadar dari lamunannya, kemudian menoleh ke sumber suara, di mana perempuan paruh baya berdiri di belakangnya.
"Bi Rasti, ngagetin Yas aja." sahut gadis itu dengan senyuman seraya menggandeng Bi Rasti.
"Maaf, Non. Habisnya tadi malah melamun, Tuan sudah menunggu sejak sore," sahutnya. Yashinta mengangguk, kemudian berjalan dengan Bi Rasti, masuk ke dalam rumah.
"Papa," Yashinta berseru dengan suara nyaring.
"Papa tumben pulangnya cepet," sahutnya setelah menyalami pria paruh baya itu yang sedang bersantai di ruang tv. Biasanya sang papa akan pulang larut, atau setelah jam makan malam habis.
"Papa sengaja, mau makan malam sama kamu,"
Yashinta tersenyum senang, sangat jarang sang papa pulang cepat dan menikmati makan malam dengannya.
"Yaudah, Yas mandi dulu, yah."
Andri– Papa Yashinta tersenyum, sementara Yashinta bergegas ke kamarnya untuk mandi dan merapikan diri. Begitu selesai, ia dengan cepat kembali ke lantai bawah dan bergabung dengan Andri yang sudah menunggunya di meja makan.
"Tadi kamu pulang sama Kafka?" tanya
Andri disela-sela makan, Yashinta mengangkat pandangannya dan menatap sang papa, rupanya dia tahu. Kemudian mengangguk.
"Kenapa Kafkanya nggak diajak mampir?"
"Katanya malu sama Papa," gadis itu menyahut tanpa ragu.
Andri tertawa mendengar jawaban jujur Yashinta yang tidak menutupi apa yang dikatakan pacarnya.
"Kenapa dia malu sama Papa?"
"Enggak ngerti, Kafka kadang suka aneh, sering malahan. Ahh, Yas nggak ngerti deh, pokoknya ya gitu, dia gak bisa ditebak." tuturnya dengan raut terheran-heran, yang hanya ditanggapi senyuman oleh sang papa.
Tapi, melihat Yashinta yang selalu bahagia saat berbicara tentang Kafka, membuat Andri senang putrinya berhubungan dengan pemuda itu.
**
"Ka, makan sini jangan main game mulu,"
Kafka menoleh pada wanita yang sedang menyiapkan makan malam. Ia menaruh stik PS-nya setelah mem-pause permainan.
"Sini makan," ajaknya sekali lagi.
"Mas Gibran belum pulang?" ia bertanya sambil berjalan ke arah meja makan.
"Belum, mungkin pekerjaannya lagi banyak."
"Kerja terus, kapan mau nyari calon istrinya?"
"Hus! Kamu,"
"Nanti kalau keduluan sama Kafka, gimana?" oceh Kafka.
"Emang kamu udah ada niatan mau ngelamar Yashinta?"
Pertanyaan dari Nindi–bunda Kafka kali ini membuat Kafka diam, Nindi hanya tersenyum melihat reaksi putranya.
"Yashinta udah lama nggak kamu ajak ke sini. Apa kabar dia?"
"Baik."
"Bunda suka loh Ka, sama Yas. Selain cantik, dia juga sopan, sayang banget sama kamu." pujinya mengingat tiga kali pertemuannya dengan Yashinta.
Saat pertemuan pertama, gadis itu tampak malu-malu, namun pada pertemuan selanjutnya, dia menunjukan sisi dirinya yang ceria dan menyenangkan.
Kepribadiannya mungkin berbalik dengan Kafka yang tidak banyak bicara dan tidak terlalu suka tertawa. Tapi dari yang Nindi lihat, dua orang itu cocok dan bisa saling melengkapi.
Namun begitu, Nindi juga tidak ingin berharap banyak. Terlebih, Kafka dan Yashinta hanyalah anak-anak SMA. Keduanya masih sangat muda untuk menjalin hubungan serius. Tapi tetap saja, Nindi memang tidak suka putranya sering menyakiti anak perempuan orang.
"Hormat juga sama Bunda," sambungnya begitu lamunannya buyar.
"Kamu nggak ada niatan putus sama dia, 'kan? Bunda bosen kamu gonta-ganti pacar terus." ocehnya, saat mendapati sang putra yang justru melamun.
Ia lantas menegurnya. "Kamu denger Bunda, 'kan Ka?"
Kafka hanya mengangguk. Ia berperang sendiri dengan pikirannya. Ia tidak menyangka jika Nindi akan secepat itu menyukai Yashinta. Padahal, pada pacar-pacar Kafka sebelumnya, Nindi selalu bersikap biasa- biasa saja. Terutama jangka waktu pacaran Kafka yang selalu sebentar.
Setelah makan malam selesai, Kafka masuk ke kamarnya. Mengambil ponselnya yang ia charger begitu sampai di rumah sesuai perintah Yashinta. Kafka tidak mengerti mengapa ia mau saja menurut pada gadis itu.
