Cinderella...
Antara perasaan senang dan takut. Dia tidak mau membayangkan sesuatu yang indah jika pada akhirnya hanya akan ada luka yang singgah.
Tanpa disadari Rara juga melihat tulisan yang sedari tadi hanya ditatap sendu oleh Andini. “Lo jadi Cinderella.” Kalimat itu sontak membuat beberapa pasang telinga yang mendengar menoleh ke arah Andini.
Andini semakin menundukkan kepalanya. Pastilah sebentar lagi dia akan dipermalukan lagi.
“Lo emang upik abu, tapi untuk kali ini lo gak pantes jadi Cinderella.”
Clarissa langsung berdiri dan menghampirinya. Dia menarik paksa kertas yang dipegang Andini. “Mau jadi Cinderella? Mimpi?!”
“Ada apa itu ribut-ribut.” Bu Isti yang mendengar keributan langsung mendongak dan menatap tajam ke arah Clarissa.
“Tidak pantas? Lalu menurut kamu siapa yang pantas?” tanya Bu Isti balik dengan suara khas yang tegas dan tidak mau dilawan.
Clarissa tahu, Bu Isti tidak seperti guru-guru lainnya yang selalu membelanya. Dia sangat tegas dan adil. Jadi Clarissa memilih untuk diam. Lalu kembali ke bangkunya sambil menatap tajam Andini.
Andini sedari tadi hanya menggigit bibir bawahnya. Dia takut jika setelah ini dia akan dapat masalah dari Clarissa lagi.
Sampai pelajaran selesai dan saatnya istirahat, Andini masih berdiam diri.
“Dini, ke kantin yuk. Gue laper.” Ajak Rara yang memang kebiasaannya lapar saat jam istirahat.
“Lo ke kantin sendiri aja. Gue lagi gak lapar.” Jawab Andini. Sebenarnya dia lagi malas berurusan dengan para pembully yang selalu siap membullynya kapan saja.
“Ayolah... Gue traktir deh! Gue gak ada teman selain lo. Ayo. Ya? Ya?” kata Rara sedikit memaksa.
Dengan menghela napas panjang akhirnya Andini memenuhi permintaan Rara. Mereka keluar dari kelas lalu menuju kantin. Dia hanya mengambil air mineral dan duduk menunggu Rara yang sedang memesan bakso.
“Heh!!” Satu gebrakan di atas meja yang cukup keras hampir membuat dirinya melonjak. “Lo bilang sama Bu Isti kalau lo gak mau jadi Cinderella. Lo itu gak pantas berpasangan sama Irvan.” tiba-tiba Clarissa yang ditemani dua orang sahabatnya melabrak Andini seolah Andini telah berbuat kesalahan besar.
Perkataan Clarissa yang cukup keras mengundang perhatian seluruh penghuni kantin.
Andini hanya terdiam. Dia memang sudah biasa dipermalukan dan ditindas.
“Lo dengar gak!!!” Clarissa mendorong bahu Andini dengan kasar. “Kalau lo tetep gak mau ngundurin diri, lo siap-siap aja berurusan sama gue.” Clarissa mengambil minuman yang ada di dekat Andini lalu mengucurnya di atas kepala Andini hingga membuat kepala dan seragam atasnya basah.
Tindakan Clarissa memancing semua perhatian. Hal itu sudah biasa bagi mereka tentang bullyan Clarissa pada Andini atau bahkan pada teman lemah lainnya juga. Tanpa ada pembelaan untuk Andini. Bahkan suara riuh tawa semakin terdengar jelas dan nyata.
Setelah puas, Clarissa melempar botol yang telah kosong ke lantai lalu dia pergi dari kantin.
Andini hanya bisa menggigit bibir bawahnya sambil menangis. Mengapa nasib buruk selalu menimpanya. Dia sudah lelah merasakan ini semua.
“Andini, lo gak papa?” tanya Rara yang kini telah datang dengan membawa semangkok bakso. Dia merasa iba dengan sahabatnya, karena dia tahu persis bagaimana rasanya kena bully. “Lo bawa baju ganti gak? Baju lo basah.”
Andini hanya menggelengkan kepalanya sambil menghapus air matanya dengan punggung tangannya. “Gue ke toilet dulu.” Andini berdiri dan melangkahkan kakinya jenjang menuju toilet. Tak peduli lagi dengan olokan yang kembali muncul. Dia hanya mendekap dirinya sendiri untuk menutupi bagian depan yang mungkin akan terbayang.
“Emang ujan? Kok basah? Haha...”
“Lagi ulang tahun neng?”
Andini semakin melebarkan langkahnya. Dia kini masuk ke dalam toilet lalu membasuh wajahnya agar tangisnya segera berhenti.