Kafka merebahkan diri, mencoba memghubungi Yashinta. Tidak ada respond dari sana, dua kali, tiga kali, empat kali.
Kafka mengumpat kesal saat benar-benar tidak ada respon dari Yashinta, padahal ia sudah membatalkan acara dengan kawan-kawannya demi menelpon gadis itu.
"Maunya apa sih?" kesalnya yang kemudian membanting ponsel ke sampingnya setelah beberapa kali menghubungi Yashinta dan tetap tidak ada respond dari gadis itu. Lantas ia memejamkan mata. Tapi percuma saat hatinya justru menunggu gadis itu menelpon balik padanya.
**
Yashinta mencuci wajahnya, kemudian keluar dari kamar mandi. Waktu sudah menunjukan pukul sembilan malam, ia baru selesai mengerjakan tugasnya dan menonton K-drama favoritenya.
Ia merebahkan diri di tempat tidur, kemudian menggapai ponsel. Matanya melotot saat mendapati banyak panggilan tak terjawab dari Kafka.
"Astaga, Yas lupa. Ternyata ada janji buat telponan sama Kafka." sesalnya dengan raut panik.
"Kafka marah nggak, yah?
Ragu, Yashinta tetap menghubungi Kafka, takut jika pemuda itu menunggu balasan telpon darinya.
Tak butuh waktu lama, panggilan terhubung, yang pertamakali Yashinta dengar adalah helaan napas berat dari ujung sana. Kafka pasti marah, begitu pikirnya.
"Loe kemana aja sih?" pria itu segera menyerangnya dengan pertanyaan yang diiringi nada kesal.
"Maaf Kafka, tadi Yas habis ngerjain tugas. Terus nonton tv, Yas lupa kalo ada janji sama Kafka, maaf yah."
"Gue sampe batalin acara sama temen-temen gue buat telponan sama loe. Tapi apa, loe malah lupain gitu aja!" makinya tanpa ampun. Bukannya sedih atas kemarahan Kafka, Yashinta justru mengulum senyum. Jika Kafka rela membatalkan acara dengan teman-temannya, artinya ia memiliki posisi penting di hidup Kafka.
"Kenapa loe diem, nangis?" suara di ujung sana menyadarkannya.
"Enggak, Yas nggak nangis. Justru Yas seneng, dengerin Kafka marah-marah!"
"Cewek aneh!" Kafka menyerah.
Yashinta hanya diam, mengubah posisinya, miring ke kanan.
"Kafka lagi ngapain?" tanyanya, senyum manis menghiasi wajah cantiknya.
"Tidur!"
"Tidur kok ngomong, emang bisa?"
"Bisa, lah, ini bisa!" Kafka sewot sendiri.
Yashinta tertawa. Sejujurnya, di balik sikap dingin Kafka padanya, kadang dia bersikap baik dan lembut. Bahkan Yashinta tidak dapat menebak bagaimana perasaan pemuda itu padanya.
Selama berpacaran, ia memang tidak pernah mengalami hal romantis dengan Kafka. Tapi baginya, cukup dengan Kafka, ia memiliki banyak kenangan indah.
"Kafka," panggilnya saat orang di ujung telpon tidak terdengar suaranya. "Kafka udah ngantuk?"
"Enggak,"
"Kalau gitu, ajakin Yas ngobrol dong Kafka, Yas belum mau tidur soalnya."
"Ajak ngobrol apaan? Gue gak ada yang mau di omongin, gue ngantuk."
"Tadi katanya belum ngantuk,"
"Ya sekarang beda lagi, lah. Sekarang gue udah pengen tidur."
Yashinta memberenggut, tapi percuma saja jikapun ia memaksa Kafka untuk tidak memutus sambungan, pemuda itu tidak akan mau mendengarkannya.
"Yaudah, Kafka. Selamat tidur, yah, jangan lupa mimpiin Yas."
"Ngapain?"
"Biar kita samaan, Yas juga mau mimpiin Kafka soalnya."
Yashinta mendengar decakan Kafka di sana. Pasti Kafka malas meladeni ocehan tidak pentingnya.
"Tidur, nanti kesiangan. Besok gue jemput."
"Iya Kafka,"
Panggilan terputus, Yashinta menatap layar ponselnya, di mana terpampang foto Kafka yang dengan keren memakai kaos olahraganya di sana, ia mengambil remote yang berada di laci ranjang, kemudian mematikan lampu dan menarik selimutnya.
"Selamat tidur Kafka, Yas sayang Kafka. Semoga Kafka juga sayang sama Yas, yah."
Ia memejamkan mata, kemudian kembali membuka matanya.
"Kalo Yas nggak mimpiin Kafka, Kafka marah nggak yah?"
TBC
Bucin tingkat akut mah beda, yah, Yas.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 117 Episodes
Comments
El'
emang enak dicuekin?!
2022-06-07
2
El'
wahh orang tua nya masing-masing udah dikenalin Yas-Kafka
2022-06-07
2
riby_chan
Terlalu polos banget si Yas 😏😏
Lembeekk
2022-05-14
3