Dia tatap dirinya sendiri di depan cermin. Bagaimana dengan seragam atasnya yang basah. Apa dia harus berjemur dulu agar cepat kering sendiri. Tapi beberapa menit lagi bel masuk akan berbunyi.
Dia tunggu saja sampai bel berbunyi agar murid-murid yang berada di lorong kelas sudah tidak ada.
Andini melangkah keluar dari toilet. Melihat lorong yang akan dilaluinya sudah sepi. Dia berjalan perlahan sambil tetap mendekap dirinya sendiri.
Dia terkejut saat tiba-tiba ada seseorang yang memakaikan jaket di tubuhnya.
“Lo pakai.” Katanya singkat.
Jantung Andini seolah berhenti beberapa saat melihat seseorang yang sangat tak terduga bahkan yang hampir sama sekali tidak pernah bicara dengannya, tiba-tiba memberikan perhatiannya.
Andini tidak mau terlalu terbang tinggi dulu jika akhirnya akan dihempaskan. Jangan sampai ini akan membuat dirinya berada dalam masalah lagi. “Hmm, makasih. Tapi gak perlu.”
Andini akan melepas jaket itu tapi ditahan sesaat oleh Irvan.
“Itu jaket OSIS. Bukan punya gue.” Kemudian Irvan berlalu meninggalkan Andini yang membatu beberapa saat.
Andini meraba dadanya sesaat yang masih berdetak tak karuan. Ini nyatakah Irvan memberikan perhatian untuknya. Apa karena Irvan merasa kasihan atau ada hal-hal lainnya. Yang jelas, Andini sekarang sedang tersenyum kecil sambil melangkahkan kakinya menuju kelas.
Saat dia masuk ke dalam kelas, lagi-lagi dia mendapati tatapan tajam dari Clarissa. Dia tahu, Clarissa sedang mengamati lekat-lekat jaket yang sedang dia pakai.
Walau hanya dari sorot mata, tapi seolah-olah Clarissa sedang mengatakan.
I'll kill you.
...***...
“Dini, gue duluan ya.” Kata Rara yang sudah berjalan cepat meninggalkannya. Andini memang sengaja berlama-lama di kelas agar teman lainnya pulang terlebih dahulu. Selalu, seperti itu setiap hari.
Saat dia akan berdiri, tiba-tiba Clarissa beserta kedua temannya Nova dan Sasa mendekatinya dan langsung memaksanya untuk mengikuti langkah mereka.
"Apaan sih?" Andini berusaha melepas tangan mereka tapi gagal. Cekalan mereka di lengannya sangat kuat hingga terasa sangat sakit.
Mereka membawa Andini ke toilet.
"Jaket ini siapa yang kasih?!" tanya Clarissa setengah berteriak di depan wajah Andini.
Andini hanya menggigit bibir bawahnya tak menjawab.
"Lepas!!"
Kedua teman Clarissa melepas paksa jaket yang dipakai Andini. Lalu dia segera meneliti label yang berada di dalam jaket itu.
Irvan!
Semua anggota OSIS memang memiliki jaket itu tapi di dalam jaket itu ada label nama pemilik jaket masing-masing.
"Jaket dari Irvan! Cih, mimpi lo bisa dekat sama Irvan!! Guys.." Clarissa memberi kode pada kedua temannya agar segera mengguyur tubuh Andini.
Mereka mengguyur Andini sampai dia basah kuyup.
Mereka bertiga tertawa puas melihat Andini yang kini basah kuyup sambil menangis.
"Kalau lo masih berani deketin Irvan lagi!! Habis lo sama gue!!"
Mereka bertiga meninggalkan Andini yang kini meringkuk di sudut toilet. Dia dekap kakinya sendiri karena rasa dingin mulai menyerang dirinya.
Kenapa ini semua selalu terjadi sama aku... Ibu, Ayah, aku udah berjanji melanjutkan sekolah aku sampai lulus tapi rasanya sangat berat..
Andini menangis tergugu, tanpa seorang yang menjadi penenang dalam hidupnya. Tanpa seorang yang melindungi dirinya. Dia hanya seorang diri. Hanya bisa memendam kepedihannya sendiri. Apakah sampai nanti akan seperti ini....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 111 Episodes
Comments
Fifid Dwi Ariyani
trussemangat
2024-12-03
1
Al Fatih
bully itu sdh seperti penyakit yg berbahaya,, bukan hanya utk dirinya sendiri tapi yg lebih parah lagi,, utk org yg d bully
2023-10-16
1
Erna Wati
kasihan thor dininya
2023-10-08
0